Aku tidak mengenal beliau secara pribadi. Namun sebagai salah seorang pegawai di lingkungan lembaga yang beliau bentuk, aku banyak mendengar dan mengenal beliau melalui cerita dari teman-teman dan pegawai senior.
Pernah beberapa kali mendengar pidato beliau pada acara-acara HUT BPPT. Pidato beliau selalu menginspirasi dan memberi semangat. Selalu. Kadang membuat kita, yang muda-muda, menjelang madya, ini menjadi malu dengan sang Founding Father yang terus semangat, berjalan dan berbicara di depan podium, di hadapan ribuan pegawai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Beliau tidak pernah kenal lelah dan otaknya selalu berpikir mengenai kondisi bangsa ini.
Pak Habibie adalah sosok yang cerdas dan itu diakui oleh banyak orang. Beliau juga sosok yang pemberani, berani mengatakan ya dan bertindak tanpa rasa takut kalau hal itu memang benar adanya. Pak Habibie sangat amat peduli pada perkembangan dan kemajuan pembangunan bangsa Indonesia. Bukan hanya infrastrukturnya tapi juga manusianya. Banyak sekali kata-kata yang membangun dari beliau untuk anak bangsa ini, agar mau belajar dan tidak bermalas-malasan, salah satunya.
Kecerdasan juga tidak cukup, harus diseimbangkan dengan cinta (kasih) dalam bentuk kepedulian. Bisa jadi kita cerdas tapi kita tak melakukan apa-apa untuk bangsa ini. Tidak ada gunanya bukan. Begitu kira-kira aku menerjemahkan pernyataan beliau ini, karena demikian sudah bentuk nyata beliau sebagai bapak bangsa.
Cinta dan Kecerdasan Harus Seimbang
“Tanpa cinta, kecerdasan itu berbahaya dan tanpa kecerdasan, cinta itu tidak cukup”
Ada dua makna yang terkandung dalam tulisan di atas, yang pertama, kecerdasan akan menjadi berbahaya, bila tidak dinyatakan dalam bentuk kepedulian. Cerdas hanya untuk diri sendiri. Cerdas yang tak memberi dampak. Sedangkan yang kedua, segala sesuatu pasti ada ilmunya, bahkan cinta-pun apabila tidak ada ilmunya akan terasa hampa
Hanya Anak Bangsa Indonesia yang Berhak Membangun Indonesia
“Kalau bukan anak bangsa ini yang membangun bangsanya, siapa lagi? Jangan saudara mengharapkan orang lain yang datang membangun bangsa kita.”
Peluang-peluang mengenyam pendidikan untuk mencerdaskan dan memintarkan anak bangsa dilakukan beliau dalam satu karya nyata. Anak bangsa berhak membangun bangsa. Berhak berarti memperoleh kesempatan, bukan hanya wajib. Karena suatu yang wajib, akan menyusul kemudian ketika seseorang yang telah dibiayai untuk bersekolah ke luar negeri dengan biaya Pemerintah, kembali ke tanah air atau berkarya dari mana pun, membangun untuk bangsa ini.
Beliau telah tiada di alam nyata, tapi semangatnya selalu ada memenuhi relung sanubari orang yang mengenal dan terinspirasi oleh beliau. Seorang teman, Indy Hardono,mengatakan dalam update statusnya pagi ini
“Orang besar adalah orang yang tidak mengenalmu tqpi ia mengubah hidupmu. Ia tak mengenalmu tqpi ia memgantarkammu menjemput mimpi mu. Semua memang berawal di akhir dan berakhir di awal. Seperti sering kau katakan. Selamat jalan Pak Habibie. Selamat kembali Ke Titik Awal”
Seorang teman yang lain bertanya, mengapa ia merasa begitu sedih, padahal tidak mengenal beliau, lalu aku menjawab :
Karena yang kita pelajari adalah softside beliau pak. Saya juga ga pernah ketemu langsung. Melihat juga dari jauh. Beliau di podium, saya di kursi auditorium. Kenal beliau dari teman2 lama dan pegawai senior, tapi rasanya beliau menginspirasi sekali dan selalu kena di hati. Selain itu, karena kita adalah karyawannya, kita berada di institusi yang beliau bangun, dari nol.
Semoga Eyang (Bapak) Prof Habibie mendapat tempat terbaik di surga. Aamiin.. (11 September 2019)
selamat jalan pak Habibi, kami bangga punya bapak