Ibu Jatuh (1)

Ibu sudah mengidap penyakit Diabetes sejak 10 tahun yang lalu, tepatnya baru menyadari penyakitnya setelah Bapak meninggal tahun 1998. Maklum selama itu, Ibu tidak pernah memperhatikan kesehatannya sendiri. Ibu hanya terfokus pada kesehatan Bapak. Namun, walau sudah divonis mengidap Diabetes, Ibu yang sangat ahli memasak ini tidak mau berdiet dengan serius. Ibu tetap diam-diam mengkonsumsi makanan yang manis-manis, seperti es krim dan coklat dan juga makanan yang mempunyai kandungan kolesterol cukup tinggi, seperti otak dan kulit (tunjang).

Puncak dari keadaan ini adalah pada tanggal 26 Juni 2008, tepatnya pada hari sidang tesis S2 ku di FISIP UI. Pagi itu, aku berangkat untuk melaksanakan sidang mempertahankan hasil karya ilmiah yang kubuat dan mengakhiri perjuanganku mengikuti kuliah selama dua tahun di FISIP UI. Setelah menelpon Ibu, aku diantar suamiku berangkat ke FISIP UI untuk Program S2 yang beralamat di Jalan Salemba. Mengenai Sidangku, akan kuceritakan pada posting tersendiri. Singkat cerita, aku dinyatakan lulus dan aku langsung kembali pulang ke rumah. Siang itu, aku tidak langsung ke rumah Ibu, namun aku sudah menelpon memberitahukan kelulusanku. Tentu saja Ibu menyambut gembira dan mengucapkan Selamat atas hasil perjuanganku dalam Sidang hari itu.

Sore harinya, masih dengan sisa kelelahan yang ada, maklum aku pulang naik kendaraan umum, dengan membawa beberapa bundel tesis disertai bukti-bukti otentik kuesioner hasil penelitianku, juga beberapa buku pendukung, aku menerima telpon dari adikku yang memberitahukan bahwa Ibu terjatuh di kamar mandi. Aku menjawab telpon itu dengan menanyakan kondisi Ibu, apakah Ibu sehat, muntah, benjol dimana dan sebesar apa. Aku juga menelpon dokter keluarga kami untuk menanyakan apa yang harus kami lakukan, dokter menyarankan untuk melakukan rontgen kepala. Rontgen kami lakukan esok harinya dan diberitahukan bahwa hasilnya ”tidak ada retak”. Kami juga melihat kondisi Ibu secara kasat mata, tidak ada masalah, hanya lemas, pucat dan berjalan agak terhuyung-huyung.

Beberapa hari setelah kejadian itu, kami kakak beradik berembug untuk membawa Ibu berobat ke Penang, demikian juga saran yang disampaikan oleh keluarga suamiku karena ibu mertua juga pernah berobat disana. Kami juga menyadari bahwa selama 10 tahun mengidap Diabetes, belum ada penyembuhan yang memberi hasil yang signifikan bagi kesehatan Ibu karena selain itu tidak mau taat berdiet, kami juga belum menemukan obat yang pas dan sesuai, ditambah lagi dengan masalah jatuhnya Ibu tempo hari. Akhirnya diputuskan, aku dan adikku, Adinda berangkat menemani Ibu ke Penang.