Eat, Pray and Love (2) : Pandangan mengenai Kebahagiaan

Pada tulisan sebelumnya, aku menuliskan mengenai isi resensi buku Makan Doa Cinta yang merupakan terjemahan dari buku laris di tahun 2010 yang berjudul Eat Pray Love. Namun, pada tulisan kali ini, aku mencoba memberi tanggapan mengenai pandangan yang ditulis dalam buku ini tentang Kebahagiaan.

Kebahagiaan yang dituliskan pada bagian keempat dari buku ini, yaitu pada saat penulis yang sekaligus tokoh dalam cerita ini mencari Cinta di Indonesia (tepatnya Bali). Pada halaman 290 buku versi Bahasa Indonesia, dituliskan sebagai berikut

…..Kebahagiaan merupakan konsekuensi dari usaha pribadi. Kita berjuang untuk itu, mengusahakan dan kadang-kadang bahkan melakukan perjalanan keliling dunia untuk mencari kebahagiaan itu…..

Banyak orang mendefinisikan mengenai Kebahagiaan, yang tentu kadang tidak lepas dari pemahaman tingkat spiritual seseorang apapun agamanya. Orang bisa mendefinisikan bahwa kebahagiaan adalah sebuah pilihan hidup,kebahagiaan adalah limpahan karunia ilahi, bukan hasil usaha semata, kebahagiaan adalah sebuah cara, dan bukan sebuah cari, kebahagiaan adalah bagaimana kita menyikapi hidup terhadap apa yang kita terima dan mensyukurinya, kebahagiaan adalah buah kesabaran, kebahagiaan adalah kesetiaan hidup, dan seterusnya.

Ada beribu-ribu kata yang akan dapat mendefinisikan apa itu arti dari kebahagiaan, yang sesungguhnya selalu dicari oleh setiap orang. Tak ada seorangpun yang mencari lawan dari kebahagiaan atau biasa disebut dengan penderitaan. tapi apakah betul kebahagiaan itu mesti dicari atau diusahakan seperti yang dikatakan penulis buku ini. Ya bisa iya, bisa juga tidak. Namun, menurut pendapatku pribadi, kebahagiaan itu ada disini, tepat disini, di hati, di jiwa dan di raga kita, tidak ada dimana-mana, tapi ya disini, didalam diri kita.

Ukuran kebahagiaan seseorang itu sungguh relatif, dan karena kata bahagia itu merupakan kata sifat yang berkaitan dengan perasaan, maka semua itu tergantung pada orientasi hidup seseorang. Apakah orang bisa berbahagia dalam keadaan tidak punya uang ataupun pekerjaan ? ya bisa saja, karena bukan kebahagiaan duniawi yang sesungguhnya dicari tapi karena orientasi hidup adalah hidup berkenan kepada Tuhan Allah, yang kita sembah, dimana Tuhan mengajarkan kepada kita untuk menanggalkan kesenangan perut, kesenangan duniawi dan pujian manusia. Orang bisa saja tetap mengalami kesusahan dan kesulitan, namun ia bahagia karena mampu melihat bahwa ini adalah bagian dari rencana Tuhan dalam hidupnya. Sebaliknya, seseorang bisa mempunyai banyak uang, hidup mapan, seperti yang diceritakan dalam buku ini, namun tidak merasa bahagia karena memang bukan itu orientasi hidupnya, sehingga penulis mencari kebahagiaan itu dimana-mana.

Kebahagiaan tidak diukur dari apa yang diperoleh, yang tampak secara duniawi, tapi lebih kepada bagaimana kita meneladani ajaran-ajaran Tuhan dan mengimplementasikannya dalam kehidupan kita, segala sesuatunya akan kembali kepada diri kita sendiri, seperti definisi-definisi diatas. Akhir kata, jika kita memiliki semangat dan motivasi yang tulus dan murni, kasih terhadap sesama dan kesetiaan pada panggilan-Nya maka kita akan dituntun pada kebahagiaan sejati, yang tidak dapat digantikan dengan materi, kesenangan duniawi, dan pujian.


 


2 thoughts on “Eat, Pray and Love (2) : Pandangan mengenai Kebahagiaan

Comments are closed.