Makam Raja Sidabutar, Tomok

Makam Raja Sidabutar, yang kami kunjungi di Tomok, merupakan makam yang terbuat dari batu utuh tanpa persambungan yang dipahat untuk tempat peristirahatan Raja Sidabutar penguasa kawasan Tomok pada masa itu. Sidabutar merupakan orang pertama yang menginjakan kakinya di Pulau Samosir. Kuburan yang sudah berumur lebih dari 200 tahun itu, merupakan kubur batu.

Sebelum memasuki lokasi ada prosesi pemakaian ulos. Selain makam raja Sidabutar, terdapat juga makam raja kedua yang walaupun masih keluarga tetapi bukan keturunan langsung raja Sidabutar. Terdapat juga makam raja berikutnya yang dihiasi ornamen salib, menandakan pada masa pemerintahannyalah masyarakat Batak sudah mengenal agama (Kristen) yang dibawa oleh misionaris asal Jerman yaitu Nomensen.

 

Kunjungilah Makam ini, jika anda singgah di Tomok, karena ini bagian dari sejarah dan budaya bangsa kita


Borhat Ma Dainang

Borhat ma dainang
Tubuan laklak ho inang tubu sikkoru
Borhat ma dainang
Tubuan anak ho inang tubuan boru
Horas ma dainang
Rongkapmu gabe helanghi dongan matua
Horas ma dainang
Ditongan dalan nang dung sahat ro di huta



Reff:

Unang pola tangisho
Ai tibu do ahu ro
Sirang pe ahu sian ho
Tondinghi gumonggom ho

Mengkel ma dainang
Sai unang tangis ho inang martuk tukian
Ingot martangiang
Asa horas hamu nalaho nang na tinggal


Lagu dengan lirik yang sangat menyentuh hati ini, biasanya dinyanyikan oleh ibu untuk anak atau boru dan menantunya pada pesta pernikahan adat Batak. Liriknya bermakna sekali, memiliki pesan mendalam. Melepas putrinya untuk hidup bersama dengan orang lain, lebih dalam artinya berpisah dari keluarga untuk membentuk rumah tangga sendiri. Sang lirik mengharapkan, agar si putri tegar dan tekun dalam doa sehingga sehat selalu, kini dan nanti. Sebagai tujuan berkeluarga adalah menghendaki keturunan, lagu ini pun berharap agar keluarga baru itu dianugerahi anak dan putri.

Dimanapun lagu ini dinyanyikan selalu membuat hati tersentuh dan ingin menangis, tidak ada seorang ibupun di dunia ini, yang ingin berpisah dengan anak (boru) nya bukan? Walau kenyataannya tidak demikian di jaman sekarang, tapi lirik lagu ini menginginkan ketegaran seorang anak yang melanjutkan kehidupannya ke jenjang pernikahan. Akan lebih mengharukan lagi, jika langsung dinyanyikan oleh sang Ibu.

Sumber : Ms Google dan Pribadi


MARHUSIP di Cengkareng…

Marhusip merupakan salah satu aktivitas yang penting dalam rangka perencanaan pelaksanaan adat pernikahan dalam Suku Batak. Arti harfiah dari MARHUSIP dalam bahasa batak adalah berbisik. Aku tidak tahu persis kenapa kata MARHUSIP digunakan dalam kegiatan ini, sebab pada hakekatnya dalam setiap pembicaraan dalam acara ini bukanlah berbisik bisik melainkan berbicara normal seperti sediakala dan terkadang diselingi canda dan tawa. Dari pengalaman mengikuti acara acara yang seperti ini dapat disimpulkan bahwa istilah MARHUSIP digunakan mengingat kegiatan ini belumlah disaksikan secara terbuka oleh masyarakat umum (sanak keluarga dan kerabat secara keseluruhan) namun terbatas hanya sanak keluarga dekat dan sifatnya memformalkan apa yang dibicarakan dalam Marhori DInding.

Marhusip ini baru saja aku hadiri pada hari Sabtu, 5 Desember 2009 yang lalu, dimana kami, sebagai pihak PARANAK, mengantar anak kami Coky Gihon Jansen Silalahi, anak dari abang suamiku, Ap Coky Silalahi, ke rumah keluarga PARBORU, calon anak menantu kami, boru Simanjuntak, di Jalan Kenanga, Menceng, Cengkareng. Yang hadir dari pihak kami PARANAK adalah bapak dan inang tua dari calon pengantin pria, bapak dan inang udanya, amang dan inang boru nya dan juga ada opung boru nya dari Pengadegan.

Acara yang semula direncanakan pukul 12.00 ternyata mundur menjadi 13.30 karena ada salah komunikasi. Namun ndak masalah, walaupun perut lapar, kami sudah disuguhi lappet ombus-ombus dan air minum. Lumayan, buat yang sudah menahan lapar sejak tadi karena ada yang belum sempat sarapan dan terlambat makan siang.

Dalam acara ini pihak PARANAK datang secara resmi bersama saudara dekat menemui pihak keluarga PARBORU dengan membawa SIPANGANON (makanan dan minuman) dan tentunya kedatangan ini telah disepakati dalam acara marhori dinding, sehingga pihak PARBORUpun telah mengundang sanak saudara dekat untuk menerima kedatangan pihak PARANAK, dan masing masing pihakpun telah didampingi RAJA PARHATA. Boleh dikatakan bahwa kedatangan pihak PARANAK kali ini adalah meminang secara resmi anak perempuan dari PARBORU dan telah melibatkan para pihak yang berkepentingan.

Sesampai  didalam rumah PARBORU, pihak PARANAK-pun menyampaikan bahwa mereka datang dengan membawa SIPANGANON (makanan dan minuman). Kemudian pihak PARBORU menyuruh PARBORUON-nya (garis perempuan dalam keluarga) untuk MANIGAT (pengertian Indonesianya membuka pembungkus disertai merapikan) makanan dan minuman dimaksud, lalu kemudian mempersiapkan hidangan untuk dimakan para hadirin yang telah duduk berhadapan. Setelah makanan terhidang, pihak PARANAK pun PASAHATHON (mempersembahkan) TUDUTUDU SIPANGANON (biasanya ini adalah kepala seekor PINAHAN LOBU atau babi yang telah diatur sedemikian rupa), yang disertai dengan sepatah kata dan UMPASA. Kemudian pihak PARBORU membalasnya dengan menyajikan DEKKE (ikan) yang juga disertai dengan sepatah kata dan UMPASA.

Pihak PARBORU selaku tuan rumah meminta agar yang membawakan doa makan adalah dari pihak PARANAK sebab merekalah yang membawa SIPANGANON tersebut. Doapun dipanjatkan kepada Tuhan lalu kemudian semua yang hadir  makan bersama sama.

Setelah selesai makan, RAJA PARHATA dari PARBORU memulai pembicaraan, dan menanyakan maksud dan makna dari TUDU TUDU SIPANGANON yang disampaikan oleh pihak PARANAK. Lalu RAJA PARHATA pihak PARANAK menjawab bahwa TUDU TUDU SIPANGANON tersebut adalah merupakan SURUNG SURUNG (dalam bahasa batak surung surung merupakan JAMBAR atau hak RAJA yang tidak perlu dibagikan pada saat acara tersebut) bagi pihak PARBORU.

Kemudian RAJA PARHATA dari PARBORU memberitahukan kepada HAHA ANGGI (saudara tua dan saudara muda)-nya serta DONGAN SAHUTA (tetua atau orang yang dihormati disekitar tempat tinggal) tentang yang disampaikan oleh PARANAK tersebut, disertai permintaan agar acarapun ditutup.

Namun biasanya pihak PARANAK pada kesempatan itu memohon kepada pihak PARBORU agar saat MARHUSIP ini dapat juga dimanfaatkan sebagai acara PATUA HATA (konfirmasi atau penegasan apa yang dibicarakan dalam MARHORI DINDING). Lalu berdasarkan pertimbangan dari HAHA ANGGI dan DONGAN SAHUTA, permohonan tersebut dikabulkan.

PATUA HATA

Patua hata merupakan dialog antara PARBORU dan PARANAK yang dirangkai oleh RAJA PARHATA. Inti dari dialog serta pembicaraan disini merupakan penegasan kembali dari apa yang sudah dibicarakan dalam MARHORI DINDING; hanya bedanya disini lebih formal dan disaksikan para undangan dan RAJA yang diundang oleh kedua belah pihak.

Acara ini diakhiri dengan memperkenalkan calon pengantin laki laki dan perempuan kepada seluruh yang hadir dalam acara tersebut, kemudian disusul dengan penyerahan  INGOT-INGOT (semacam ikrar dalam bentuk uang kecil) oleh pihak PARANAK kepada pihak PARBORU (biasanya INGOT INGOT ini dibagikan kepada seluruh pihak PARBORU yang hadir saat itu). Lalu akhirnya ditutup dengan nyanyian gereja dan doa penutup dari pihak PARBORU.

Patua hata, artinya bahwa kesepakatan seorang pria dengan seorang wanita yang telah sepakat untuk memadu kasih, menjadi tanggung jawab orang tua. Patua hata, bahwa sudah menjadi pembahasan pihak orang tua pria dan wanita, biasanya sudah sekaligus menentukan langkah-langkah selanjutnya sampai ke acara Pemberkatan Nikah, Pesta Adat dan resepsi. Diawali dari namartumpol. Pemberkatan Nikah, rencananya akan diadakan pada tanggal 27 Maret 2010, semoga keluarga, calon mempelai, orangtua diberi kesehatan, supaya niat baik ini boleh terjadi dan seturut dengan kehendak Tuhan. Amin


Sipanganon Sibuhabuhai

Acara selanjutnya setelah Mar Ria Raja yang diadakan menjelang pernikahan OLWIYN MARGARETH ASTRID br SILALAHI SIDABARIBA, S.Sos dengan TUMABER MANULANG, SH adalah Pemberkatan (Pamasu-masuon). Sesuai dengan Tata cara Adat Batak, Pemberkatan selalu didahului dengan kegiatan Sibuhaibuhai, yang biasanya diadakan di rumah calon mempelai perempuan. Namun, untuk menghemat waktu dan tempat, saat ini biasanya diadakan di halaman Gereja atau di ruang pertemuan Gereja.

Asalnya istilah Suhi ni ampang na opat adalah sebagai berikut :

Pada pagi hari pesta perkawinan, keluarga terdekat dari calon mempelai bersama calon mempelai itu sendiri, datang ke rumah calon mempelai wanita dalam rangka pelaksanaan perkawinan itu, sebab pesta dan adat perkawinan itu akan diadakan di rumah pengantin wanita yang disebut mangalap jual. Kedatangannya pagi itu sekaligus membawa “makanan adat” yang disebut sipanganan sibuhabuhai. Inilah dianggap sebagai pembukaan semua kegiatan pada pesta hari itu untuk seterusnya disambung dengan acara catatan sipil (setelah adanya U.U. Perkawinan).

Makanan adat Sibuhabuhai tadi bawa oleh Boru dari keluarga lelaki yang diberi nama “Sijujung Ampang” di dalam satu bakul yang kuat yang disebut “ampang” dengan empat suhisuhi (empat sudut) ditutup dengan satu ulos biasanya ulos Sibolang atau dengan Ulos Ragi Hotang.

Yang menerima/menyambut mereka di rumah pengantin wanita adalah unsur dari Suhi ni ampang na opat yaitu Suhut Bolon, Pamarai, Pariban dan Tiilang semuanya kelompok parjambar na gok penanggung jawab penuh dari semua keadaan dan pelaksanaan perkawinan sebagai keluarga terdekat sekali dari mempelai perempuan yang kemudian dinamai Suhi ni ampane bersama-sama dengan undangan lainnya.

Pasahat Sipanganon Sibuhabuhai “Rajanami, Raja ni Hulahula, angka amanta Raja dohot Inanta soripada na pinarsangapan Tangan Marsomba ma dohot Soara marhuhuasi di sipanganon na saotik na huboan hami on. I ma da Rajanami na margoar sipanganon Sibuhabuhai di Pesta na tapamasa di ari na uli ari na denggan on. Asa marhite asi ni roha ni Tuhanta asa buha parsaulian, panggabean, dohot parhorasan di hita saluhutna Bosur ma hita mangan na godang mokmok mangan na otik. Bulung ni dapdap ma langkop ia i ma jolo na tarpatupa bai i ma taparhajop. Sititi ma sihompa golanggolang pangarahutna. Tung songon i ma jolo na tarpatupa sai Tuhanta ma na manggohi pasupasuna Boti ma.

Setelah selesai acara adat Sibuhabuhai, di rumah pihak parboru pada pagi hari itu diberikan kesempatan pengantin laki-laki dan pengantin perempuan untuk acara tukar Bunga. Kemudian BERDIRILAH SEORANG DARI PIHAK hulahula pihak parboru memimpin doa restu dan seterusnya untuk berangkat ke Gereja.

Perkawinan anggota jemaat Kristen selalu mengutamakan pemberkatan di Gereja lebih dahulu yang disampaikan oleh Hamba Tuhan sesuai dengan Agenda Huria. Setelah selesai acara kebaktian dari Gereja itu baru kemudian dilangsungkan acara pesta perkawinan yang sekaligus merupakan pemenuhan norma-norma adat istiadat Batak, biasanya dilakukan di halaman rumah, dan di kota. Kota biasa dilakukan di dalam sebuah gedung pertemuan umum.


Paratur ni Parhundulon

Tulisan ini kudapat dari browsing di internet. Mohon maaf aku lupa sumbernya dari mana, karena sudah lama kusimpan dalam fileku dan baru sempat mengolahnya sekarang. Aku yang seorang Jawa dan menikah dengan pria keturunan Batak, maka sudah sepatutnyalah aku belajar sedikit-sedikit mengenai adat istiadat Batak. Salah satunya, belajar mengenai Paratur ni parhundulon.

Paratur ni Parhundulon berarti posisi duduk (kadang juga posisi berdiri), ini adalah salah satu istilah dalam ritual adat Batak, yang kemudian dimaknakan dalam kehidupan sehari-hari. Posisi duduk dalam suatu acara adat Batak sangat penting, karena itu akan mencerminkan unsur-unsur penghormatan kepada pihak-pihak tertentu. Dalam kehidupan orang Batak sehari-hari, kekerabatan (partuturon) adalah kunci pelaksanaan dari falsafah hidupnya, Boraspati (yang digambarkan dengan dua ekor cecak/cicak, saling berhadapan, yang menempel di kiri-kanan Ruma Gorga/Sopo/Rumah Batak). Kekerabatan itu pula yang menjadi semacam tonggak agung untuk mempersatukan hubungan darah, menentukan sikap kita untuk memperlakukan orang lain dengan baik.

Semula, aku tidak paham mengenai hal ini, aku rasa dan kupikir suamiku pun belum tentu paham betul mengenai adat. Jadi, kucoba mencari tahu sendiri sambil juga bertanya dan mengamati sekeliling. Dulu, di awal aku menikah, setiap kali ada acara, dimana kita harus berdiri atau duduk, aku biasanya dipanggil-panggil atau diberitahu Eda-eda(saudara perempuan suami atau ipar perempuan)ku, ”Eda, berdiri disana, di sebelah Ito” atau ”Eda, duduk dekat Angkang”. Dengan berjalannya waktu, aku lebih paham memposisikan diriku, aku harus berada dalam deretan Tuan dan Nyonya Silalahi, jika ada dalam acara keluarga Silalahi. Sedangkan bila dalam acara Keluarga Manihuruk, dimana aku sudah diangkat menjadi boru mereka, aku ada di posisi boru.

Oh ya, karena sumber informasi ini adalah seorang pria (amang/bapak), maka posisikan diri anda pembaca sebagai pihak pria tuk memahami tulisan ini. Kekurangan dan kelebihan dari tulisan ini mohon dapat dimaklumi, namun masukan dari para pembaca sangat aku harapkan untuk menambah wawasan dan pemahamanku mengenai adat batak.

Kita selaku orang Batak berbudaya sudah menanamkan ini sejak dulu kala, kita tentu masih ingat petuah nenek moyang kita, seperti :

–          Jolo tiniptip sanggar, laho bahen huruhuruan, jolo sinungkun marga, asa binoto partuturan

–          Hau antaladan, parasaran ni binsusur, sai tiur do pardalanan molo sai denggan iba martutur

Ada tiga bagian kekerabatan, dinamakan ”Dalihan Na Tolu”, adapun isinya adalah sebagai berikut :

  1. Manat mardongan tubu = hati-hati bersikap terhadap dongan tubu
  2. Elek marboru = memperlakukan semua perempuan dengan kasih
  3. Somba marhulahula = menghormati pihak keluarga perempuan

Yang dimaksud dengan dongan tubu ( sabutuha ) :

  1. Dongan sa-ama ni suhut = saudara kandung
  2. Paidua ni suhut ( ama martinodohon ) = keturunan Bapatua/Amanguda
  3. Hahaanggi ni suhut / dongan tubu ( ompu martinodohon ) = se-marga, se-kampung
  4. Bagian panamboli ( panungkun ) ni suhut = kerabat jauh
  5. Dongan sa-marga ni suhut = satu marga
  6. Dongan sa-ina ni suhut = saudara beda ibu
  7. Dongan sapadan ni marga (pulik marga ), mis : Tambunan dengan Tampubolon

Kata-kata bijak dalam berhubungan dengan dongan sabutuha :

  • Manat ma ho mardongan sabutuha, molo naeng sangap ho
  • Tampulon aek do na mardongan sabutuha
  • Tali papaut tali panggongan, tung taripas laut sai tinanda do rupa ni dongan

Yang dimaksud dengan boru :

  1. Iboto dongan sa-ama ni suhut = ito kandung kita
  2. Boru tubu ni suhut = puteri kandung kita
  3. Namboru ni suhut
  4. Boru ni ampuan, i ma naro sian na asing jala jinalo niampuan di huta ni iba = perempuan pendatang yang sudah diterima dengan baik di kampung kita
  5. Boru na gojong = ito, puteri dari Amangtua/Amanguda ataupun Ito jauh dari pihak ompung yang se-kampung pula dengan pihak hulahula
  6. Ibebere/Imbebere = keponakan perempuan
  7. Boru ni dongan sa-ina dohot dongan sa-parpadanan = ito dari satu garis tarombo dan perempuan dari marga parpadanan ( sumpah ).
  8. Parumaen/maen = perempuan yang dinikahi putera kita, dan juga isteri dari semua laki-laki yang memanggil kita ‘Amang’

Kata-kata bijak dalam berhubungan dengan boru :

  • Elek ma ho marboru, molo naeng ho sonang
  • Bungkulan do boru ( sibahen pardomuan )
  • Durung do boru tomburon hulahula, sipanumpahi do boru tongtong di hulahula
  • Unduk marmeme anak, laos unduk do marmeme boru = kasih sayang yang sama terhadap putera dan puteri
  • Tinallik landorung bontar gotana, dos do anak dohot boru nang pe pulikpulik margana

Kata-kata bijak perihal bere :

Amak do rere anak do bere, dangka do dupang ama do tulang

Hot pe jabu i sai tong do i margulanggulang, tung sian dia pe mangalap boru bere i sai hot do i boru ni tulang

Yang dimaksud dengan hulahula :

  • Tunggane dohot simatua = lae kita dan mertua
  • Tulang
  • Bona Tulang = tulang dari persaudaraan ompung
  • Bona ni ari = hulahula dari Bapak ompung kita. Pokoknya, semua hulahula yang posisinya sudah jauh di atas, dinamai Bona ni ari.
  • Tulang rorobot = tulang dari lae/isteri kita, tulang dari nantulang kita, tulang dari ompung boru lae kita dan keturunannya. Boru dari tulang rorobot tidak bisa kita nikahi, merekalah yang disebut dengan inang bao.
  • Seluruh hulahula dongan sabutuha, menjadi hulahula kita juga ( ya ampunnn )

Kata-kata bijak penuntun hubungan kita dengan hulahula :

  • Sigaiton lailai do na marhulahula, artinya ; sebagaimana kalau kita ingin menentukan jenis kelamin ayam (jantan/betina), kita terlebih dulu menyingkap lailai-nya dengan ati-hati, begitupula terhadap hulahula, kita harus terlebih dulu mengetahui sifat-sifat dan tabiat mereka, supaya kita bisa berbuat hal-hal yang menyenangkan hatinya.
  • Na mandanggurhon tu dolok do iba mangalehon tu hulahula, artinya ; kita akan mendapat berkat yang melimpah dari Tuhan, kalau kita berperilaku baik terhadap hulahula.
  • Hulahula i do debata na tarida
  • Hulahula i do mula ni mata ni ari na binsar. Artinya, bagi orang Batak, anak dan boru adalah matahari ( mata ni ari ). Kita menikahi puteri dari hulahula yang kelak akan memberi kita hamoraon, hagabeon, hasangapon, yaitu putera dan puteri (hamoraon, hagabeon, hasangapon yang hakiki bagi orang Batak bukanlah materi, tetapi keturunan)
  • Obuk do jambulan na nidandan baen samara, pasupasu na mardongan tangiang ni hulahula do mambahen marsundutsundut so ada mara
  • Nidurung Situma laos dapot Porapora, pasupasu ni hulahula mambahen pogos gabe mamora

A. Dalam keluarga satu generasi :

(1) Amang/Among : kepada bapak kandung

(2) Amangtua : kepada abang kandung bapak kita, maupun par-abangon bapak dari dongan sabutuha, parparibanon. Namun kita bisa juga memanggil ‘Amang’ saja

(3) Amanguda : kepada adik dari bapak kita, maupun par-adekon bapak dari dongan sabutuha, parparibanon. Namun bisa juga kita cukup memanggilnya dengan sebutan “Amang’ atau ‘Uda’

(4) Haha/Angkang : kepada abang kandung kita, dan semua par-abangon baik dari amangtua, dari marga

(5) Anggi : kepada adik kandung kita, maupun seluruh putera amanguda, dan semua laki-laki yang marganya lebih muda dari marga kita dalam tarombo. Untuk perempuan yang kita cintai, kita juga bisa memanggilnya dengan sebutan ini atau bisa juga ‘Anggia’

(6) Hahadoli : atau ‘Angkangdoli’, ditujukan kepada semua laki-laki keturunan dari ompu yang tumodohon ( mem-per-adik kan ) ompung kita

(7) Anggidoli : kepada semua laki-laki yang merupakan keturunan dari ompu yang ditinodohon ( di-per-adik kan ) ompung kita, sampai kepada tujuh generasi sebelumnya. Uniknya, dalam acara ritual adat, panggilan ini bisa langsung digunakan

 (8) Ompung : kepada kakek kandung kita. Sederhananya, semua orang yang kita panggil dengan sebutan ‘Amang’, maka bapak-bapak mereka adalah ‘Ompung’ kita. Ompung juga merupakan panggilan untuk datu/dukun, tabib/Namalo.

(9) Amang mangulahi : kepada bapak dari ompung kita. Kita memanggilnya ‘Amang’

(10) Ompung mangulahi: kepada ompung dari ompung kita

(11) Inang/Inong : kepada ibu kandung kita

(12) Inangtua : kepada isteri dari semua bapatua/amangtua

(13) Inanguda : kepada isteri dari semua bapauda/amanguda

(14) Angkangboru : kepada semua perempuan yang posisinya sama seperti ‘angkang’

(15) Anggiboru : kepada adik kandung. Kita memanggilnya dengan sebutan ‘Inang’

(16) Ompungboru : lihat ke atas

(17) Ompungboru mangulahi : lihat ke atas

B. Dalam hubungan par-hulahula on

(a) Simatua doli : kepada bapak, bapatua, dan bapauda dari isteri kita. Kita memangilnya dengan sebutan ‘Amang’

(b) Simatua boru : kepada ibu, inangtua, dan inanguda dari isteri kita. Kita cukup memangilnya ‘Inang’

(c) Tunggane : disebut juga ‘Lae’, yakni kepada semua ito dari isteri kita

(d) Tulang na poso : kepada putera tunggane kita, dan cukup dipangil ‘Tulang’

(e) Nantulang na poso : kepada puteri tunggane kita, cukup dipanggil ‘Nantulang’

(f) Tulang : kepada ito ibu kita

(g) Nantulang : kepada isteri tulang kita

(h) Ompung bao : kepada orangtua ibu kita, cukup dipanggil ‘Ompung’

(i) Tulang rorobot : kepada tulang ibu kita dan tulang isteri mereka, juga kepada semua hulahula dari hulahula kita (amangoi…borat na i )

(j) Bonatulang/Bonahula : kepada semua hulahula dari yang kita panggil ‘Ompung’

(k) Bona ni ari : kepada hulahula dari ompung dari semua yang kita panggil ‘Amang’, dan generasi di atasnya

C. Dalam hubungan par-boru on

(1) Hela : kepada laki-laki yang menikahi puteri kita, juga kepada semua laki-laki yang menikahi puteri dari abang/adik kita. Kita memanggilnya ‘Amanghela’

(2) Lae : kepada amang, amangtua, dan amanguda dari hela kita. Juga kepada laki-laki yang menikahi ito kandung kita

(3) Ito : kepada inang, inangtua, dan inanguda dari hela kita

(4) Amangboru : kepada laki-laki ( juga abang/adik nya) yang menikahi ito bapak kita

(5) Namboru : kepada isteri amangboru kita

(6) Lae : kepada putera dari amangboru kita

(7) Ito : kepada puteri dari amangboru kita

(8) Lae : kepada bapak dari amangboru kita

(9) Ito : kepada ibu/inang dari amangboru kita

(10) Bere : kepada abang/adik juga ito dari hela kita

(11) Bere : kepada putera dan puteri dari ito kita

(12) Bere : kepada ito dari amangboru kita

Alus ni tutur tu panjouhon ni partuturan na tu ibana ( hubungan sebutan kekerabatan timbal balik ) Kalau kita laki-laki dan memanggil seseorang dengan : Orang itu akan memanggil kita:

  • amang, amangtua VS amanguda amang
  • inang, inangtua VS inanguda amang
  • angkang VS anggi(a)
  • ompungdoli (suhut = dari pihak laki-laki) VS anggi(a)
  • ompungboru ( suhut ) VS anggi(a)
  • ompungdoli ( bao = dari pihak perempuan ) VS lae
  • ompungboru ( bao ) VS amangbao
  • inang ( anggiboru ) VS amang
  • anggia VS angkang
  • anggia ( pahompu ) VS ompung
  • inang ( bao ) VS amang
  • inang ( parumaen ) VS amang
  • amang ( simatua ) VS amanghela
  • inang ( simatua ) VS amanghela
  • tunggane VS lae
  • tulang VS bere
  • nantulang VS bere
  • tulang na poso VS amangboru
  • nantulang na poso VS amangboru
  • bere VS tulang
  • ito VS ito
  • parumaen/maen VS amangboru
  • amang ( na mambuat maen ni iba ) VS amang

Kalau kita perempuan dan memanggil seseorang dengan : Orang itu akan memanggil kita:

  • amang, amangtua, VS amanguda inang
  • inang, inangtua, VS inanguda inang
  • angkang VS anggi(a)
  • ompungdoli (suhut = dari pihak laki-laki) VS ito
  • ompungboru ( suhut ) VS eda
  • ompungdoli ( bao = dari pihak perempuan ) VS ito
  • ompungboru ( bao ) VS eda
  • inang ( anggiboru ) VS #####
  • anggia VS angkang
  • anggia ( pahompu ) VS #####
  • inang ( bao ) VS #####
  • inang ( parumaen ) VS inang
  • amang ( simatua ) VS inang
  • inang ( simatua ) VS inang
  • tunggane VS #####
  • tulang VS bere
  • nantulang VS bere
  • tulang na poso VS #####
  • nantulang na poso VS #####
  • bere VS nantulang
  • ito VS ito
  • parumaen/maen VS nanmboru
  • amang ( na mambuat maen ni iba ) VS inang

Beberapa hal yang perlu diingat :

  • Hanya laki-laki lah yang mar-lae, mar-tunggane, mar-tulang na poso dohot nantulang na poso
  • Hanya perempuan lah yang mar-eda, mar-amang na poso dohot inang na poso
  • Di daerah seperti Silindung dan sekitarnya, dalam parparibanon, selalu umur yang menentukan mana sihahaan (menempati posisi haha ), mana sianggian ( menempati posisi anggi ). Tapi kalau di Toba, aturan sihahaan dan sianggian dalam parparibanon serta dongan sabutuha sama saja aturannya.

Selamat belajar…..


Martumpol dan Mar Ria Ria – Olwiyn

Dua minggu yang lalu, kami mendapat undangan dari Amang Abang tertua suamiku, Amang Bapak Luhut, yang karena bertempat tinggal di Bogor, anak-anak memanggil beliau Amang tua Bogor atau Bapak tua Bogor. Ap Bogor mengundang kami, adik-adiknya untuk hadir pada acara Partumpolon (baca : Partupolon) sebagai yang tampak dibawah ini,

GOKHON DOHOT JOU-JOU
ULAON PARTUMPOLON, SABTU 18 APRIL 2009

Mandapothon Napinarsangapan :
Kel. Ap Dita Sidabariba/br Manihuruk

Dohot Hormat,

Dibagasan posni roha na sian Tuhanta, marhite surat on ro do hami manggokhon huhut manjou hamu napinarsangapan : Raja ni Dongan Tubu, Raja ni Boru/Bere/Ibebere, Raja ni Dongan Sahuta, Pariban dohot Ale-ale, Tarlumobi ma di hamu Raja ni Hula-hula dohot Tulang nami, asa marneang ni langka hamu rap dohot inanta soripada ro mangadopi ulaon PARTUMPOLON ni boru nami :

OLWIYN MARGARETH ASTRID br SILALAHI SIDABARIBA, S.Sos

Dohot oroanna

TUMABER MANULANG, SH

Anak ni Lae nami BK Manulang, dohot Inangbao nami br Pakpahan (†)/br Sianturi, sian Jl Bintaro Permai I No 24, Bintaro – Jakarta, ima nanaeng sipatupaonta di :

Ari/Tanggal : Sabtu/18 April 2009
Tingki : Pukul 09.00 WIB sd selesai
Inganan : Gereja HKBP Petukangan, Jln Ciledug Raya No 5 Petukangan Selatan, Jak Sel, Telp 021-7354885

Sai dipatiur jala diramoti Tuhanta ma Ulaon i, dipadao nasa abat-abat sian hita saluhutna, jala disiala haradeon ni rohamuna, parjolo ma hupasahat hami godang mauliate.

Bogor, 23 Maret 2009

Hami na Manggokhon :

1. Ir. Hoemala Sidabariba/Maria Hasnah br Simarmata Bogor
2. Donny Luhut Sidabariba/Ceria br Simarmata Bogor

Sebagai wanita yang menikah dengan seseorang bersukubangsa Batak, sudah sepatutnyalah aku ikut belajar dan mencari tahu acara apakah yang akan aku hadiri ini. Sebenarnya, aku sudah menghadiri acara Partumpolon beberapa kali, Namun baru kali ini aku mencari referensi dari sumber-sumber yang dapat dipercaya, untuk dapat dimasukkan kedalam blogku, yang kelak akan dapat berguna bagi anak cucuku, yang merupakan keturunan pernikahan dari seorang ibu bersukubangsa Jawa…

Martumpolon adalah sebuah tahapan dari serangkaian kegiatan dalam Tata Cara Adat Batak. Namun karena saat penulisan blog ini, aku sudah di tahap Martumpolon, maka tahap-tahap sebelumnya akan aku tuliskan kemudian hari ya.

Martumpol (baca : martuppol) adalah
• Penandatanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja
• Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku
• Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting)
• Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut
• Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).

Dalam acara Martumpol yang kuhadiri ini, kami hadir pada pukul 09.00 lewat, kami sudah panic dalam perjalanan, karena undangan tertulis pukul 09.00. Keterlambatan ini terjadi karena anak tengahku, Arum, harus mengisi acara dalam Pembukaan Olympiade Sains Kwark di SD Stella Maris BSD. Arum dan teman-temannya tampil membawakan beberapa lagu dengan kolaborasi alat musik kolintang, suling dan angklung.

Tiba disana, ternyata pihak pengantin pria belum hadir juga. O iya, keluarga kami berada di pihak pengantin perempuan (parboru) karena yang akan menikah adalah boru ke-2 dari Ap Bogor. Untuk mengisi waktu, kami dari pihak parboru melakukan latihan paduan suara, semula rencananya akan kami nyanyikan pada saat Pemberkatan Nikah, namun karena kami sudah merasa mantap (mantap booo), kami berani menyanyikan lagu berjudul Sampai Masa Tua, dalam bahasa Indonesia dan bahasa Batak. Anak-anakku juga didaulat untuk bernyanyi dengan persiapan seadanya, Dita memainkan piano, mengiringi Arum yang menaikkan pujian You Raise me Up. Pihak Pengantin Pria (paranak) akhirnya datang pada pukul 11.00 siang, akhirnya…..untung gedung gereja HKBP memakai AC, kalau tidak, pasti semua inang dan amang bisa mendidih kepanasan, maklum dalam acara resmi seperti ini, kami, untuk menghormati pihak pengundang, abang kami dan pihak paranak, para ibu memakai pakaian resmi kebaya dan kain dan rambut disanggul dengan sasak dan memakai konde atau sanggul. Sedangkan para bapak menggenakan pakaian jas lengkap dengan dasi. Jadi bisa kebayang tho, seandainya, seandainya saja kami harus menunggu selama hampir 2 jam tanpa AC? Pyuuih…: (

Setelah mengikut Partumpolon seperti yang diatur sesuai dengan Tata Kebaktian di Gereja HKBP, kami, para tamu dipersilakan untuk menikmati hidangan berupa makanan kecil di teras gereja. Selanjutnya, kedua belah pihak, baik pihak parboru maupun pihak paranak, melaksanakan kegiatan MAR-RIA RAJA, yang undangannya dapat dilihat pada lampiran berikut,

GOKHON DOHOT JOU-JOU
ULAON MAR-RIA RAJA, SABTU 18 APRIL 2009

Mandapothon Napinarsangapan :
Kel. Ap Dita Sidabariba/br Manihuruk

Dohot Hormat,

Dibagasan posni roha na sian Tuhanta, marhite surat on ro do hami manggokhon huhut manjou hamu napinarsangapan : Raja ni Dongan Tubu, Raja ni Boru/Bere/Ibebere, Raja ni Dongan Sahuta, Pariban dohot Ale-ale, asa marneang ni langka hamu rap dohot inanta soripada ro mangadopi ulaon MAR-RIA RAJA ni boru nami :

OLWIYN MARGARETH ASTRID br SILALAHI SIDABARIBA, S.Sos

Dohot oroanna

TUMABER MANULANG, SH

Anak ni Lae nami BK Manulang, dohot Inangbao nami br Pakpahan (†)/br Sianturi, sian Jl Bintaro Permai I No 24, Bintaro – Jakarta, ima nanaeng sipatupaonta di :

Ari/Tanggal : Sabtu/18 April 2009
Tingki : Pukul 12.00 WIB sd selesai
Inganan : Gereja HKBP Petukangan, Jln Ciledug Raya No 5
Petukangan Selatan, Jak Sel, Telp 021-7354885

Sai dipatiur jala diramoti Tuhanta ma Ulaon i, dipadao nasa abat-abat sian hita saluhutna, jala disiala haradeon ni rohamuna, parjolo ma hupasahat hami godang mauliate.

Bogor, 23 Maret 2009

Hami na Manggokhon :

1. Ir. Hoemala Sidabariba/Maria Hasnah br Simarmata Bogor
2. Donny Luhut Sidabariba/Ceria br Simarmata Bogor

Naah kalo acara Mar Ria Raja yang kuhadiri saat ini, diawali dengan Makan Siang, maklum jamnya sudah siang banget, dan walaupun sudah diselipi snack yang terdiri dari lemper, risoles dan teh manis, rasanya kok ga nendang ya kalau belum makan nasi….haha bukan nyindir lho, tapi bener, aku juga laper per…apalagi seperti biasa di ulaon seperti ini, pasti ada masakan khas Batak dong… pake Sangsang ?

Acara Mar Ria Raja sendiri adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk :
o Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis
o Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan.
o Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.

Dalam acara ini, detil persiapan pernikahan dibicarakan, siapa yang bertugas, apa yang harus disiapkan sampai ke orang-orang yang harus bertanggungjawab di setiap tahap kegiatan, Sibuah-buahi (di tempat parboru), diputuskan untuk diadakan di aula gereja HKBP Cijantung pada tanggal 8 Mei 2009 –> Pemberkatan Pernikahan di gereja —> ke gedung (tergantung jenis pesta, bisa di pihak paranak/parboru) sudah diputuskan pesta di pihak parboru dan diadakan di aula gereja —->Mangalean Dekke dari pihak Parboru —> Mangelehon Jabbar dari pihak Paranak—> Mangelohon Tuppak ke Penganten —–> Mambagi Pinggan Panganan termasuk ke teman Sahuta—->Mambagi angka Upa baik itu untuk Tulang atau berhubungan dengannya — –> Mengelohon Ulos.

Dalam Mar Ria Raja yang bisa memakan waktu antara 2 sampai dengan 3 jam, pembicaraan diselingi dengan makanan kecil, kopi, teh, soft drink, bir, lappet dan bolu ketan hitam. Yang berdiskusi, ya gigih berdiskusi, yang makan ya makan terus…hehe…beginilah kalau warga Batak mempersiapkan pesta.