Kami berangkat menuju Tangkuban Perahu, setelah makan siang di Susu Murni, yang lupa kami foto makanannya (saking laparnya, padahal waktu di Koja sudah makan somay ya). Kami makan siang, nasi timbel, ayam goreng, tahu tempe dan sambal komplit, sosis dan kentang goreng untuk Daniel dan masing-masing segelas susu hangat. Perjalanan dengan perut penuh, membuat kami merasa mengantuk berat, apalagi buat suamiku yang telah berangkat dan menyetir mobil sejak subuh tadi pagi. Pemandangan padahal sangat indah, hamparan kebun teh di kiri kanan jalan dan juga pohon-pohon besar yang menambah suasana mendung, menjadi semakin sejuk.
Aku mengajak suami dan anak-anak untuk mampir ke Wisata Tangkuban Perahu, karena terakhir kami kesana tahun 2001 dan si bungsu Daniel, tentu saja belum pernah kesana. Jadi kenapa tidak mampir untuk melihat-lihat, toh tujuan kami berikutnya adalah Sariater.
Kurang lebih pukul 14.56, kami memasuki pintu gerbang Wisata Tangkuban Perahu. Inilah pintu masuk yang kami ketahui, kami tidak tahu pintu yang lain, karena ternyata pintu keluarnya berbeda dengan pintu masuk. Tampak di kanan kiri jalan ditumbuhi pohon jati yang rindang, udara dingin pegunungan menuju wisata Gunung Tangkuban Perahu berlahan-lahan menusuk ke seluruh tubuh. Tapi ya ampun…jalan yang kami lalui rusak berat, parah dan berbatu-batu, sehingga kalau jendela mobil dibuka, asap dan debu akan mengepul masuk kedalam. Kok bisa ya jalan menuju lokasi wisata rusak dan hancur seperti ini? Untuk apa biaya masuk yang sudah kami bayarkan dan bagaimana perawatan serta pemeliharaan jalan yang mestinya diberikan untuk menjaga kenyamanan wisatawan? Ada beberapa kendaraan sedan yang memutar balik arah kembali. Sedang kami sudah kepalang tanggung rasanya karena tiket masuk sudah kami bayarkan. Untung suamiku masih mau melanjutkan perjalanan, yang akhirnya kami akhiri di area wisata Tangkuban Perahu pukul 03.49…wuih jadi dari pintu gerbang bayar tiket sampai parkir kendaraan, memakan waktu hampir 1 jam. Hari itu, hari Minggu, 19 Juli 2009, memang banyak sekali pengunjung yang datang kesana untuk menikmati keindahan kawah di gunung berapi Tangkuban Perahu. Mereka ada yang menggunakan angkutan umum, mobil pribadi dan kendaraan roda dua. Untuk masuk ke obyek tersebut setiap pengunjung dipungut biaya sebesar Rp 7.500 per orang.
Tangkuban Perahu merupakan gunung berapi yang berlokasi 25 km dari Bandung ke arah Lembang. Berlokasi di antara Desa Sagaleharang dan Desa Cikole, Tangkuban Perahu merupakan tujuan wisata paling populer di Bandung, Jawa Barat.
Apa yang menarik ?
Tangkuban Perahu menawarkan banyak tempat untuk dilihat dan jelajah. Kita dapat menuruni lembah ke kawah, menjelajahi hutan di sekelilingnya atau hanya sekadar menikmati panorama indah kawah Tangkuban Perahu. Pemandu Wisata Wulan menjelaskan, Gunung Tangkuban Perahu ini memiliki banyak kawah. Kawah tersebut letaknya saling berdekatan dan semuanya sudah diberi nama yaitu kawah Ratu, Upas, Baru, Lanang, Ecoma, Juriq, Siluman, Domas, Jarian, dan Pangguyangan Badak. Kawah-kawah itu semuanya mengeluarkan asap belerang yang menguap keluar dari sela-sela bebatuan yang berada di bagian bawah kawah itu.
Namun katanya, dari sekian kawah tersebut yang sering dikunjungi oleh wisatawan adalah Kawah Ratu, Upas dan Domas. Kawah Ratu bentuknya seperti mangkuk raksasa yang besar dan dalam. Jika cuaca cerah di kawah ini pengunjung dapat melihat dinding dan dasar cekungan kawah dengan jelas.
Kawah Ratu merupakan kawah terbesar di gunung ini yang letaknya bersebelahan dengan kawah Upas lebih kurang berjarak 1.500 meter. Kemudian kawah Upas bentuknya cukup dangkal dan datar pada bagian bawahnya sehingga banyak ditumbuhi pepohonan liar di salah satu sisi dasar kawah itu.
Sedangkan kawah Domas bentuknya berupa cekungan yang mengeluarkan sumber air panas. Pada sumber air panas itu para wisatawan dapat memanfaatkannya untuk membasuh badan, karena kandungan belerangnya dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit kulit.
Banyak juga wisatawan memanfaatkan sumber air panas itu untuk merebus telur ayam dengan cara memasukkan telur itu ke dalam genangan air panas selama kurang lebih 10 menit. Setelah 10 menit telur itu akan matang dan sudah dapat dimakan. Aku agak menyangsikan hal ini karena telur kan berpori-pori, apa akibatnya jika kandungan belerang masuk kedalam telur dan kita makan. Ah ga berani mencobanya.
Para pelancong juga dapat menyewa kuda tunggangan khusus untuk menuju lokasi kawah Ratu atau mendaki gunung atau hanya berjalan-jalan di area wisata.
Sedangkan, untuk wisatawan yang ingin berbelanja membeli oleh-oleh sebagai kenang-kenangan untuk dibawa pulang, di lokasi wisata Gunung Tangkuban Perahu banyak pedagang kakilima yang menjual aneka macam permainan anak-anak, boneka, topi, tas, kerajinan dari batu, pernak pernik, alat musik angklung, yang dijual 1 set Rp 300.000,-, batu dan serbuk belerang (obat alternatif penyakit kulit), tanaman bonsai dan baju bermotifkan Gunung Tangkuban Perahu. Yang menyedihkan buat aku, banyak dijual tas dan topi yang terbuat dari bulu kelinci. Herannya sang penjual bangga sekali menjawab bahwa satu topi memakai nyawa 1 ekor kelinci, ketika kutanya betulkah ini asli dari kelinci? Hiks…kasihan yaa…
Cara ke sana ?
Kita dapat menggunakan kendaraan pribadi ke lokasi ini. Kita dapat memulai perjalanan dari Bandung. Pastikan kendaraan dalam kondisi yang baik karena jalanan menuju kawah cukup curam. Atau dapat menggunakan fasilitas kendaraan yang telah disiapkan oleh pengelola setempat.
Udara semakin terasa dingin dan langit mulai gelap, padahal waktu baru menunjukkan pukul 16.21, kami bersiap-siap untuk pulang.
Sumber : www.jalanasik.com dan Pribadi
gak makan sate kelinci kan…?? kasian…
gak makan apa2 disana..cuma foto2 dan naik kuda ajah…kan datang kesana, setelah makan siang di Sumur, jd msh kenyang..lagipula anak2 pada ga suka bau belerangnya…
apakah jalanan menuju tangkuban perahu sudah diperbaiki apa belum. karena saya hendak pergi ke sana tapi takut gara” jalananny rusak.
waduh..sy jg sdh lama tdk kesana, sjk postingan terakhir itu…tapi yang sy tau, ada jalan lain yang dpt digunakan utk msk kesana