Liburan di Pangalengan kali ini, kami berkesempatan untuk masuk kedalam Pabrik Teh di Perkebunan Malabar. Setelah masuk melalui pos satpam untuk pendaftaran, kami diantar seorang ibu karyawati pabrik tersebut.
Kami melihat proses produksi, mulai dari teh yang baru dipetik, masuk kedalam proses pelayuan, pengeringan, pemotongan, sortir dan pengepakan. Sebuah pengalaman yang baru buat aku dan anak-anak.
Masuk kedalam Pabrik ini, kami memberi sedikit tip untuk Kepala Pabrik dan karyawati yang menemani kami berkeliling. Produk dari Pabrik ini adalah Teh merk Walini, yang sudah ada di supermarket di Indonesia.
Mengapa Bosscha bisa melakukan CSR (corporate social responsibility) ? Jawabnya ada di pabrik teh ini – komoditi teh hijau dan teh hitam yang diekspor itu ternyata mahal, sedangkan teh yang dikonsumsi di dalam negeri itu sebenarnya hanya ampas teh saja. Belum lagi hasil dari perkebunan kina saat malaria masih merajalela di seluruh dunia dan juga hasil dari tambang emas di Cibaliung (kompleks Malabar)
Sejak dulu, pabrik teh ini memproduksi teh hijau dan teh hitam.
Disamping teh hijau, juga terdapat 2 jenis pengolahan teh hitam yaitu Orthodox dan CTC. Adapun jenis teh Orthodox dan CTC yang diproduksi saat ini oleh PTPN VIII dikemas sebagai TEH WALINI.Proses pengolahan teh ini masih menggunakan cara-cara tradisional yang sudah dipraktekkan oleh Bosscha sejak satu abad yang lalu. Misalnya pelayuan daun teh hanya menggunakan blower udara kering (agar kandungan tehnya tidak rusak), lalu proses pengeringannya masih menggunakan tungku kayu (agar harum bau teh tidak berubah. Wangi aroma teh akan berubah bila digunakan tungku BBM), dll
Proses pembuatan teh :
– Pucuk daun dipetik saat pagi hari dan sore hari, untuk memperoleh daun segar
– Pucuk daun kemudian dilayukan dengan hembusan udara kering menggunakan blower (bandingkan dengan pakaian basah yang dikipasi, pasti cepat kering) – bila pengeringan dengan panas atau suhu tinggi, maka aroma teh akan berubah
– Pucuk daun yang sudah layu ini kemudian dikeringkan dengan menggunakan tungku kayu, agar baru dan cita rasa teh tidak berubah
– Pucuk daun kering ini kemudian diayak (tanpa ditumbuk untuk menghindari kerusakan komposisi teh) – proses pengayakan menggunakan sistim mekanis dengan memanfaatkan gaya sentrifugal sehingga pucuk daun kering itu akan hancur secara alami
– Ayakan (alat pengayak) itu mempunyai saringan dengan ukuran 1,2,3 dan 4 yang selanjutnya diproses menjadi 18 jenis teh kualitas ekspor– Ampasnya dipakai untuk produk lokal
– Kemudian pucuk daun kering yang sudah diayak ini kemudian difermentasi (dibiarkan selama kurang lebih 1 jam tanpa boleh kena sinar matahari). Oleh sebab itu, atap pabrik itu menggunakan seng, untuk memperoleh panas bagi fermentasi tanpa menggunakan sinar matahari. Sinar matahari akan merusak tekstur dari teh.
– Setelah difermentasi, pucuk daun kering yang sudah diayak ini kemudian dikeringkan dalam ketel bersuhu 100 *C dengan tungku kayu selama 23 menit. Kenapa pakai kayu bakar? Karena aroma dan cita rasa teh harus dijaga dan tidak boleh berubah
– Proses terakhir, teh ini dipisahkan dengan menggunakan blower ; teh yang berasal dari daun tua (lebih ringan) akan jatuh lebih dulu, lalu dipisahkan dan teh yang berasal dari daun muda (lebih berat) akan jatuh belakangan – jadi pemisahan kualitasnya dilakukan secara mekanis (bukan dengan zat kimia)
JADI BELAJAR TENTANG TEH AKAN MENGANTAR KITA MENGHAYATI MAKNA DAN ARTI DARI PERKEBUNAN TEH.
Ternyata proses pembuatan teh ini hanya mengandalkan proses fisika (proses mekanis saja), disamping hemat energi, juga menghindarkan pemakaian bahan-bahan kimia yang akan merusak aroma dan cita rasa teh, sungguh hebat penguasaan sains Bosscha.
sumber dari Wikimu
mksih y dah ckup mmbantu tgas sya,.. 🙂
tugas apa ya ? syukurlah brmanfaat…dan terimakasih sdh mampir ke blog sy