Kegiatan Live in adalah kegiatan tinggal bersama didalam masyarakat dan merasakan kehidupan sehari-hari bersama. Bagi anak-anak sekolah yang berasal di perkotaan, kegiatan live in ini biasanya dilakukan di daerah pedesaan. Beberapa sekolah menjadikan kegiatan live in sebagai program tahunan sekolah, khususnya pada anak-anak di kelas terakhir pada jenjang tertentu, misal di kelas 6, kelas 9 dan kelas 12.
Anak-anak tinggal bersama orang tua dan keluarga baru mereka di desa, ada yang tinggal bersama keluarga petani, pedagang, peternak, nenek yang sudah jompo atau bahkan bisa saja dengan seorang yang tidak punya pekerjaan rutin.
Hidup bersama dengan keluarga baru, yang mungkin hanya antara seminggu sampai dengan 10 hari, tentu membutuhkan waktu adaptasi yang cepat, agar waktu dapat dimanfaatkan dengan baik. Untuk itu, sekolah perlu mempersiapkan mental anak jauh hari sebelum mereka berangkat, agar selain mereka bisa siap dengan tidak adanya fasilitas dan sarana yang selama ini mereka nikmati di perkotaan atau di rumah orangtua mereka.
Tidur dengan beralaskan tanah yang dilapis tikar, lampu penerangan yang minim, tanpa AC, tanpa televisi dengan program acara spektakuler. Juga termasuk, hidup tanpa gadget, yang selama ini sudah menjadi bagian yang tak terlepaskan dalam hidup anak jaman sekarang.
Setiap anak dibagi secara acak untuk masuk kedalam keluarga baru mereka dan ikut merasakan kehidupan seperti membantu orang tua mereka di ladang, memelihara ternak, memanen daun singkong, mencari makan rumput untuk ternak, mencabut singkong, memasak nasi, mengantar adik ke sekolah, menemani ibu ke pasar dan semua hal keseharian seperti yang dialami orang tua dan keluarga mereka disana.
Kehidupan di desa tentu jelas berbeda dengan di kota, termasuk keterbatasan air bersih dan ketersediaan pasokan listrik, yang harus dibagi bersama warga desa yang lain. Yang biasanya mandi dengan air melimpah, harus mandi sehari sekali. Yang biasa dapat minum air putih sepuasnya, terpaksa minum air teh karena air putih nya berbau jika tidak dimasak bersama daun teh.
Warga desa memelihara ternak seperti ayam, kambing atau sapi, tidak untuk dikonsumsi sendiri dagingnya, paling yang mereka konsumsi telurnya saja. Ternak mereka pelihara sebagai investasi untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Jadi sangat sederhana apa yang mereka makan sehari-hari. Mereka sangat menyayangi ternak mereka, sehingga banyak yang masih memelihara ternak dengan kandang sangat dekat dengan rumah.
Sehingga, suara-suara ternak, seperti kokokan ayam dan embikan kambing, kadang lenguhan sapi, diselingi suara kodok dan jangkrik, selalu menemani malam anak-anak yang live in di desa, dan membangunkan di pagi hari.
Kedekatan dengan ayah ibu dan anggota keluarga baru yang lain, membuat anak juga dapat mengenal bentuk keluarga yang lain dari yang dikenal di rumah. Mengenal bagaimana kesederhanaan cara pandang hidup orang desa, kerukunan hidup beragama antar sesama warga dan bentuk arisan yang berlaku disana.
Jadi kalau ditanya, perlukah live in dimasukkan program sekolah ? tentu jawabannya, bisa perlu jika programnya direncanakan dan diatur dengan baik, sehingga baik anak, keluarga baru maupun orangtua yang ditinggalkan dapat memperoleh manfaat selain keterikatan rasa dengan keluarga yang baru dikenal anak-anak yang mengikuti live in.
Satu hal positif yang baru aku rasakan setelah anakku pulang dari live in di Desa Jati, Wonosari adalah ia bisa memasak sayur sederhana dan membuat tape goreng, yang sebelumnya tidak pernah dia lakukan sebelum berangkat 🙂
Wah, aku baru tau kalo anak sekolah punya kegiatan “live in”. *emak2 kudet* –”
Anaknya sekolah dimana, Mak?
Kegiatannya positif bgt.
Daripada study tour yang kadang ujungnya malah jalan2 bukan belajar. Mending kegiatan live in gini.
@ mak novi … terimakasih dah mampir ke blogku ya, anakku di SMA Santa Ursula tp banyak kok sekolah yang mengadakan seperti ini. Tapi ada lho, orangtua yg tdk mengijinkan anaknya ikut 🙂 tentu pny alasan tersendiri ya
maksudnya semcm KKN ya bu?
Aku dulu ada kegiatan kayak gini pas SMA, tiap tahun malah. Seru sih kegiatannya. Tapi mungkin kalo buat seumuran SD emang agak mengkhawatirkan buat ortunya…
saya baru tahu kalo ada kegiatan seperti ini utk anak sekolah. yg saya tahu KKN hehe…. coz dulu pas KKN jg kita tinggal sama sebuah keluarga di desa, dan mengikuti semua kegiatan di desa tersebut. bagus juga kalo anak sekolah sekarang sudah ada program ini ya… tapi kalo menurut saya sih mulainya SMP atau SMA aja kali ya. jangan SD 🙂
@diah….iya tp hny sekitar 7 hari
@rita…..iya mbak, anak sy juga sdh di SMA yg ikut kegiatan ini
@kisenosky …. iya biasanya, pengalaman spt anakku, kalau pengenalan hidup di desa utk anak SD, TIDAK pakai menginap, mereka belajar nangkap ikan, mandikan kerbau, nanam padi, membuat wayang dr daun singkong, membuat kue tradisional spt klepon, dll
Cerita Live In diatas selama 7 hari, pengalaman anakku yg di kelas 12 di desa Jati, Wonosari, beberapa minggu yg lalu 🙂
bagus juga ya mbak programnya jadi anak2 bisa belajar menyatu dengan alam