Menyambung cerita sebelumnya, kali ini aku bercerita mengenai kunjungan kami ke Kraton Kasepuhan. Kraton Kasepuhan ini berada di tengah kota Cirebon. Sangat mudah untuk mencapai kraton ini, tepatnya berada di Jl Kraton Kasepuhan No. 43. Mungkin karena begitu dekatnya dengan pusat kota, warga Cirebon sendiri banyak yang belum pernah masuk ke kraton ini. Kawasan ini juga sangat sejuk sekali dengan pohon-pohon besarnya yang sangat rindang, di tengah kota Cirebon yang panas.
Tiket masuknya (thn 2010) sebesar Rp 2.000 per orang, tertulis dalam tiketnya Pelajar. Sedangkan untuk tiket parkirnya sebesar Rp 5000 per kendaraan. Memasuki kawasan, kita akan ditemani oleh pemandu wisata yang berpakaian tradisional yang pada umumnya masih merupakan keluarga abdi dalem kraton. Kraton ini memiliki pagar dan gapura yang terbuat dari susunan bata merah, dan konon direkatkan tanpa menggunakan semen sama sekali. Dalam kraton ini terdapat nuansa asimilasi antara budaya Jawa, Sunda bahkan Cina dan Eropa. Di halaman kraton terdapat patung 2 ekor macan putih. Dalam areal kraton juga terdapat Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Ada tiga kraton di Cirebon, yaitu Kraton Kasepuhan, yang aku kunjungi ini, kemudian Kraton Kanoman dan Kraton Kacirebonan. Namun dari ketiga kraton yang ada di Cirebon (Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan), kraton Kasepuhan nampaknya terlihat yang paling terawat Ketiga kraton ini mempunyai ciri yang sama yaitu Ciri pertama, bangunan keraton selalu menghadap ke utara. Di sebelah timur keraton selalu ada masjid. Setiap keraton selalu menyediakan alun-alun sebagai tempat rakyat berkumpul dan pasar. Di taman setiap keraton selalu ada patung macan sebagai perlambang dari Prabu Siliwangi, tokoh sentral terbentuknya Cirebon. Satu lagi yang menjadi ciri utama adalah piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon.
Kelusuhan yang tampak di Keraton Kacirebonan barangkali memang merupakan konsekuensi sejarah. Namun, kesuraman itu tak tampak di Keraton Kasepuhan. Dari ketiga keraton yang ada di Cirebon, Kasepuhan adalah keraton yang paling terawat, paling megah, dan paling bermakna dalam. Tembok yang mengelilingi keraton terbuat dari bata merah khas arsitektur Jawa. Keraton Kasepuhan yang dibangun sekitar tahun 1529 sebagai perluasan dari Keraton tertua di Cirebon, Pakungwati, yang dibangun oleh Pangeran Cakrabuana, pendiri Cirebon pada 1445. Keraton Pakungwati terletak di belakang Keraton Kasepuhan. Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang ada dalam kompleks Keraton Kasepuhan begitu indah. Masjid Agung itu berdiri pada tahun 1549. Keraton ini juga memiliki kereta yang dikeramatkan, Kereta Singa Barong. Pada tahun 1942, kereta ini tidak boleh dipergunakan lagi, dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.
Penguasa pertama di Keraton Kasepuhan adalah Syech Syarief Hidayattulah. Syarief Hidayattulah dikenal juga dengan Sunan Gunung Jati. Dari tokoh inilah, kisah tentang daerah bernama Cirebon itu bergulir.
Di dalam museum yang berada di Utara kraton terdapat benda-benda peninggalan kerajaan seperti peralatan perang, meriam dan kereta kencana yang digunakan saat berperang. Kereta ini disebut Kereta Singa Barong, berkepala gajah yang belalainya memegang trisula (pengaruh Hindu), bersayap garuda (pengaruh Islam) dan berekor naga (pengaruh Cina). Kereta ini sudah memiliki teknologi shockbreaker dan juga memiliki mekanik untuk mengepakkan sayapnya. Namun kereta ini sejak 1942 sudah tidak difungsikan lagi dan hanya keluar untuk ‘dimandikan’ setiap tanggal 1 Syawal. Sayang kondisi tempat ini kurang terlalu terawat, padahal barang di dalamnya sudah berusia ratusan tahun. Sedangkan di museum di bagian Selatan Kraton terdapat perhiasan, pernak-pernik, piring, dan perlengkapan kraton yang digunakan saat jaman Sunan Gunung Jati.
Terlihat banyak sekali pengaruh budaya Islam di dalam ornamen2 kraton. Namun di kraton ini juga banyak terdapat porselain2 Cina juga lampu hias dari Eropa dan juga keramik2 yang melukiskan gambar2 tentang tokoh dalam Alkitab. Ada juga sebuah lukisan Prabu Siliwangi bersama seekor macan, dimana dalam lukisan ini sorotan mata Prabu maupun macan akan mengikuti kita dimanapun posisi kita berada. Hhmm… penasaran ? Silahkan Anda coba sendiri.
Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506, beliau bersemayam di dalem Agung Pakungwati Cirebon.Keraton Kasepuhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Dan sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Putri itu cantik rupawan berbudi luhur dan bertubuh kokoh serta dapat mendampingi suami, baik dalam bidang Islamiyah, pembina negara maupun sebagai pengayom yang menyayangi rakyatnya. Ahkirnya beliau pada tahun 1549 wafat dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua, dari pengorbanan tersebut akhirnya nama beliau diabadikan dan dimulyakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.
SILSILAH SULTAN KASEPUHAN CIREBON 1. Pangeran Pasarean 2. Pangeran di Jati Carbon 3. Panembahan Ratu 4. Pangeran di Jati Carbon 5. Panembahan Girilaya 6. Sultan Raja Syamsudin 7. Sultan Raja Tajularipin Jamaludin 8. Sultan Sejuh Raja Jaenudin 9. Sultan Sepuh Raja Suna Moh Jaenudin 10. Sultan Sejuh Safidin Matangaji 11. Sultan Sejuh Hasanudin 12. Sultan Sepuh I 13. Sultan Sejuh Raja Samsudin I 14. Sultan Sejuh Raja Samsudin II 15. Sultan Sepuh Raja Ningrat 16. Sultan Sepuh Jamaludin Aluda 17. Sultan Sejuh Raja Rajaningrat 18. Sultan Pangeran Raja Adipati H. Maulana Pakuningrat, SH 19. Sultan Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat
Secara keseluruhan kraton ini cukup layak dikunjungi, karena letaknya yang mudah dicapai serta tiket masuk yang terjangkau, pemandu wisata pun cukup detail memberikan penjelasan. Kraton Kasepuhan buka dari jam 8.00 -16.00 untuk hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis & Sabtu, untuk hari Jumat dari jam 7.00-11.00, lalu ditutup untuk sembahyang Jumat, lalu dibuka kembali pukul 14.00-16.00 sedangkan untuk hari Minggu/Libur dari jam 8.00 – 17.00.
Namun, maaf, yang membuat kami sedikit tidak nyaman, ketika pemandu wisata menetapkan tarip untuk jasanya, padahal kami tidak meminta beliau untuk memandu kami, itu yang pertama. Yang kedua, pada saat beliau memandu, beliau memandu 2 atau 3 keluarga, jadi kami banyak berjalan sendiri juga. Agak tidak enak jadinya meninggalkan tempat itu. Pemandu tadi seperti tidak ikhlas menerima pemberian kami, padahal saat kami konfirmasikan ke kantor, tempat kami membeli tiket tadi, tidak ada penetapan tarip seperti itu. Belum lagi, petugas kebersihan yang berada di sekitar benda pusaka, meminta-minta uang untuk biaya kebersihan, apa pula ini? Sayang sekali..sungguh disayangkan, ini terjadi di tempat berlevel ‘kraton’, tempat tinggal raja.
Wah asyik ya jalan-jalan…
Memang agak kurang menyenangkan kalau pemberian diberikan dengan terpaksa dan dipatok pula. Hanya kita perlu maklum juga bahwa mereka sebagai abdi dalem terkadang boleh dikata tidak menerima gaji. Tentu saja kesan ke pengunjung yang kurang baik. Keraton maupun museum memang memerlukan pendekatan profesional dalam eksistensinya sebagai obyek wisata. Bagaimanapun citra bangsa ada di sana…
ya, bener2 mengecewakan.
sekedar berbagi cerita…
dulu ibu sy pernah mau nyekar ke kasepuhan cirebon, karena embah sy katanya dimakamkan disana. tapi begitu mau masuk ke area pemakaman dicegah petugas loket katanya suruh bayar 1jt. alhasil ibu sy yg jauh2 dateng dari tangerang penuh kecewa gak bisa mengunjungi makam embah.
yg jadi pertanyaan apa gak brdosa menghalangi niat untuk menyekar keluarga kita sendiri??