mengapa kita tidak seperti lebah madu? yang diam, namun memberikan banyak manfaat kepada manusia dan selalu bekerja sama dengan sesamanya…yang marah, bila diganggu namun berbuah manis…yang sengatnya tajam dan mematikan namun mampu menolong yang sakit….
sorot mata tajam menghunjam, simpan hasrat misteri berambisi, mata perempuan bagai pedang, sentuh jiwa dengan kilatan tajam. berkerling seperti bayang malam
bibir merah tipis tersenyum sinis, suara perlahan berujar dingin, merah merekah ranum beracun, sisakan luka di setiap hembusan. ciptakan gelombang di lautan hati
tatapan mata dan bibir berpadu, tembus dinding jiwa terdalam sembunyikan aura menusuk kalbu di balik rahasia cantik menawan, kelabu kegusaran dalam meronta
Kebaya tak hanya sekadar kain, Selimuti tubuh limpah anggun, Dalam tiap jahitan tersirat kekuatan, Jiwa wanita berbudaya.
Setiap untai benang tersulam Kisahkan sejarah, warisan abadi, Tak sekadar busana, tapi simbol, Kelembutan, keteguhan, kebijaksanaan
Dalam setiap lipatan dan hiasan renda, Terhampar cerita perjuangan dan cinta Raga terbalut sempurna, muliakan jiwa.
Wanita berkebaya, tegak berdiri, Bermartabat, berani hadapi dunia, Usung nilai luhur, tradisi tak terganti, Penjaga budaya, sepanjang masa.
Kebaya, lambang keanggunan nyata, Hiasi hari penuh pesona, Ajarkan tentang cinta dan kesetiaan, Pada akar budaya tak lekang waktu.
Junjung kebaya, lebih dari penutup raga Manifestasi kekuatan jiwa, Wanita berbudaya, dalam kelembutannya, Tersimpan tegar, cerdas, dan cinta berkarisma Sejatinya berkain juga berjiwa wanita berbudaya
“The beauty of a woman is not in the clothes she wears, the figure that she carries, or the way she combs her hair.
The beauty of a woman is seen in her eyes, because that is the doorway to her heart, the place where love resides.
True beauty in a woman is reflected in her soul. It’s the caring that she lovingly gives, the passion that she shows & the beauty of a woman only grows with passing years.”
Cermin itu…. Tak bertopeng, sapa jujur Ungkap semua, tanpa dusta, Pantulan setia, apa adanya, Pantulkan wajah, jiwa dan rasa.
Kulihat bayang diri, Tanpa tabir, tanpa peri, Garis lelah, tawa, dan sedih, Terpampang, terselisih.
Tak bertopeng, tiada pura, Tunjukkan luka, juga tawa, Kuak rahasia, dalam sorot mata, Buka tirai, belah fakta.
Tiada topeng, tiada kepalsuan, Bicara kejujuran, lihat hati, Pandang jiwa, sadar makna diri Nyata, tak palsu, tak direka, Sahabat setia, jujur pada diri.
Ini adalah cover yang terpilih untuk buku antologi Putiba (Puisi Tiga Bait) bersama sastrawan Prof Tengsoe Tjahjono bersama 70 penulis lainnya, tentang Aku, Alam dan Kota.
Ada dua putibaku dalam buku antologi ini, berjudul Rindu Rengkuhan dan Aku dan Kotaku. Puji syukur lolos kurasi bersama 70 penulis lainnya.
Setelah membaca judul cover buku ini, aku jadi terinspirasi untuk menuliskan sebuah puisi lagi, berikut ini