Sugeng Tindak Pak Jok Pin

Secangkir kopi tersaji di atas meja lapuk, Dalam senja duka, pena tak bertuan meratap. Penyair tiada, terukir dalam rona sepi, Puisi tercipta, membelai hati yang pilu ~ de Laras

Jujur, secara pribadi, aku tidak mengenal dekat Bapak Joko Pinurbo, yang kerap disapa dengan panggilan Jok Pin. Namun sejak mengenal karya-karyanya di awal tahun 2019, yang berhubungan dengan secangkir kopi, membuat aku semakin mengenali beliau melalui puisinya selain tentang kopi. Puisinya bercerita tentang keseharian dan kesederhanaan dalam kehidupan ini, diksi katanya tidak rumit dan mudah dimengerti.

Surat Kopi, karya yang ditulis Pak Jok Pin sepanjang tahun 2012 sampai dengan 2014, dan diterbitkan pada tahun 2019, menginspirasi buku antologi puisi karyaku berjudul Halusinasi Kopi, yang juga dipublikasikan pada tahun yang sama.

Dalam buku Surat Kopi setebal 180 halaman itu, Jok Pin tidak melulu berkisah tentang Kopi tapi hal keseharian seperti rasa rindu, cita-cita, Ibu, masa kecil, mandi, kecantikan, kesedihan dan kegalauan, juga puisi bernuansa religi seperti Malam Natal dan Perjamuan.

Selamat jalan Pak Jok Pin, karyamu tidak akan lekang oleh waktu, walau Jok Pin telah pergi dan tiada. Bersyukur telah sempat mengenal Pak Jok Pin melalui karya-karyanya dan memiliki beberapa buku beliau. Terbukti dengan lini masa di media sosial yang dipenuhi banyak diksi indah mengantarkan kepergianmu pada hari Sabtu, 27 April 2024.

Demikian pula pada hari Minggu ini, wajah beliau terpampang di halaman depan harian Kompas Minggu, bangsa ini turut kehilangan seorang penyair yang dicintai setiap lapisan, berjudul Ujung Puisi Sang Pembaru. Pak Jok Pin dimakamkan di Sleman, DIY pada hari Minggu, 28 April 2024 bertepatan dengan Hari Puisi Nasional.