Mendidik anak menjadi anak beragama itu tugas mulia orang tua. Tapi akan lebih mulia lagi, bila kita mampu mendidik anak dalam keragaman suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Walau itu pun belum tentu menjadi jaminan, karena perilaku seseorang terhadap orang lain, bisa dipengaruhi banyak hal, diantaranya : lingkungan ia dibesarkan, pendidikan dan juga teman-temannya.
Dulu, sebelum orang sungguh “beragama” atau mendalami ilmu agama, kehidupan antar manusia dipenuhi dengan kedamaian. Semua saling menghormati dan menyayangi.
Sekarang, setelah orang mengenal agama-nya, kehidupan makin terkotakkan, sekolah di sekolah tersendiri, kumpulan hanya sesuku, sepaham hanya dengan yang segolongan. Yang di luar itu, ga saling kenal.
Aku bersyukur berada dalam lingkungan keragaman SARA. Beragam, tidak memperbesar perbedaan tapi merangkai keunikan dan saling menghormati.
Bersyukur bisa mengalami masa kecil berjumpa dengan Eyang buyut (dari pihak Ayah), Eyang Darmowijoyo yang selalu terbuka memeluk kami yang berbeda agama dengan tangan tuanya di hari raya Idul Fitri. Beliau nyata mengajarkan kerukunan itu di antara anak cucu dan buyut.
Foto : Sebagian buyut bersama Eyang Buyut. Eyang Buyut Putri (Nyi Samidah bin Moh Irsad) menikah dengan Eyang Buyut Kakung (Ki Dasijun Darmowidjojo bin Atmoprawiro)