Ada tiga kata yang bila disatukan akan menjadi sesuatu yang ajaib, tentu saja bila diucapkan secara tulus dari dalam hati. Apakah kata itu? Kata itu adalah kata Tolong, Maaf dan Terimakasih. Betulkah begitu? Betulkah jika ketiganya diucapkan akan menghasilkan sesuatu yang ajaib? Betul. Mari kita lihat.
Ketiga kata yang bermakna dalam dan menghasilkan sesuatu yang ajaib itu, sudah bisa kita pastikan bermakna santun dan memperhatikan perasaan dan kepedulian pada orang lain yang kita ajak bicara. Dengan demikian, tentu, sebagai orangtua dan terutama sebagai seorang Ibu, kita tentu menginginkan anak-anak kita mengerti, memahami dan dapat mempraktekkannya dalam bertuturkata dan bergaul dengan orang lain. Anak-anak dapat mengucapkan kata “tolong”, bila mereka memerlukan bantuan orang lain, misal kepada mama, papa, nenek, kakek, teman atau pembantu sekalipun. Alangkah indahnya, jika kita mendengar anak kita berbicara seperti ini “Mbak, tolong ambilkan bukuku di kamar atas dong”, pilihan kata yang diucapkan dengan intonasi dan tempo sedang. Daripada si anak berbicara dengan nada memerintah, “Mbak, ambil bukuku, bawa kesini !”, tentu kita akan sedih dan malu mendengarnya. Dan yang disuruh atau diajak berbicara pun akan merasa sedih atau terluka hatinya, sudah diperintah, dibentak pula.
Kata “maaf” ini juga lebih sukar lagi diungkapkan, apabila memang tidak pernah diajarkan atau dibiasakan. Misal, anak jelas melakukan kesalahan, bermain bola sehingga menjatuhkan gelas atau piring, seharusnya anak diberi penjelasan bahwa jatuhnya gelas akibat ia bermain bola di dalam rumah, yang sudah menyalahi aturan yang berlaku, maka ia wajib meminta maaf. Demikian pula, jika ia bermain dan mendorong teman sehingga jatuh dan menangis. Anak harus diajarkan untuk menolong temannya yang terjatuh, sambil meminta maaf atas ketidaksengajaan itu, “Maaf ya, aku ga sengaja”. Namun, apa sih sekarang yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini? Jangankan minta maaf, sudah melakukan kesalahan, malah balik memaki dan menyalahkan orang lain.
Satu kata yang terakhir, yang mesti kita ajarkan pada anak-anak sejak dini adalah kata-kata “terimakasih”. Kata “terimakasih” tidak hanya selalu diucapkan pada saat kita menerima sesuatu yang kita sukai dari sesorang. Pesan yang mau disampaikan, pertama “tidak selalu berupa sesuatu barang”, jadi bisa dalam bentuk bantuan, perhatian ataupun ucapan. Misal teman membantu membawa tas makan anak kita, maka anak sebaiknya mengucapkan “terimakasih ya, kamu sudah bantu aku”. Pesan yang kedua, kata-kata ini tidak selalu hanya diucapkan jika kita menerima “sesuatu yang kita sukai saja”, tapi apapun yang kita terima dari orang lain, wajiblah kita berterimakasih. Misal, suatu hari, keluarga kami dikirimi makanan dari kampung, anak saya bilang, “apa tuh ma, aku ga suka”, apapun itu kita wajib menghargai pemberian orang lain, karena untuk membawakan itu, pasti orang tersebut sudah membelinya, seandainya ia tidak membelinya, kita perlu menghargai usahanya dalam membuat makanan itu dan membawakannya sampai ke rumah kami.
Ketiga kata ini tidak hanya sebaiknya diajarkan sejak dini kepada anak-anak, tapi buat kita, orang dewasa yang sudah pernah belajar kata-kata ini waktu kita kecil dulu, juga mempraktekkannya dalam kehidupan kita sehari-hari saat ini, dimanapun kita berada, ntah kita sebagai ibu rumahtangga, pekerja di kantor, atasan, pesuruh, tukang sapu, komisaris, hamba Tuhan, ataupun apapun profesi kita saat ini. Kadang hal kecil yang dianggap remeh ini, sering kita lupakan, padahal memberi dampak yang sangat luar biasa. Apa sulitnya bagi kita untuk mengucapkan ketiga kata itu kepada bawahan kita, kepada satpam yang membukakan kita pintu, kepada pesuruh yang mengantarkan kita minum setiap hari, pada supir angkot yang kita tumpangi angkotnya. Cobalah, lakukanlah, ucapkan ketiga kata itu, jika itu tidak langsung berdampak pada kita, pasti berdampak pada orang lain, orang yang ada di hadapan kita, yang kita ajak bicara.
Aku, sebagai seorang ibu dari tiga anak, selalu mengajarkan kepada anakku untuk menempatkan diri sebagai orang lain. Maksudku begini, kalau mereka berkata tidak sopan pada orang lain, aku selalu bertanya, “mau ga kamu dikatain seperti itu?” atau, “mau ga kamu diperlakukan seperti itu?”. Kalau kita tidak mau, jangan berbuat semaunya kepada orang lain. Secara positif, bisa dikatakan, kalau kamu ingin orang lain berbuat baik kepada kamu, tentu kamu juga harus berbuat baik kepada orang lain. Tentu enak bukan, kalau ada yang bilang pada mu, “tolong dong ambilkan saya buku itu” daripada kalimat perintah lain, tanpa kata “tolong”.
Gambar dari Mr Google
(bersambung)
Bagus sekali Jeng. Terus menulis untuk memberi inspirasi orang lain ya. Aku juga ajar menulis..silahkan tengok tulisanku di http://www.asis.org/bulletin.html
Salam
Anton Birowo
haha iya, baru setahun ini punya blog, berkat Imelda Mayashita, temen SMA yang sekarang tinggal di Jepang. Niatnya sederhana, supaya apa yg aku tulis bisa dibaca anak-anak suatu saat nanti kelak. Baca juga tulisan yg lain ya, aku nulis tentang catatan perjalanan dan adat istiadat juga.
ada webku yg masih dibangun sm Imelda, di http://www.laraswati.com. iya nanti aku mampir ke blog mu.
trims ya sdh mampir
adjeng
Ton…webmu ilmiah…minder aku, heh.
adjeng
Pingback: Twilight Express » Blog Archive » Mohon Maaf