Hanya Satu Jawaban

Hanya ada satu jawaban untuk semua pertanyaan dibawah ini,

  • Siapa yang membagiku makan dan minum saat aku berada dalam kandungannya ?
  • Siapa yang melahirkan aku dengan keringat, darah dan air mata, bahkan mempertaruhkan nyawanya ?
  • Siapa yang pertama menyusui aku kala aku lapar ?
  • Siapa yang membungkus aku dengan kain bedong kala aku aku kedinginan ?
  • Siapa yang memeluk aku kala aku sakit ?
  • Siapa yang membersihkan muntah ku dalam setiap perjalanan ?
  • Siapa yang menggantikan popokku kala aku buang air ?
  • Siapa yang menyedot ingusku kala aku pilek ?
  • Siapa yang menyuapi aku kala aku lapar ?
  • Siapa yang mengantarku masuk ke gerbang TK dan mengatakan padaku bahwa semua akan baik-baik saja disana ?
  • Siapa yang selalu bangun pagi saat semua masih tidur agar kami semua bisa sarapan dan membawa bekal ke sekolah ?
  • Siapa yang mengajari aku berhitung dan menghafal perkalian ?
  • Siapa yang mengantar aku pergi les Bahasa Inggris dan les Berenang dengan turun naik bis dan becak ?
  • Siapa yang memeluk ku pertama kali saat aku tamat SD ?
  • Siapa yang mengantar aku mendaftar dan ikut test masuk di SMP ?
  • Siapa yang mengajari aku kala haid pertama ku datang ?
  • Siapa yang mendengar cerita ku tentang pangeran-pangeran impian ku di masa remaja ?
  • Siapa yang menghadap wali kelas kala nilai ku di SMA jeblok ?
  • Siapa yang menjemput aku selesai praktek laboratorium dengan mobil jimny coklatnya ?
  • Siapa yang merelakan tangannya berbau minyak gosok agar tubuhku menjadi hangat dan tidak kedinginan ?
  • Siapa yang selalu berdoa siang malam agar aku pulang selamat tiba di rumah ?
  • Siapa yang menyediakan teh hangat atau susu milo dalam mug besar kala aku belajar untuk ujian ?
  • Siapa yang duduk bangga di deretan tamu kalau aku di wisuda diploma dengan peringkat ke-9 dalam angkatan ku ?
  • Siapa yang mengajarkan padaku untuk tidak takut pada apapun, melainkan hanya pada Tuhan saja ?
  • Siapa yang mengajarkan aku dengan perbuatannya dan bukan hanya dengan perkataannya ?
  • Siapa yang mempersiapkan pernikahanku dengan segala daya dan upaya bersama Bapak ?
  • Siapa yang mengurus anakku di kala bayi saat aku harus menyelesaikan tugasku ke luar kota ?
  • Siapa yang bersedia menempuh jarak berkendaraan 2 jam untuk menjenguk anakku di sekolah ?
  • Siapa yang bisa memasak gulai kambing paling enak di dunia ?
  • Siapa yang menunggu ku di kursi ruang tamu setiap hari sepulang kerja ?
  • Siapa yang memberi komentar masakanku yang tidak pernah sama dengan masakannya ?
  • Siapa yang menginginkan aku menemaninya tidur di malam hari ?
  • Siapa yang masih mendengarkan curhat soal pekerjaan dan menghiburku ?
  • Siapa yang selalu memaafkanku kala aku tidak sabar mengganti pampers nya ?
  • Siapa yang selalu mendoakanku sampai akhir hayatnya ?

dan jawaban itu adalah IBU …… (Ibu telah menyelesaikan perjalanannya di dunia ini pada tanggal 17 Januari 2013 dalam tidurnya, terimakasih Ibu untuk semua yang telah Ibu lakukan buat kami semua)


Diari Bapak : Kenangan Sepanjang Masa

Tak bermaksud menggali kenangan lama, apalagi jika itu menimbulkan dukacita. Namun itu yang terjadi jika kenangan ditemukan dalam bentuk tulisan atau buku, yang tidak akan lekang oleh waktu. Seperti yang kualami beberapa hari yang lalu kala menyelamatkan buku diari bapak saat rumah bapak ibu mengalami kebocoran.

Sama seperti aku, atau aku sama seperti bapak, bapak juga suka menulis buku harian (atau diari). Namun buku harian bapak selain berisi kegiatan bapak sehari-hari, juga berisi puisi dan curahan hati kepada ibu yang nun jauh disana. Tahun 1963, bapak sudah menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tingkat Akhir, sementara ibu masih sekolah di Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak di Jawa.

Inilah beberapa tulisan bapak, yang kadang sangat halus seperti perilaku dan budi bahasanya, sehingga perlu kaca pembesar untuk membacanya

Tulisan akan tinggal menjadi kenangan dan itu sebagai bukti dari apa yang kita lakukan di masa lampau.

Doa ku untuk Bapak Ibu di Surga


Membuka Lembaran Baru

Beberapa minggu terakhir ini, kata-kata “Membuka Lembaran Baru” atau “Membuka Halaman Baru/Berikutnya” menjadi kata-kata yang ramai dibicarakan orang. Kata-kata ini berkaitan dengan seseorang yang ingin mengakhiri cerita lamanya dan memulai ‘membuat ‘ cerita yang baru. Kurang lebih berkaitan dengan hal baru, itulah tulisan ini dibuat. Namun sebagai seorang yang menjalani hidup dengan berawal dari masa yang lalu, tentu tidak mungkin kita melupakan masa lalu karena masa lalu adalah pengalaman hidup yang akan terus ada bersama kita.

Tidak mudah memimpin diri untuk kembali pada jalan awal, jika dalam perjalanan, kita mengalami gangguan, sandungan atau halangan atau apapun itu namanya, yang telah sempat masuk dalam hidup diluar yang menjadi perkiraan atau rencana kita. Ya….seperti yang aku alami di awal tahun ini, Ibu meninggalkanku selama-lamanya, sementara aku mesti melanjutkan perjalanan hidup di dunia ini, walau tanpa Ibu dan melanjutkan tugas Ibu yang tertunda untuk melaksanakan pernikahan adik bungsuku.

Dalam hidup, setiap orang pasti akan menghadapi kenyataan yang mau tidak mau, membuka lembaran baru, harus memulai sesuatu yang baru, sesuatu yang berbeda dengan apa yang dilakukan pada saat sebelumnya. Melupakan kejadian yang terjadi sebelumnya agar tidak semakin jatuh terpuruk untuk bangkit dan menjalankan hal yang baru atau hal yang tertunda. Namun, membuka suatu lembaran baru dalam kehidupan tidaklah semudah membuka lembaran baru di buku, kompleksitas hidup ini membuat lembaran baru tersebut tidak mudah untuk dimulai, selain itu karena yang pertama, singkirkan dulu hal atau kenangan masa lalu yang membuat terluka seperti melupakan peristiwa kematian tersebut dan mengganggap perpisahan ini hanya sementara serta yang kedua, aktif menempatkan diri untuk membuat hal yang baru dan memikirkannya.

Sebelum Ibu meninggal, sejak bulan September tahun lalu, kami memang sudah merencanakan pernikahan adik bungsu kami untuk dilaksanakan bulan Maret tahun ini. Antara sedih dan susah karena kepergian Ibu, aku tertatih-tatih membantu adikku untuk mempersiapkan pernikahannya, mulai dari pengurusan berkas-berkas yang cukup makan proses, mulai dari Catatan Sipil, Departemen Hukum dan HAM, Departemen Luar Negeri dan Kedutaan, karena adikku menikah dengan warga asing, juga urusan pelaksanaan tempat pernikahan, acara syukuran, pernjahitan baju pengantin maupun baju seragam kami dan juga undangan untuk syukuran kami yang sederhana, yang rencananya hanya mengundang sebanyak 200 orang saja.

Tak mudah memang untuk melepaskan lembaran yang lama, melupakan kepergian Ibu, namun halaman baru tentu sudah menunggu untuk dibuka, dibaca atau diiisi dengan perjalanan hidup yang baru. Dan aku mulai menjalaninya dengan mengurus semua persiapan ini. Semoga lembaran baru, yang menjadi awal kehidupan yang baru di awal bulan Maret ini menjadi suatu hal yang baik bagiku dan keluargaku, juga kami yang bersaudara ini untuk semakin satu dan saling peduli satu sama lain. Dan semoga lembaran baru ini, melanjutkan amanah Ibu, membuat aku menjadi orang yang bersemangat seperti Ibu, Ibu yang kuat dan Ibu yang mengasihi Tuhan dan anak cucu mantu sampai akhir hayatnya.


Selamat Jalan Ibunda, Selamat Jalan Eyang Uti

Tulisan ini sengaja aku buat untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan, sebagai manusia biasa, tanpa mengurangi rasa hormatku kepada Tuhan Yesus, para Pendeta, semua kerabat dan teman yang memberikan penghiburan buat kami sekeluarga.

Kepergian seseorang, perpisahan sementara di dunia, pertemuan abadi di surga nanti, peristiwa kematian atau apapun namanya, pada kenyataannya adalah saat ini aku sudah tidak dapat berkontak fisik dengan Ibu. Aku tidak dapat lagi berbicara kepada Ibu secara langsung, apalagi mendapat jawaban ataupun respon dari beliau. Aku tidak dapat memandikan Ibu, mengelap tubuhnya, membalurkan minyak gosok ke punggungnya, membedaki wajahnya, memotongi kuku kaki dan tangan lalu merendamnya dengan foot foam, apalagi menuntunnya berjalan dan menyediakan makanan untuk Ibu setiap waktu seperti yang Ibu inginkan (karena penyakit diabetesnya, ibu cenderung terus merasa lapar dan ingin makan saja)

Ibu adalah sosok yang istimewa buat setiap anak, walau buat aku, di masa hidup (masa mudanya, semasa bapak masih berkarir), Ibu memang sudah tampak super luar biasa. Ibu terlalu “gesit” dan cekatan buat aku, sementara aku sendiri cenderung lebih tenang dan lebih suka di rumah. Jadi, karena berbeda “gaya” pasti ada saja beda pendapat 🙂 Sejak kami masih anak-anak, Ibu selalu aktif membantu bapak dalam segala hal, baik untuk menunjang karir Bapak, menambah penghasilan keluarga (dengan menerima pesanan untuk membuat ikan pepesnya yang luar biasa empuk sampai ke tulang-tulangnya –waah aku rindu pepes ikan Ibu, aku rindu gule kambing Ibu – Ibu ku pintar memasak ) dan bahkan masih sempat mengajari kami berlima semua mata pelajaran, khususnya berhitung (yang semasa aku SD, kami masih menggunakan buku Cerdas Cermat, isinya lebih banyak berhitung soal bukan Matematika).

Setelah karir Bapak mulai menanjak dan Bapak menduduki Jabatan Eselon I, saat itu kami juga semakin dewasa, seingat aku, itu sekitar tahun 1987, saat Bapak diperbantukan dari Sekretariat Negara ke Badan Administrasi Kepegawaian Negara, aku mulai kuliah di Akademi Ilmu Statistik, Ibu juga ikut berkibar mendukung karir Bapak melalui kegiatan Dharma Wanita, dengan luar biasa tetap mampu menjalankan kodratnya sebagai seorang Ibu dan Istri. Mau tahu bagaimana hebatnya Ibu saat itu ? Ini salah satu kehebatannya, setelah mengantar adik bungsuku ke sekolah (coba bayangkan di masa itu saja, Ibu sudah menyetir mobil sendiri kesana kemari – aku ? oh tidak – satu-satunya orang yang tidak piawai di kegiatan outdoor di rumah kami adalah aku), dari sekolah adik, Ibu pergi ke salon untuk memasang sanggul, berganti baju disana dan dengan kebaya sanggul menyetir sendiri mobil jeep jimny coklat kami dari salon di daerah Mayestik menuju ke kantor Bapak di wilayah Cililitan. Sementara kami dibiarkan pulang bersama supir bapak, tapi Ibu melaju sendiri dengan kemandiriannya yang luar biasa. Buat Ibu, lebih baik menyetir sendiri daripada memakai supir dari kantor Bapak, beda ya dengan kebanyakan istri pejabat saat ini? 😀

Setiap hari Ibu piawai mengatur jadwal kami dan lalu lintas keluar masuk orang di rumah, baik saat ada pembantu di rumah ataupun tidak. Siapa yang mesti melakukan tugas di rumah sebelum dan sesudah pulang dari sekolah. Kami semua punya tugas untuk melakukan kewajiban di rumah sejak kami kecil, yang aku ingat waktu aku duduk di SD pun, setelah mengerjakan PR, sebelum tidur siang, aku punya kebiasaan membantu Ibu mengangkat jemuran pakaian kering, yang lama-lama menjadi tugas rutinku tanpa disuruh Ibu. Ibu mampu membuat sebuah ‘perintah’ menjadi “kebiasaan rutin” kami, ntah itu karena galaknya Ibu atau karena wibawa dan berkarismanya Ibu di mata kami.

Oh ya Ibu, bukan sosok wanita yang cerewet dan bawel lho, apalagi ngerumpi ? sebagai seorang istri pejabat di masa itu, Bapak selalu mengajarkan kepada kami untuk mampu menahan diri dan tidak mudah bicara sana sini, kebetulan kami sekeluarga bukan tipe yang seperti itu. Kembali pada Ibu, walau Ibu tidak cerewet tapi jika Ibu sudah marah karena ketidakpatuhan kami, Ibu bisa lebih galak dari apapun, contohnya seperti bekal makanan yang tidak kami makan di sekolah padahal Ibu sudah sibuk menyiapkannya sejak pagi. Wah marahnya bisa lebih dahsyat daripada badai dimanapun, jadi jangan coba-coba melakukannya, maka kalau bekal tidak habis, kami bersaudara akan saling cek tempat bekal kami dan menghabiskannya dalam kendaraan sebelum tiba di rumah.

Ibu, Ibu, Ibu, tidak cukup menceritakan kelebihan dan kekurangan Ibu pada selembar layar di blog ini, sampai saat inipun, aku pribadi, selain anak-anak dan suami, yang telah tinggal bersama Ibu tiga tahun terakhir ini, masih merasa sangat kehilangan dan membicarakan Ibu. Namun, Ibu memang sosok yang luar biasa, sejak kecil Ibu sudah hidup “ngenger” ikut pada kerabat lain agar hidup mandiri, memang menjadikan Ibu sebagai seorang yang kuat, mandiri dan tahan banting, ini pula yang Ibu ajarkan kepada kami, khususnya kepada 4 (empat) orang anak perempuannya. Hasil didikan dan buah kasih Ibu yang berjuang untuk kehidupan kami yang lebih baik tidak sia-sia, itu semua tampak dalam kehidupan kami, dalam kepribadian dan kemandirian kami. Aku dan kami semua percaya kasih Ibu yang begitu dalam dan besar bak samudera telah menghantarkan kami menjadi manusia yang mempunyai hati pada orang lain.

Dua minggu terakhir ini, sejak kepergian Ibu tanggal 17 Januari yang lalu, memang menjadi hari-hari yang berat buat aku, tiga kali aku mengalami demam dan jatuh sakit karena masih sangat berat kehilangan energi yang luar biasa dari sosok Ibu yang walau beberapa tahun terakhir banyak berbaring di tempat tidur, mampu memberi kami semangat yang luar biasa buat aku, suami dan anak-anak beraktifitas tiga tahun terakhir ini. Namun, sebagai seorang Ibu, aku juga harus melanjutkan semangat Ibu ku dan memberikan energiku kembali kepada anak-anak dan suami yang tentu masih membutuhkanku. Maafkan aku, Ibu, kalau aku belum merawat Ibu dengan maksimal, di saat keadaan keuangan ku mulai membaik, di saat paspor Ibu sudah aku siapkan bulan Nopember yang baru lalu untuk kembali berobat ke Penang, Ibu malah sudah pergi meninggalkan kami ke rumah Bapa di surga.

Manusia memang hanya boleh mempunyai rencana, namun Tuhan yang punya kuasa pada kehidupan kita berkehendak lain, pertumbuhan iman Ibu yang mencapai puncaknya, kesetiaan Ibu pada Tuhan dan pertobatan Ibu atas tindakan di masa lalu sudah terjadi, berubah menjadi kepasrahan total pada Tuhan, seperti yang disampaikan para Pendeta yang rutin melakukan perlawatan ke rumah, membuat Tuhan Allah menyatakan kehendak Nya untuk memanggil Ibu pulang.

Berat sebagai manusia biasa menghadapi hal ini. Perpisahan dengan seorang teman dekat atau saudara saja cukup menimbulkan kepedihan, apalagi Ibu yang mengandung, melahirkan, membesarkan, mendewasakan dan melingkupi kehidupan anak cucu dan menantunya sampai saat ini, tentu bukan hanya pedih yang terasa, aku benar-benar kehilangan separuh nyawaku saat ini, tapi sebagai anak Tuhan, yang percaya pada Roh Penghiburan dari Tuhan, maka aku dan keluarga ikhlas bersedia menyerahkan hidupku untuk menerima rencana Tuhan buat hidup kami ini 🙂

Natal terakhir kami bersama, formasi lengkap, sebelum Mas Loegeng bertugas di Filipina (Desember 2011)

Bersama 8 cucu di hari ulang tahun terakhir ke -67 (Juni 2012)

Damai besertamu Ibu di sana, kami akan selalu berdoa untukmu, meneruskan semangat dan cita-cita Bapak Ibu (Eyang anak-anak kami) untuk menjadi orang-orang yang berguna di mata Tuhan dan sesama kami, saling rukun, saling menopang dan saling mendoakan.