Tak seorangpun dari kita mengetahui bagaimana cara Tuhan memanggil kita kembali pulang ke rumah NYA. Siang ini, aku baru pulang dari Acara Penghiburan atas meninggalnya orang tua (ibu) dari suami ipar (eda) ku. Dalam acara tersebut, aku dan kami semua yang hadir, mendengarkan kesaksian bagaimana beliau yang meninggal ini hidup dalam kesehariannya, baik di lingkungan keluarga, anak cucu dan menantu, di lingkungan gereja dan tetangga. Beliau meninggal pada usia 96 tahun dan sampai detik terakhir beliau meninggal, beliau berada diantara 4 dari 5 anaknya, memanggil mereka satu per satu, mencium, memeluk, mengusap pipi dan kepala serta berdoa di hadapan anak-anaknya. Kematian yang penuh damai bukan ?
Hidup dan kehidupan memang berasal dari Allah saja, tapi hidup yang memberi berkat pada orang lain dan diberkati Tuhan adalah bentuk iman percaya manusia kepada Tuhan dari kehidupannya sehari-hari yang takut akan Tuhan dan hanya mengandalkan Tuhan saja. Singkatnya, hidup baik – sebuah kata yang simpel dan sederhana saja tapi tak semudah yang kita bayangkan untuk dapat kita lakukan, jika kita tidak punya cukup kerendahan hati dan keikhlasan untuk menjalankannya.
Hidup di tengah kehidupan masa ini, dimana seorang ibu harus bekerja juga di rumah dan di kantor, mempunyai fungsi ganda kadang triple atau lebih, membuat hidup ini kadang menjadi tidak mudah untuk dijalani. Badan yang lelah, membuat emosi menjadi tidak stabil, cenderung tidak sabaran dan mudah marah. Kadang ucapan dan perbuatan bisa tidak terkontrol dalam bertingkah laku, lalu dapatkah tetap ‘hidup baik’ untuk menjadi berkat bagi orang lain ? Jawabannya : harus bisa, dengan pertolongan Tuhan. Kesadaran untuk hidup baik dan berkenan di hadapan Tuhan dan sesama, membuat kita terus menyadari untuk mengendalikan apa yang akan kita buat, kita katakan dan kita pikirkan untuk kemulian hidup yang memuliakan nama NYA.
Apa yang akan diucapkan dan dikenang orang pada hari pemakaman kita nanti, semua tergantung pada bagaimana kita hidup di masa itu. Beliau, yang baru saja meninggal pada usia 96 tahun, meninggal dengan damai dan tenang, dilayat oleh kurang lebih 1.000 orang pada hari pemakamannya. Luar biasa dan semua orang begitu mengasihi beliau serta ikut merasakan duka yang mendalam dari orang-orang yang ditinggalkan, sehingga begitu banyak orang datang memberikan penghiburan pada keluarga ini.
Di hari pemakamanku, aku tidak menginginkan keluargaku berbaju hitam, namun kalau secara adat, keluarga diharuskan berbaju hitam, aku tak akan mampu menolak. Aku ingin ada banyak bunga krisan dan hanya bunga krisan saja pada hari pemakamanku, tidak masalah itu lokal ataupun import. Aku ingin buah hatiku yang menangis untuk tetap melantunkan lagu-lagu kesukaan dari bibir mereka di tepi peti matiku. Satu hal lagi, aku ingin dikremasi agar tidak merepotkan siapapun, namun suamiku tidak setuju. Hmmh. Aku ingin semua orang yang hadir melepaskan kepergianku dengan bahagia karena aku akan melanjutkan perjalananku yang terakhir menuju rumah Bapa ku di surga. Bagaimana kita mati dan seperti apa kita nanti, semua tergantung dari apa yang kita buat dalam hidup kita.
Hiduplah yang baik dan berkenan pada Tuhan, apa yang akan kita tuai sesuai dengan apa yang kita tabur. Banyak atau sedikitnya orang yang datang pada hari pemakaman kita, memang tidak dapat menggambarkan bagaimana hidup kita sebelumnya. Tapi seberapa banyak orang yang menjadi berkat dan memberi berkat karena hidup kita, itulah yang terpenting menjadi tanggungjawab kita.