Republik Singapura adalah sebuah negara kepulauan di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya, berjarak 137 kilometer (85 mil) di utara khatulistiwa di Asia Tenggara. Negara ini terpisah dari Malaysia oleh Selat Johor di utara, dan dari Kepulauan Riau, dan dengan Indonesia oleh Selat Singapura di selatan. Singapura adalah pusat keuangan terdepan keempat di dunia dan sebuah kota dunia kosmopolitan yang memainkan peran penting dalam perdagangan dan keuangan internasional. Pelabuhan Singapura adalah satu dari lima pelabuhan tersibuk di dunia.
Singapura terdiri dari 63 pulau, termasuk daratan Singapura. Terdapat dua jembatan buatan menuju Johor, Malaysia: Johor–Singapore Causeway di utara, dan Tuas Second Link di barat. Pulau Jurong, Pulau Tekong, Pulau Ubin dan Pulau Sentosa adalah yang terbesar dari beberapa pulau kecil di Singapura. Titik alami tertinggi adalah Bukit Timah Hill dengan tinggi 166 m (545 kaki).
Singapura memiliki banyak proyek reklamasi tanah dengan tanah diperoleh dari bukit, dasar laut, dan negara tetangga. Hasilnya, daratan Singapura meluas dari 581,5 km² (224.5 mil²) pada 1960-an menjadi 704 km² (271.8 mil²) pada hari ini, dan akan meluas lagi hingga 100 km² (38.6 mil²) pada 2030. Proyek ini kadang mengharuskan beberapa pulau kecil digabungkan melalui reklamasi tanah untuk membentuk pulau-pulau besar dan berguna, contohnya Pulau Jurong.
Konflik Perbatasan antara Singapura dengan Malaysia
Dibalik keberhasilan Singapura membangun negerinya, ternyata Singapura juga mempunyai sengketa perbatasan dengan Malaysia pada pulau di pintu masuk Selat Singapura sebelah timur. Ada tiga pulau yang dipersengketakan, yaitu Pedra Branca atau oleh masyarakat Malaysia dikenal sebagai Pulau Batu Puteh, Batuan Tengah dan Karang Selatan.
Persengketaan yang dimulai tahun 1979, sebenarnya sudah diselesaikan oleh Mahkamah Internasional tahun 2008, dengan menyerahkan Pulau Pedra Branca kepada pemerintahan Singapura. Namun dua pulau lagi masih terkatung-katung penyelesaiannya dan penyerahan Pedra Branca itu, kurang diterima oleh Masyrakat Malaysia sehingga kerap terjadi perselisihan antar masyarakat.
Tahun 2015 diharapkan ASEAN menjadi satu komunitas tunggal, yang mampu merangkul seluruh negara di ASEAN dan mampu menyelesaikan sengketa antar negara, terutama terkait dengan perbatasan antar negara, seperti yang terjadi dengan Singapura dan Malaysia diatas.
Lalu apa yang bisa disarankan untuk penyelesaian konflik yang berkepanjangan ini ?
Indo Dwi Haryono dalam tulisannya yang berjudul Konflik Perbatasan di Kawasan Asia Pasifik mengatakan bahwa salah satu persoalan yang paling mendasar dan krusial yang dapat memicu konflik antar negara adalah masalah perbatasan. Termasuk Indonesia yang mempunyai persoalan dengan perbatasan, terutama mengenai garis perbatasan di wilayah perairan laut dengan negara-negara tetangga.
Apabila dicermati, banyak negara-negara di Asia Pasific juga menghadapi masalah yang sama. Anggapan bahwa situasi regional sekitar Indonesia dalam tiga dekade ke depan tetap aman dan damai, mungkin ada benarnya, namun di balik itu sebenarnya bertaburan benih konflik, yang dapat berkembang menjadi persengketaan terbuka. Salah satu faktor-faktor yang dapat menyulut persengketaan antar negara dimaksud antara lain ketidaksepahaman mengenai garis perbatasan antar negara yang banyak yang belum terselesaikan melalui mekanisme perundingan bilateral.
Pada tanggal 23 Mei 2008, International Court of Justice ( ICJ) telah memutuskan kasus sengketa kedaulatan atas Pedra Branca atau Pulau Batu Puteh, Middle Rocks dan South Ledge antara Malaysia dan Singapura, dengan rincian sebagai berikut :
- Bahwa kedaulatan atas Pedra Branca atau Pulau Batu Puteh adalah milik Republik Singapura (12 Hakim mendukung, 4 hakim menentang, termasuk hakim ad hoc Malaysia)
- Bahwa kedaulatan atas Middle Rocks adalah milik Malaysia (15 hakim mendukung , hakim ad hoc Singapura menentang)
- Bahwa kedaulatan atas South Ledge adalah milik negara dalam wilayah perairan berada (15 hakim mendukung termasuk kedua hakim ad hoc,1 hakim menentang).
Jadi, mari kita batasi permasalahan ke wilayah Karang Selatan, karena jelas sudah diputuskan bahwa Batu Putih menjadi milik Singapura dan Batu Tengah menjadi milik Malaysia, terlepas kedua negara tersebut puas atau tidak dengan keputusan tersebut.
Karang Selatan diantara 3 Negara
Pertikaian atas kepemilikan Karang Selatan atau South Ledge ini ternyata bukan hanya masalah dari Singapura dan Malaysia karena Indonesia sebenarnya lebih berhak atas gugusan karang itu dan dapat mengajukan klaim terutama untuk Karang Selatan karena selain belum ada pemiliknya, juga karena wilayah itu lebih dekat dengan Indonesia.
Dasar klaim Indonesia juga lebih kuat jika dasar yang digunakan adalah jarak dari wilayah terdekat karena Pulau Karang Selatan hanya 7 Mil Laut dari Pulau Bintan (Kepri), sedangkan Malaysia (Johor) 10 Mil Laut bahkan Singapura jaraknya lebih jauh lagi, 21 Mil Laut.
Menurut Hukum Laut Internasional PBB, sebuah negara diperbolehkan mengajukan klaim atas suatu wilayah yang tidak jelas kepemilikannya dan wilayah laut teritorial sebuah negara ditetapkan dari titik terluar dari pulau terluar sebuah negara. Sesuai konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982 dimana Indonesia adalah salah satu penyusunnya karena Indonesia adalah negara kepulauan terluas di dunia.
Dengan bertambahnya pulau Singapura dan Malaysia, maka Indonesia dipastikan akan terkena dampak langsung, meskipun Singapura dan Malaysia sampai saat ini masih memberdebatkan garis timur perbatasan kedua negara di sekitar pulau karang itu. Jika Indonesia tidak segera mengklaim Karang Selatan itu, siapapun yang memenangkan konflik ini, akan mengurangi (lagi) wilayah perairan Indonesia.
Bagi Indonesia, rumit nya penetapan batas ini antara lain karena posisi geografis ketiga features (lihat peta), yaitu bahwa Pulau Bintan berhadapan dengan LTE Malaysia (Middle Rocks), sementara antara Middle Rocks dan Mainland Malaysia terdapat pulau milik Singapura (Pedra Branca). Status hukum LTE dan pulau berbeda, termasuk dalam delimitasi. Komplikasi garis batas menjadi semakin bertambah karena terdapat LTE South Ledge. “Pemilik” laut territorial di kawasan South Ledge berarti memiliki kedaulatan atas LTE tersebut.
Dalam hal ini, meskipun Mahkamah “hanya” menyebutkan overlapping territorial waters Malaysia dan Singapura, namun perairan tersebut juga terletak dalam jarak 12 mil laut dari baselines Indonesia.
Secara yuridis ketiga negara memiliki peluang yang sama untuk “memiliki” South Ledge, dan keputusannya akan tergantung konfigurasi garis batas berdasarkan perundingan. Dalam hal ini perlu kerjasama segi tiga; maksudnya kalau berhadapan dengan Malaysia Indonesia perlu mendekati Singapura dan sebaliknya dalam menghadapi Singapura, Indonesia bisa menggandeng Malaysia.
Jadi, satu-satunya jalan penyelesaian dalam konflik perbatasan ini adalah Perundingan (Negosiasi) dengan melibatkan seluruh anggota ASEAN, demi terwujudnya ASEAN Community pada tahun 2015 yang terdiri atas 3 (tiga) pilar yaitu ASEAN Political Security Community (APSC), yang salah satunya juga membahas konflik perbatasan, ASEAN Economy Community (AEC) dan ASEAN Socio Cultural Community (APSC).
Tulisan ini disusun untuk #10DaysforASEAN bersama ASEAN Blogger, semoga tulisan ini dapat memberikan pencerahan bagi kita dan berdoa agar konflik yang terjadi dapat terselesaikan segera menjelang ASEAN Community 2015
Catatan :
LTE atau Low Tide Elevation adalah Ketinggian air surut, dimana suatu daerah akan tampak (kelihatan) pada saat air surut dan hilang atau tidak tampak pada saat air pasang.
Sumber :
http://indronet.files.wordpress.com/2007/09/konflik-perbatasan-asia-pasifikrefisi1.pdf
http://hankam.kompasiana.com/2013/06/28/singapura-akan-dapat-laut-indonesia-seluas-yogya-572888.html
http://puzzleminds.com/meninjau-ulang-posisi-indonesia-di-laut-china-selatan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Batuan_Tengah
http://masagusgitu.blogspot.com/2012/04/makalah-pkn-tentang-sengketa-pulau.html
Ms Google utk Gambar