Tirta Empul, Tampak Siring, Bali

Terakhir  aku datang ke Pura ini pada tahun 2003, Pura sedang mengalami renovasi, jadi aku kurang leluasa menikmati ketenangan dan keindahan Pura ini. Sekarang, aku kesana dan keindahan dari keheningan itu amat sangat terasa di jiwa ku. Pura semakin indah dengan kolam yang dipenuhi dengan ikan mas koi berbagai ukuran, dengan warna warni yang sangat indah. Sayang aku tak bisa berlama-lama disana, karena perjalanan harus kulanjutkan lagi. Tirta Empul tetap indah dan nyaman di hati, sebuah tempat untuk menenangkan hati dan pikiran, didukung dengan halaman, pelataran parkir dan area belanja yang bersih, bersih dari debu dan sampah.

Tirta Empul terletak di desa Tampak Siring, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, sekitar 39 km ke arah timur kota Denpasar. Lokasi tersebut merupakan lembah, dikelilingi daerah yang lebih tinggi dan di sebelah baratnya terletak Istana Presiden Republik Indonesia.

Nama Tirtha Empul termuat dalam sebuah prasasti yang pada saat ini disimpan di Pura Sakenan, desa Manukaya, kecamatan Tampaksiring, sekitar 3 km dari Pura Tirta Empul. Dalam prasasti ini, Tirtha Empul dinamakan “Tirtha ri air hampul”, lama kelamaan menjadi Tirtha Hampul dan akhirnya menjadi “Tirta Empul”. Tirtha ri air hampul maksudnya adalah “patirthan yang airnya mengepul atau kolam suci yang airnya mengepul”.

Mata air tersebut kemudian pada tahun 960 M (882 Caka) ditata menjadi / sebagai kolam yang disucikan oleh raja “Indrajayasinghawarmadewa” dengan nama “Tirtha ri air hampul”. Data tersebut dimuat dalam prasasti di Pura Sakenan seperti tersebut diatas. Selain data efigrafi tersebut diatas, di Pura Tirtha Empul ditemukan pula peninggalan arkeologi sebagai berikut :

  1. Lingga yoni, terletak di halaman II, diatas sebuah altar di balik tembok (aling-aling) dari gapura yang menghadap ke sebelah barat.
  2. Arca Singa, yang telah aus/rapuh di bagian mukanya sehingga sulit dikenali. Dalam mithologi Hindu, singa adalah kendaraan Dewi Durga.
  3. Tepasana, adalah bangunan yang pada saat awalnya (dahulunya) hanya berupa teras. Bentuk bangunan yang ada sekarang merupakan hasil pemugaran / direstorasi pada tahun 1967 M. Tanda selesai dilakukan pemugarandengan mengunakan tahun Caka dalam bentuk rangkaian relief yang disebut Candrasangkala / kronogram yang terdiri dari relief matahari nilainya 1, gajah nilainya 8, naga nilainya 8, candi bentar nilainya 9. Bila dirangkai nilainya menjadi 1889 Caka atau 1967 M.
  4. Kolam Tirtha Empul, mata airnya mengepul sendiri dari tanah, lokasinya terletak di paling bawah pada kawasan dataran rendah yang dikelilingi oleh dataran yang jauh lebih tinggi yang berada di sekitarnya. Pada tahun 960 M, mata air yang mengepul dari dalam tanah ini dibangun / diperluas oleh raja “Indrajaya Singawarmadewa.

Kolam suci yang debit airnya cukup besar dengan ukuran sekitar 15 x 50 meter ini kemudian dialirkan ke arah hilir melalui pancuran-pancuran yang airnya digunakan sebagai ‘tirtha‘ dalam upacara ritual atau dalam berbagai upacara. Pancuran yang terdapat sekarang telah mengalami perubahan / perbaikan, karena tulisan yang dipahatkan dalam beberapa pancuran sebagai petunjuk pemanfaatannya mengunakan tulisan huruf Bali baru. Pancuran-pancuran yang terdapat sekarang dikelompokan menjadi 2:

  1. Kelompok 5 pancuran, terletak paling timur, oleh masyarakat sekitar sangat disucikan, karena itu dikelilingi oleh tembok pembatas dan di tengah kolam terdapat tempat suci. Air yang dianggap suci ini digunaan sebagai tirtha untuk upacara agama.
  2. Kelompok 8 pancuran, terletak di sebelah barat kelompok 5 pancuran. Kelompok pancuran yang berjumlah 8 ini disekat menjadi 2 bagian yang terdiri dari 5 pancuran diantaranya ada yang berfungsi sebagai pengleburan gering, yang artinya menghilangkan beragam penyakit dan 3 pancuran (di sebelah barat) diantaranya ada yang berfungsi sebagai tirtha yang berkaitan dengan sumpah. Klam pada pancuran 8 tersebut juga dipakai sebagai penyucian diri secara ritual bagi lagi-laki.
  3. Kelompok 13 pancuran, terletak paling barat menghadap ke selatan. Kolam dari 13 pancuran ini antara lain berfungsi untuk pengeleburan dasa mala yaitu melebur berbagai jenis dosa dan sebagai tirtha pembersihan dan tirtha pangentas yaitu tirtha untuk menyucikan rohani bagi orang yang telah meninggal. Selain itu juga digunakan oleh perempuan untuk penyucian diri dengan ritual tertentu.
  4. Kelompok 5 pancuran, menghadap ke barat berfungsi untuk pancuran ‘pengelebur maklum bawah’, air suci yang bersifat membersihkan serta menyucikan wanita yang belum haid pada masanya.

Karena obyek wisata ini sangat disucikan oleh masyarakat, bagi pengunjung yang sedang cuntaka tidak diperkenankan masuk ke areal suci.