Maafkan Aku

Tulisan ini dibuat terinspirasi dari tulisan rekanku Imelda yang pernah ditulisnya 3 tahun lalu di blog TE nya disini , namun kalau sembab mata Imelda disebabkan karena anak-anaknya yang sedang lucu dan aktif, sembab mataku disebabkan karena ketidaksabaranku pada Ibu dan kurasa pernyataan maaf dan tangisku tidak cukup untuk menghilangkan penyesalan diriku sendiri atas perbuatanku pada Ibu.

IMG01035-20120822-0853

Kemarin pagi, Ibu terjatuh (lagi) saat berjalan dari ruang makan ke kamarnya, terjatuh di depan pintu kamar, yang tinggal beberapa langkah sampai di tempat tidurnya. Kami semua terkejut dan berlari ke kamar Ibu. Memang pagi-pagi, kami semua sibuk (sekali) menyiapkan ini dan itu dalam waktu pendek dan agar semua siap berangkat pada pukul 6.30 pagi. Jadi setelah menyiapkan sarapan Ibu di meja makan, yang didahului dengan memandikan Ibu, kadang oleh pembantu, kadang juga aku (kalau si bungsu bisa ‘bekerja sama’ dengan baik), Ibu akan aku dudukkan di kursi di ruang makan.

Singkat cerita, biasanya setelah Ibu mandi dan duduk manis di meja makan, aku menganggap semua akan baik-baik saja. Ntah mungkin Ibu juga tidak ingin merepotkan siapa-siapa, maka dengan merayap-rayap, melipir, berpegangan kursi dan meja untuk masuk ke kamar. Di tengah kesibukanku, aku juga masih melihat keadaan Ibu. Selain itu, biasanya memang aku selalu menahan Ibu untuk duduk dulu diluar, agar tidak kebanyakan tidur yang kurang baik buat kesehatannya. Itu juga salah satu penyebab Ibu memilih berjalan sendiri masuk ke kamar tanpa bantuan siapa-siapa, sehingga terjatuh.

Sebelum berangkat kerja, aku sudah menanyakan apakah perlu dipanggil tukang pijat. Pagi itu, ibu masih bisa duduk di tempat tidur. Namun, sore hari nya saat aku pulang dari kerja, dan aku memasuki kamar Ibu, aku melihat Ibu masih menggunakan baju daster yang sama, berarti Ibu belum mandi dan yang mestinya dilakukan oleh dua orang pembantuku, yang memang keduanya tidak tinggal menginap di rumah. Belakangan ini mereka memang selalu terburu-buru pulang, ntah memang Ibu yang tidak mau dimandikan karena badannya sakit atau kedua pembantuku ini tidak berhasil membujuk beliau untuk mandi.

Ibuku, penderita diabetes, walau kadar gula dalam darahnya selalu kami pantau, tapi urine Ibu masih banyak dan semestinya pampers yang digunakan sudah diganti minimal 4 jam sekali. Jadi bisa dibayangkan kan apa yang terjadi, jika ibu aku tinggalkan di rumah hampir 10 jam ? wangi semerbak apa yang memenuhi kamar dan rumah yang kecil ini. Oh lelahnya aku saat itu, mana harus membopong Ibu ke kamar mandi dalam kondisi Ibu yang sedang susah berjalan itu 🙁

Aku lelah, aku marah, ntah kadang marah bisa tak terarah, ntah aku marah kepada siapa, aku marah kepada dua pembantuku, mengangkat Ibu dengan dua orang tentu lebih ringan daripada aku seorang diri kan ? Agak memaksa aku membawa Ibu ke kamar mandi, dengan menggerutu dan dengan mengomel.

Oh berdosanya aku ini, maafkan aku, Ibu, kenapa aku harus marah, kenapa aku harus merasa kesal ? Sudah seharusnya kan memang aku lakukan ini semua untuk Ibu, yang telah melahirkan aku, merawatku sejak kecil, menjaga aku, menyuapi aku, memandikan aku, mengganti popok dan celanaku, membersihkan pup dan muntahku (karena aku gampang muntah waktu balita), kenapa sekarang aku harus menjadi anak yang tidak sabar kepada Ibu ? Aku berusaha ikhlas menjaga dan merawat Ibu, kenapa aku harus menggerutu dan mengomel saat Ibu sakit. Dan satu hal, Ibu membuat aku jadi wanita yang mandiri, yang kuat dan tidak bergantung pada siapapun sejak aku masih kecil. Ibu, wanita yang luar biasa kuatnya, baik hati maupun fisik, kekerasan hati dan wataknya yang kadang berlebihan bagi orang lain, membuat aku menjadi orang yang kuat. Ibu juga membuat aku menjadi orang yang seperti saat ini, yang tidak takut apapun selain pada Tuhan saja.

Sore itu setelah Ibu mandi dan berbaring, aku cepat memanggil tukang urut dan betul ternyata, ada yang tidak beres di paha kiri dan punggung Ibu. Kaki dan telapak kakinya juga dingin. Ya Tuhan, ampunilah dosa dan ketidaksabarankukepada Ibu, maafkan Adjeng ya bu, semoga Ibu cepat sembuh.


One thought on “Maafkan Aku

  1. I love the picture indeed since the first time I saw it! Thank you for sharing – God bless

Comments are closed.