Berbeda pendapat, berdebat denganmu saja selalu kurindukan
“Rindu itu kata benda,” begitu katamu waktu itu.
“Bukan, rindu itu kata sifat,” sahutku.
“Bagaimana bisa?” tanyamu tak mau berhenti
“Kata dirindukan, nah itu kan kata sifat,” jawabku lagi.
“Nah kalau begitu, bisa juga jadi kata kerja dong,” katamu sambil menutup mata, seolah ikut memikirkan kata itu.
“Hm kok bisa? tadi katamu kata benda, kekeuh..,.”balasku tak mengerti.
“Nah iya, kan tadi ada kata dirindukan, berarti ada kata berawalan me-, merindukan, ya kan?” kamu membuka mata dan duduk di sebelahku dengan cepat, melihat ke arahku.
Aku terkejut. Tentu. “Apa?” tanyaku tanpa suara.
“Kita masih mau berdebat, meributkan jenis kata ini?” tanyamu sambil tertawa. Tawa yang khas.
Rindu, apa pun itu, kata benda, kata sifat, kata kerja, kata keterangan, buatku tetap sesuatu yang abstrak, yang tak dapat kugenggam dalam hatiku. Rindu itu menguap, mengembang dan mengempis dalam ruang hati. Rindu itu tetap ada, di sini, menunggumu, yang selalu sibuk ke sana kemari. Menunggu untuk sekedar duduk bercerita, seperti dulu. Rindu yang adalah salahku sendiri karena hanya aku yang tahu. Rindu yang mungkin tak pernah kau mengerti kan? Rindu itu membuatku miris tanpa bisa menangis