Pria setengah baya berbadan gemuk, berkulit gelap dan wajah jarang senyum , itulah gambaran dari pak Darwis. Pria sederhana inilah, yang selalu berangkat paling pagi dari rumah dan pulang paling akhir dari seluruh penumpang Bis Jemputan bernomor 43 ini karena beliau adalah supir yang membawa kami, karyawan BPPT yang bertempat tinggal di sepanjang Serpong, Muncul sampai dengan Perumahan Karyawan Puspiptek, Tangerang. Berkarir sejak tahun 1988 di BPPT, pak Darwis akhirnya memasuki masa pensiun pada akhir Mei 2009.
Ntah disuka ataupun tidak karena gaya mengemudinya yang ‘anti disalip’ apalagi dipepet oleh kendaraan lain, namun kehadiran pak Darwis sangat kami nanti-nantikan di tempat pemberhentian bis. Jika bis belum muncul pada detik-detik penjemputan, leher dan kepala kami, para penunggu akan berkali-kali menoleh ke arah kedatangan bis. Kami pasti gelisah, maklum lokasi tempat tinggal kami cukup jauh dari kantor tempat kami bekerja, Serpong ke Thamrin, Jakarta. Selain lokasi yang jauh, ongkos yang harus kami bayarkan dengan naik kendaraan umum juga cukup mahal. Misal, dengan bus Feeder BSD saja, kami harus mengeluarkan ongkos Rp 12.000,- (dua belas ribu rupiah) sekali jalan sampai di Jalan Sudirman, Jakarta, belum lagi kami harus melanjutkan perjalanan ke kantor dengan metromini atau bis kopaja lain untuk bisa tiba di kantor. Ongkos ini jelas jauh dari angka yang kami bayarkan setiap bulan diatas bis 43, hanya Rp 50.000,- (lima puluh ribu) sebulan untuk karyawan dengan golongan IV.
Menjelang masa pensiunnya, pak Darwis yang didampingi seorang istri, Nani Suryani dan dikaruniai 3 orang anak, masih tampak sehat dan mendampingi supir pengganti, pak Yana selama 1 minggu menjelang hari perpisahan dengan pak Darwis. Menjadi seorang supir tentu tidak lepas dari resiko kecelakaan, menurutnya kalau memang itu terjadi maka menjadi tanggung jawab supir dan kantor. Namun jika kejadiannya diluar kedinasan maka sepenuhnya tanggung jawab supir. Jadi, dengan penuh rasa tanggungjawab, pak Darwis tetap mendampingi supir baru mengenal jalur-jalur kunci yang harus ditempuh agar sampai dengan cepat dan selamat di tujuan.
Perpisahan dengan pak Darwis diselenggarakan oleh penumpang bis 43 bersama kordinator bis, pak Sayuti. Acara diselenggarakan di Rumah Makan “Riri” secara sederhana namun meriah, diorganisir dengan rapih oleh pak Asrul. Acara diawali dengan pemotongan tumpeng, yang diserahkan pak Sayuti kepada pak Darwis dan penumpang bis termuda, mbak Tria. Selanjutnya, sambil kami menikmati makanan dan minuman ala Sunda, dilakukan pembagian door prize kepada penumpang yang beruntung. Di akhir acara, pak Darwis memperoleh hadiah sebuah televisi berukuran 21 inch dari sumbangan penumpang bis 43. Pak Darwis juga menyampaikan kata-kata perpisahan dan mengucapkan terimakasih kepada kami semua. Kata-kata perpisahan dari penumpang 43 juga disampaikan oleh beberapa dari kami, diantaranya pak Sadono dan bu Wieke. Terimakasih pak Darwis atas pengabdianmu diatas roda bis 43.
Aku sering berpapasan di dekat perumahan Batan Indah, atau di gerbang pintu masuk perumahan Puspiptek. teman-teman sudah hampir sampai rumah, aku baru melaju dari kantor. Salut dengan kekompakan teman-teman anggota bis 43, berarti ini rombongan yang tepat waktu. sekali lagi salut, dan selamat buat Pak Darwis.
salam kenal……cerita yang menarik mbak
ijin share cerita ini di facebook saya…….
thks
fikri