Botchan – si rapuh yang menjelma menjadi pemuda berhati suci

Botchan - Natsume Soseki Seperti cerita The Adventures of Huckleberry   Finn, Botchan mengisahkan pemberontakan seorang guru muda terhadap “sistem” di sebuah sekolah desa. Sifat Botchan yang selalu terus terang dan tidak mau berpura-pura sering kali membuat ia mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Cerita yang dituturkan secara humoris ini sangat populer di kalangan tua dan muda di Jepang, dan barangkali merupakan novel klasik yang paling banyak dibaca di Jepang modern.

Botchan merupakan novel klasik kedua karya penulis legendaris Jepang, Natsume Soseki, setelah novel pertamanya yang berjudul Aku Seekor Kucing-Wagahai wa Neko de Are (I am a Cat), diterbitkan pada tahun 1905. Novel ini merupakan novel klasik yang paling banyak dibaca di Jepang modern. Tak heran jika Gramedia melirik buku ini untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tapi aku juga belum pernah menikmati novel pertama Natsume. Penemuan judul buku ini terjadi secara tidak sengaja dan begitu membaca resensi buku ini yang mengambil setting lokasi di Jepang, aku langsung bersemangat untuk membeli dan membacanya.

Sebelum kita membahas cerita Botchan, aku ingin mengupas sedikit tentang penulis klasik Jepang ini, seperti yang dituturkan pada kata pengantar buku ini. Pengantar di buku ini, juga ditulis oleh si penerjemah buku ini dari bahasa Jepang ke bahasa Inggris, Alan Turney. Natsume Kinnosuke lahir pada tahun 1867. Di masa itu sedang terjadi restorasi budaya dimana Jepang membuka diri terhadap budaya barat, yang dikenal dengan restorasi Meiji. Ia memulai karier dalam dunia sastra pada umur 14 tahun, tahun 1881 itu ia belajar sastra China di sekolahnya. Akhirnya pada tahun 1890 ia masuk Departemen Sastra Inggris Tokyo Imperial University.

Soseki sempat belajar Sastra Inggris di London 10 tahun kemudian, namun sangat kecewa dengan perkembangan sastra Inggris. Setelah lulus kuliah tahun 1895 Soseki menjadi guru bahasa Inggris di sekolah menengah Matsyuyama. Nah, dari sinilah kisah Botchan bermula. Botchan merupakan kata panggilan sopan untuk anak laki-laki di Jepang, terutama kanak-kanak dari keluarga terpandang yang artinya kira-kira tuan muda. Biasanya ditujukan pada anak yang agak manja.

Botchan dianggap sangat nakal oleh keluarganya. Setelah ibu Botchan meninggal muda, ia tinggal bersama ayah dan kakaknya, dibantu seorang pelayan tua bernama Kiyo. Ketika semua orang menganggapnya anak nakal, Kiyo lah yang selalu memberi perhatian lebih pada Botchan dengan mengatakan bahwa ia anak yang baik. Sikap Kiyo ini membuat Botchan bingung. Setelah kematian ayahnya Botchan akhirnya berpisah dengan kakak kandungnya dan belajar mandiri. Kiyo terpaksa tinggal di rumah kerabatnya. Meskipun Kiyo acapkali meminta Botchan mengajak ia tinggal bersama jika ia menikah dan berkeluarga.

Botchan masih menyempatkan diri menghubungi Kiyo ketika di masa kuliah hingga ia mendapat tawaran bekerja sebagai guru dan ia harus tinggal di pedesaan. Dialog-dialog haru menyempil di antara halaman-halaman buku ini. Sebuah gaya penulisan deskriptif yang sangat menarik. Kita seperti dibawa ke masa lalu, di tempat Botchan dan Kiyo berinteraksi.

Setelah meninggalkan Tokyo kehidupan Botchan beradaptasi dengan lingkungan pedesaan tempat ia mengajar. Tentu saja kesahajaan kehidupan ala Jepang zaman dulu ini menarik sekali untuk disimak. Aku sampai membaca bagian perayaan Jepang menang melawan China dua kali, karena begitu uniknya kehidupan negara Jepang. Soseki mengajari pembacanya tentang beragam tradisi masyarakat Jepang di masa itu. Sebuah suguhan yang unik dan menarik bagi siapa saja yang ingin mengetahui sejarah dan tradisi masyarakat Jepang awal tahun 1900-an.

Semua kehidupan yang dialami Botchan di perantauan ia beritakan kepada Kiyo melalui surat. Dan Kiyo tetap menasehatinya dengan kasih akung dan perhatian yang sama persis ketika Botchan kecil. Dialog-dialog dalam surat-surat yang penuh harapan dan nasehat itu sungguh menyentuh dan penuh haru.

Aku melihat kisah Botchan ini hampir sama dengan karya Andrea Hirata yang difilmkan dari bukunya Laskar Pelangi. Botchan juga melukiskan semangat guru untuk mengajar di pedalaman, semangat untuk membuat anak-anak di tempat yang jauh dari modernisasi menjadi anak yang pandai, bukan saja berilmu tapi juga menjadi lebih beradab. Guru yang mengajar dengan hati nurani, walau keras dalam mendisiplin anak didiknya. Masih adakah guru seperti ini di jaman modern saat ini, mungkin ada, tapi tidak banyak. Tidak semua orang berpredikat guru, apalagi yang bukan guru, mempunyai hati untuk jauh datang ke pelosok, memberikan pengajaran kepada orang-orang di tempat yang tak tersentuh teknologi dan jauh dari hiruk pikuk keramaian kota.

Botchan juga membuat kita untuk tetap mengenang dan berbakti kepada orang yang pernah membesarkannya yaitu Kiyo, walaupun Kiyo bukanlah ibu kandungnya. Namun kasih dan semangat yang selalu ditumbuhkan seorang Kiyo membuat Botchan menjadi anak yang percaya diri dan berhati baja. Botchan bukan bertumbuh menjadi anak muda yang seratus persen sempurna, akibat kehidupannya di masa kecil, namun Kiyo berhasil menguatkan hati Botchan melalui kata-kata Kiyo yang tak pernah meremehkan Botchan, diantara ocehan ayah dan kakaknya.

Lalu bagaimana akhir buku ini? Akankah Kiyo tinggal bersama Botchan? Bagaimana Botchan menjalani kehidupan tanpa pelayan tua tersebut? Buku ini mengingatkan kita akan arti kasih akung. Sosok pelayan tua itu mengajarkan aku melihat tali kasih akung dengan cara yang tak biasa. Natsume Soseki berhasil membuat aku penasaran menunggu akhir buku ini.

Selamat menikmati buku ini, banyak hal yang kurasa bisa kuperoleh dari buku mungil ini.


4 thoughts on “Botchan – si rapuh yang menjelma menjadi pemuda berhati suci

  1. wow…hebat jeng! Aku belum pernah baca buku ini, meskipun ada di rak buku punya suamiku. Membaca dalam bahasa Indonesia saja skr sulit, apalagi dalam bahasa Jepang. Dan aku juga sudah membeli versi bahasa Indonesianya wkt liburan kemarin itu sih. Tapi dia berada pada urutan paling akhir dalam list “must-read” aku.

    Oh ya Jeng, kamu ikutan goodread.com aja… bisa baca review buku-buku keren di situ. Aku ikutan sejak juli lalu, tapi emang aku jarang update sih heheheh

    EM

  2. iya aku baca buku ini, tentu versi Indonesianya. Aku rasanya sdh ikutan Goodread deh, tp jarang mampir kesana, hbis kebanyakan bukunya dlm bhs inggris, hehe…rada lama kan bacanya, pdhal pengen baca, yg cepet, ringan n ga bikin pusying..

    aku suka buku atau novel dari pengarang jepang atau apapun yg menggunakan setting jepang, korea atau asia deh..nah kalo kamu ada saran atau masukan buku apa yg bagus utk aku baca, kasi tau ya

    salam,
    DL

  3. aku baru saja selesai baca Botchan, namun merasa ketinggalan ternyata sudah lama yah di terbitkannya.

    Baru ngeh dari awal mpe akhir tidak disebutkan nama aslinya.

    Baru ngeh jg tema novel ini sama dengan Toto Chan dan Laskar Pelanginya Andrea Hirata.

    o iya karakter tokoh Botchan ini hampir sama dengan karakter diriku, makanya aku bisa merasakan apa yg Botchan rasakan.

    ———————————————

    mampir PERTAMINA

  4. terimakasih sdh mampir ke blog ku…hahaha iya, bagus ceritanya…aku menangkap anak senakal apapun, jika terus dipuji dan dimotivasi, pasti akan terjadi perubahan pada dirinya

Comments are closed.