Perubahan 180 Derajat

Hari ini adalah hari ke-24 diberlakukannya social distancing atau jaga jarak sosial. Jaga jarak sosial ini diberlakukan sejak merebaknya pandemi virus COVID 19. Sebenarnya sudah ingin menuliskan ini sejak beberapa hari yang lalu. Pembatasan ini diberlakukan mulai 16 Maret 2020 di Indonesia (semula tahap I sd 1 April, tahap II sd 21 April)

Bagaimana pendapat teman-teman pembaca mengalami pembatasan seperti ini? Semua dilakukan dari rumah, ya bekerja, ya sekolah atau kuliah dan bahkan juga beribadah. Bepergian untuk ke Bank atau membeli kebutuhan sehari-hari dilakukan dalam waktu yang terbatas, seperlunya, secepat mungkin dan ga ada deh beriklan-iklan dulu alias mampir-mampir. Keluar rumah sesuai keperluannya saja.

Kenapa mesti diberlakukan social distancing atau jaga jarak ini dan bagaimana penularan virus COVID 19 ini sudah banyak dibahas di berbagai media.

Yang ingin aku bagikan dalam tulisan kali ini, bahwa pandemi ini membuat perubahan 180 derajat. Pandemi ini melanda dunia, tanpa memandang status, suku, agama dan ras. Negara sekuat Amerika dan Cina sampai negara-negara berkembang pun mengalami wabah ini. Semua saling bahu membahu mengatasi hal ini.

Perubahan 180 derajat yang cukup signifikan dalam banyak hal, terutama dalam menjalankan rutinitas kegiatan sehari-hari. Yang namanya perubahan, apalagi terjadi dengan cepat, dengan sosialisasi terbatas, dan kadang semua informasi masuk ke dalam isi kepala begitu cepat tanpa sempat memilah dan memilih, kerap membuat keterkejutan, yang tidak selalu menyenangkan.

Buat aku, kejadian ini adalah masa untuk kembali belajar pada banyak hal. Seperti meng-upgrade atau me-refresh komputer yang telah lama digunakan.

  • Dulu…. kita pernah belajar tentang bagaimana menjaga kebersihan dan kesehatan.
  • Dulu…. kita pernah saling peduli satu sama lain.
  • Dulu…. kita pernah menyapa tetangga, perlu apa-apa menghubungi tetangga
  • Dulu…. di masa belum ada handphone/telpon genggam dan media sosial, kita banyak waktu untuk mengajar anak belajar dan berkomunikasi dalam keluarga
  • Dulu… kita sering bersaat teduh dan membaca Alkitab bersama sebelum tidur
  • Dulu…. langit di atas awan pernah berwarna biru
  • Dulu… banyak hal positif yang pernah kita lakukan tapi kita lupakan saat ini

sehingga, buatku pandemi ini mengajarkan banyak hal, yaitu

  • dengan berada di rumah, kembali memperhatikan keluarga, dengan memberi perhatian serta mengurus kebutuhan mereka, di antaranya kembali memasak makanan yang mereka sukai, menyediakan waktu untuk berbicara dengan mereka. Ini salah satu hal positif yang memberi nilai tambah dengan berada di rumah, yaitu kembali ke dapur untuk memasak dan mengerjakan hal-hal bersama di dapur dengan anak-anak. Si bungsu membuat pudding Oreo Cheese Cake lho…
  • dengan berada di rumah, mempunyai banyak waktu dan mengutamakan waktu untuk kembali bersaat teduh pribadi dan beribadah bersama keluarga. Himbauan untuk beribadah di rumah, termasuk kebaktian umum dan sholat berjemaah (catatan : pandemi di Indonesia mulai mid Maret, di saat memasuki minggu ke-3 Pra Paskah dan bagi saudara yang beragama Muslim, minggu ke-4 bulan April ini akan memasuki bulan Ramadhan)
  • dengan bekerja dari rumah, belajar bersabar menghadapi beberapa pimpinan (aku punya empat orang atasan yaitu Kepala Balai, Kepala Program, Kasubbag Tata Usaha dan Manajer Unit), yang bersamaan memberi penugasan atau mengadakan pertemuan. Mengerjakan tugas dengan tanpa bertatap muka dan melakukan koordinasi jarak jauh, membutuhkan kesabaran dan konfirmasi yang berulang-ulang. Saat berada di kantor, pimpinan atau ketua grup bisa mengetahui jika kita sedang rapat atau mengerjakan suatu pekerjaan. Dengan adanya kerja dari rumah saja ini, ada banyak format laporan yang harus dibuat (Laporan Mingguan, Laporan Work From Home dan Lembar Kerja). Kebetulan ini juga bersamaan dengan Laporan Kinerja Pegawai Triwulan I. Jadi rasanya semua bertumpuk bersamaan.
  • dengan bersekolah dari rumah, ini juga tidak terlepas dengan pendampingan buat anak-anak, yang harus belajar dari rumah atau kuliah dari rumah. Bersyukur karena anak-anak sudah besar. Si bungsu tidak gagap teknologi. Walau ada hal-hal baru yang mesti ia hadapi, misal presentasi melalui Zoom Meeting, mengumpulkan penugasan melalui Google Class dan juga ulangan dan penugasan secara online. Bagaimana dengan keluarga yang tidak mempunyai fasilitas computer dan orangtua yang tidak mempunyai pengetahuan komputer juga baik? (Catatan : Pembatasan bersekolah di rumah, tahap I sd 1 April, tahap II sd 21 April, tahap III sd 1 Juni 2020)
  • dengan pandemi ini, menyadari untuk melakukan sesuatu sesuai keperluan saja. Tidak perlu berlama-lama bepergian. Belanja dan melakukan sesuatu untuk hal yang primer karena berlama-lama berada di luar dapat meningkatkan penyebaran virus ini dan membahayakan orang lain
  • mengalahkan ego pribadi, tidak bisa lagi mengatakan, “mau aku begini dan begitu,” Lebih banyak peduli pada orang lain, melakukan sesuatu (apapun itu) yang dapat meringankan beban orang lain dan pemerintah. Setidaknya ya berdoa dan mengikuti semua anjuran pemerintah (social distancing – jaga jarak, work from home – kerja di rumah, mengenakan masker dan tidak mudik – pulang kampung). Tidak melakukan panic buying apalagi menimbun barang untuk keperluan pribadi. Menahan diri untuk tidak mengunjungi anak atau orang tua, bahkan menghadiri pemakaman kerabat (ini berat sungguh, sungguh berat 🙁 )
  • menyelamatkan bumi ini, dengan tidak boros menggunakan kertas tisu, menanam tanaman obat di rumah dan membersihkan lingkungan serta mengurangi menggunakan kendaraan bermotor yang selama ini menimbulkan polusi
  • semakin memperhatikan kebersihan, hidup sehat (makan makanan sehat, banyak buah dan sayur), berolahraga dan berjemur (nah ini yang tidak pernah dilakukan di hari kerja)
  • untuk diri pribadi, aku jadi punya waktu untuk membaca (banyak buku kubeli sebelum pandemi ini di antaranya buku puisi karangan Joko Pinurbo dan Sapardi Djoko Damono dan buku pinjaman dari mbak Tanti karya illustrator dari Korea, Puung, yang berjudul Love Is), menggambar dan tentu menulis (sudah rampung satu buku antologi bersama penulis Ellunar, ikut lomba menulis puisi bersama Puspamala Pustaka dan semoga selesai juga buku novel pertamaku dalam masa ini, Amin….)

dan yang terutama banget, ini mungkin bukan hal yang mudah buat para orang tua khususnya para ibu bekerja, yang saat ini juga bekerja, mesti mengurus rumah tangga, memperhatikan anak dan keluarga, dan terutama…. mengolah emosi dan kebosanan anak-anak di rumah, sementara sebagai pribadi, para ibu bekerja juga mesti beradaptasi terhadap semua perubahan yang terjadi saat ini.

Tetap berpikir positif, kuat, sehat jiwa dan raga serta memohon kekuatan pada Tuhan, agar kita terus disertai dalam menghadapi wabah ini. Waktu yang Tuhan berikan dengan wabah ini, dapat kita manfaatkan untuk melakukan hal yang positif, baik untuk diri pribadi, sesama dan terutama untuk bumi ini.

Percaya, esok akan lebih baik.

bunga

Salam sehat.

 

 

 

 


6 thoughts on “Perubahan 180 Derajat

  1. Iya nih mbak,
    ternyataaaa… ada banyak hikmah yang aku temui selama physical distancing ini, terisolir dari dunia luar bersama keluarga, walau aku sesekali masih menyempatkan ketemu ibuku,

    antara lain, aku ternyata suka sekali makan masakan rumah sehingga jadi rajin masak

    aku juga banyak menghasilkan karya di rumah, karena tidak terdistraksi bepergian, tidak meeting, tidak event, tidak ada kegiatan antar jemput anak sekolah dan les

    hikmah lain yang membuat aku merinding,
    selain jadi makan dan minum yang sehat (jamu dan temulawak sama air rebusan sirih dan wedang uwuh wajib) — aku dan sekeluarga jadi rajin beribadah!

    magrib biasanya kami tidak pernah bareng, dan ini jadi agenda rutin – sholat bareng dengan bang Dho jadi imam, Dio dan Derry bergantian qomat, serta ngaji usai sholat, buatku ini hikmah terbesar dalam keluarga!

    semoga kita terjaga sehat dan selamat menjalani hari yad, dan mbak Dita yang jelas masih harus berjuang di negara lain, diberi keselamatan juga amiiin

  2. Aamiin,,,, Amin…. ada hikmah yang bisa kita ambil dan petik ya mbak.

    Sesuatu yang terasa canggung di awal karena selain berdoa bareng (itu sudah sering kami lakukan), tapi kebaktian Minggu dengan menghadap ke layer baru kali ini kami lakukan.Baru bisa kita lakukan bareng setelah Minggu ke-3. Harus dibiasakan karena memang begini kondisinya.

    Salam sehat.

  3. (Copas dari Email Bu Alda Hetarihon, Kamis, 9 April 2020, 00:31)

    Mbak Laras yang baik,

    Tidak, tidak, membaca tulisan mBak Laras saya tidak pernah bosan.
    Terimakasih banyak atas sharing ‘curhat’ Anda. Saya bisa petik banyak hal dari “Perubahan 180 derajat”. Ya benar, sejak merebaknya virus corona (se-akan2) kita dibukakan lagi mata hati kita pada hal2 yang paling hakiki dalam kehidupan manusia. Virus corona cq Covid-19 mengajarkan dan mengingatkan kita kembali pada hal2 yang kita anggap terlalu sepele, bahkan dengan gampangnya kita lupa bahwa ada hal2 yang lebih penting dalam hidup ini. Karena ego kita yang tinggi dan tergiur oleh keduniawian, se-akan2 kita tertidur akan apa yang telah diajarkan kita. Sekarang kita dituntut untuk belajar kembali dari semula hal2 yang essential. Kita dibawa kembali dalam suatu proses pembelajaran. Dan setiap proses memerlukan waktu. Bisakah manusia menjalankan proses ini dengan mengubah pola hidupnya 180 derajat?
    Semoga kita semua bisa lebih bersabar menanti berakhirnya wabah Covid-19, sambil ber-introspeksi diri. Semoga dalam masa penantian ini kita semakin teguh dalam iman.

    Teriring salam dan doa,

    Prayer changes things…

    Alda

  4. (Copas dari Email bu Sunartri, 9 April 2020, 00:52)

    Nanda Laras dan handai tolan yth
    Selamat malam

    Hari ke-24 elok nian.
    Neberapa kalimat yang nanda tulis muncul di medsos, akhir2 ini

    Apa boleh buat kita semua SD, SAH – WFH dlsb
    Semoga kita semua sehat. Tuhan memberkati

    Keadaan kita saat ini digambarkan dalam tembang2 terlampir

    Salam.sehat
    @ tri L S Boedjonagoro

  5. kalau aku banyak rindu banget karena anak2 kerja di luar kota, kadang cemas memikirkan mereka makan apa. dan aku juga jadi rajin masak enak

  6. Hai mbak Hastira, terima kasih sudah mampir ke blogku. Iya tentu ya, itu yang selalu kita pikirkan kalua anak-anak berada di luar kota. Anakku yang pertama, tidak bias pulang karena dia kerja dan kuliah di luar. Semoga dia selalu sehat. Yang nomer dua, sudah ada di rumah, kebetulan libur kuliah sampai awal Mei. Semoga badai ini cepat berlalu. Salam sehat ya mbak

Comments are closed.