Mie Pangsit ‘Nyuknyang’

Kembali mengenai Kuliner di Kendari, ada sebuah rumah makan sederhana yang bisa kami datangi sampai dua kali – mengapa ? ya tentu karena makanannya yang enak. Namanya membuat aku penasaran, yaitu Mie Nyuknyang – yang ternyata oh ternyata nyuknyang berarti bakso. Warung bernama AROMA SEDAP ini terletak di Jalan Ir. Soekarno, Kendari.

Rumah makan sederhana ini berukuran sekitar 3 x 6 meter, dengan beberapa meja kecil dan kursi di sekelilingnya. Menurut kabar, banyak orang akan kehabisan di hari menjelang sore, namun kami beruntung sore itu, kami masih kebagian.

Suasana didalam rumah makan. Sepertinya selain menu Mie, pemilik juga menjual obat atau produk lain.

Ada beberapa pilihan menu disini. Satu porsi Nyuknyang seharga Rp 12.000,- itu artinya semangkuk bakso dengan kuah saja. Satu porsi Mie Nyuknyang berarti Mie dan bakso saja tanpa daging ayam. Sedangkan Pangsit Mie itu berarti Mie dengan daging ayam plus pangsit goreng dan pangsit kuah. Mie – nya sendiri bukan mie yang halus seperti Mie yang terkenal di Bakmi G*M* tapi lebih seperti Mie yang terkenal di Sumatera Utara, yaitu mie gomak, yang besar-besar, seperti spagethi.

Aku memesan 1 mangkuk Mie Pangsit porsi kecil dan teman memesan juga satu porsi Nyuknyang. Baik bakso (nyuknyang) dan mie nya dibuat sendiri, tanpa bahan pengawet dan tanpa penyedap rasa. Yang nikmat adalah kuah yang disajikan panas dengan tambahan irisan jeruk nipis, seperti kebanyakan rumah makan bakso gepeng khas Pontianak yang disajikan dengan jeruk khas dari sana. Selain porsi kecil dan porsi besar, tersedia juga porsi jumbo :-&

Kedatangan kami yang pertama ke tempat ini, memang setelah kami menikmati makan siang di Penginapan, sehingga perut terasa sesak. Namun kali ke-2 kami datang, porsi kecil ini benar-benar terasa pas dan nikmat buat kami. Boleh singgah jika anda mampir ke Kendari, selamat menikmati.


Sinonggi bu Magda

Mencoba makanan khas suatu daerah, selama itu bukan makanan yang terlalu ekstrim (seperti tikus tanah atau ubur-ubur) pasti akan aku coba setiap mendatangi tempat baru. Demikian pula dalam perjalanan kami ke Kendari kali ini, ada makanan khas di daerah ini, yang disebut dengan Sinonggi, sejenis dengan makanan di wilayah Timur lainnya, Sinonggi juga terbuat dari sagu, hanya cara penyiapan penyajian dan lauk yang menemaninya mungkin berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Seperti Papeda atau bubur sagu, merupakan makanan pokok masyarakat Maluku dan Papua. Makanan ini terdapat di hampir semua daerah di Maluku dan Papua.

Hari kedua kami datang di Kendari, bu Magda, PIC yang mengurusi akomodasi kontingen Banten selama kami berada disana, menyediakan Sinonggi lengkap dengan lauk pauknya. Namun menurut beliau, sagu yang digunakan kali ini kurang begitu bagus, warnanya tidak putih seperti seharusnya dan pada saat disajikan seharusnya sagu tersebut sangat lengket dan dapat dipotong dengan 2 (dua) buah sumpit bambu panjang.

Sinonggi terbuat dari sagu yang disiram air mendidih, cara makannya dicampur dengan kuah sayur, sayurannya bisa berupa sayur bayam, kangkung, terong kecil, dan disiram lagi dengan ikan yang dimasak. Sinonggi, si sagu ditempatkan khusus, dan ketika disantap, baru dibulatkan atau dipotong dan dimasukkan dalam piring makan yang telah diisi dengan kuah ikan agar sagu tidak lengket.

Mari kita simak bagaimana bu Magda memperagakan cara memotong Sinonggi

Sinonggi dan lauk pauknya, ikan yang biasa digunakan berdampingan dengan Sinonggi adalah ikan palu mara, kadang juga ikan asin yang digoreng kering, sambal merah tumis ataupun mentah, kemangi dan jeruk nipis untuk menambah rasa segar dan menghilangkan bau ikan….slurp

Sinonggi dalam wadah dan dalam piring disiram kuah ikan, walau bu Magda cukup kecewa dengan kualitas sagunya tapi kami cukup menikmati makanan ini

Beberapa sumber mengatakan bahwa Sinonggi itu makanan khas suku Mekongga, yang merupakan suku asli orang Kolaka. Namun ada pula yang mengatakan Sinonggi pada hakekatnya merupakan makanan sehari-hari suku Tolaki yang sebagian besar mendiami wilayah Kabupaten Kendari dan Konawe. Kata Sinonggi diambil dari bahasa suku tersebut yakni posonggi. Posonggi adalah sebuah alat yang menyerupai sumpit dan terbuat dari bambu dengan ukuran panjang sekitar 20 cm. Alat ini digunakan untuk menyantap Sinonggi dengan cara menggulung tepung sagu yang sudah matang.

Beruntung kami dapat menikmati Sinonggi di Penginapan karena konon kabarnya tidak banyak rumah makan yang menyediakan masakan khas Kendari ini dan seandainya pun ada, akan diberi harga sekitar Rp 18.000,- sampai dengan Rp 20.000,- per porsi tergantung jenis ikan dan sayurnya. Terimakasih bu Magda….. 😀


‘Tante Mami’

Puji Tuhan, itu yang bisa aku ucapkan dengan pertemanan atau persahabatan kami ini. Enam tahun yang lalu, secara tidak disengaja kami bertemu, awalnya hanya karena masing-masing kami ingin mengantar dan menemani anak-anak kami yang baru pertama kali berlomba di luar kota. Dari beberapa ibu yang belum saling kenal sebelumnya, kami bergabung untuk berangkat bersama dan sharing kamar bersama, benar, tujuannya hanya satu, bersama-sama melihat anak-anak kami. Tapi ternyata kehadiran kami dalam Pesparawi VIII di Medan tahun 2006 bukan hanya untuk anak-anak kami saja, melainkan untuk semua anak dalam PSA Kontingen Banten (PSAB). Kami bukan official waktu itu, tapi kami peduli pada semua anak, kami ikut sibuk mendandani mereka saat mereka tampil.

Tahun 2009 dalam Pesparawi IX di Samarinda, kami menjadi official PSAB, dengan meningkatnya usia anak kami dan keterbatasan usia dalam kategori PSA, hanya beberapa dari kami yang bisa ikut dalam Pesparawi tersebut. Dan kali ini, pada tahun 2012 dalam Pesparawi X, kami tinggal bertiga, walau juga dibantu dengan beberapa pendamping anak-anak yang lain. Entah mengapa kami masih bisa bertiga, walau anak dari tante mami Ruth dan tante mami Ratna tidak ikut dalam kelompok PSAB ini, tapi kedua tante ini sangat bersuka hati terlibat dalam kegiatan ini. Intinya hanya satu, pelayanan dan besarnya kecintaan mereka berdua pada anak-anak.

‘Tante Mami’ begitulah anak-anak PSAB memanggil kami. Tante Mami adalah kami ini yang ikut merasa sedih kalau anak-anak sakit atau lapar. Walau secara materi, kami berusaha mencukupi kebutuhan jasmani kepada mereka selama latihan, tidak kurang juga perhatian kami secara spiritual kami sampaikan dari hati ke hati kepada anak-anak. Menjaga semangat anak-anak usia antara 12 sampai dengan 15 tahun ini bukanlah hal yang mudah buat kami, apalagi mereka berasal dari latar belakang keluarga dan budaya yang heterogen. Ada kala anak-anak ini susah dan sedih tanpa sebab yang jelas, disinilah tugas ‘Tante Mami” memperhatikan mereka satu per satu, memberi semangat, menegur mereka, menampung curhat mereka di kala diperlukan.

Kesibukan ‘Tante Mami” semakin bertambah terutama detik-detik menjelang keberangkatan Kontingen ke Kendari, dimulai dari Pelepasan Kontingen di Pendopo Gubernur Propinsi Banten,

Tante Mami juga heboh di Malam Pembukaan Pesparawi di Tugu Persatuan, Kendari

Di sela-sela kesibukan anak-anak PSAB berlatih, Tante Mami juga belanja semua kebutuhan ekstra makanan buat anak-anak, seperti susu, roti, mie dan lain-lain, dan diantara waktu itu (namanya juga) Tante Mami menyempatkan diri berlari-lari mampir melihat-lihat cindera mata dan kerajinan yang ada di Kendari 🙂

Disini salah satunya, pusat tenun dan bordiran khas Kendari, bagus kan warna warni tenunannya ? Pengen borong semua rasanya buat seragam kalian, anak-anak PSAB !!

Atau disini nih, di Pusat Kerajinan Propinsi Sulawesi Tenggara, di Jalan Ahmad Yani, tidak jauh dari penginapan kami, sementara anak-anak masih sarapan, Tante Mami udah lari duluan kesini 😀

Di saat anak-anak PSAB istirahat siang, Tante Mami membawa kabur pelatih dan Om Noke Sahusilawane untuk berfoto di Teluk Kendari

Sebelum pulang, tentu dong Tante Mami tidak lupa berjalan-jalan ke Pasar Tradisional dan Tempat Oleh-oleh. Apa sih yang dibeli Tante Mami di pasar ? Ya semua yang khas Kendari deh, ada ikan sunu, ikan bete-bete, ikan teri, gula kelapa, kacang mete, kue bagea, kue membiri, coklat khas Kendari buat menghibur orang-orang yang Tante Mami tinggal di rumah…. 😉

Entah kapan lagi kami bisa bersama seperti ini, semoga dalam Pesparawi XI, tiga tahun mendatang di Ambon ? Semoga kami semua diberi kesehatan dan panjang umur dan Tante Mami yang lain, teman-teman kami dulu bisa ikut bergabung bersama kami dan yang terpenting, semoga orang-orang terkasih di sekitar kami juga bersedia mendukung bentuk pelayanan kami yang unik ini.


PS Anak Banten dalam PesPaRaWi X di Kendari

Pesta Paduan Suara Gerejawi, yang biasa disingkat menjadi PesPaRaWi, adalah kegiatan Pesta dari Kelompok Paduan Suara yang menaikkan pujian berupa Lagu Gerejawi, yang dilombakan di tingkat Nasional dengan peserta dari berbagai kategori dan diikuti oleh seluruh propinsi di Indonesia. Kegiatan ini mulai dirintis sejak tahun 1981 yang diprakarsai oleh Ditjen Bimas Kristen, Departemen Agama.

Pada tulisan kali ini, aku akan sedikit membagikan pengalaman partisipasi dari Paduan Suara Anak Banten, yang terdiri dari anak-anak berbagai gereja di propinsi Banten. Kami beruntung karena Bimas Kristen masih memberi kesempatan Pelatih yang pernah melatih anak-anak dalam Pesparawi XI di Medan dan Pesparawi X di Samarinda, yaitu ibu Saar Sahusilawane, sehingga anak-anak yang ikut kali ini, beberapa adalah anak-anak binaan ibu Saar baik di sekolah maupun yang pernah terlibat dalam Pesparawi sebelumnya.

Latihan intensif dimulai sejak awal Mei 2012, hanya dalam waktu 2 bulan berlatih sebanyak dua kali dalam seminggu, akhirnya kontingen Paduan Suara Anak Banten (PSAB) diberangkatkan, dengan jumlah peserta 33 orang anak, 1 orang pelatih dan 1 orang pianis, didampingi 2 orang official.

Hari pertama, kontingen mendarat di Kendari, Sulawesi Tenggara pada Minggu, 1 Juli 2012, peserta sudah dibawa untuk Uji Coba Panggung di GOR Pemuda

PSAB tiba lebih awal, sehingga setiap pagi, anak-anak melakukan vokalisasi setelah Ibadah Pagi dan sebelum mandi ( 🙁 )

Beruntung juga, PSAB diberi tempat untuk latihan di ruang Serba Guna di Perumahan Bank Indonesia, Kendari, terimakasih banyak untuk kebaikan hati Bapak F Doloksaribu yang mendukung seluruh kontingen dari Propinsi Banten. Bukan hanya PSAB yang diberi kesempatan berlatih disana tetapi juga PS Dewasa dari Propinsi Banten.

Sebagian dari PSAB sempat berfoto bersama di Teluk Kendari

Pada hari Selasa, 3 Juli 2012, dilaksanakan Ibadah Pembukaan di Tugu Persatuan Kendari

Pada hari Rabu, 4 Juli 2012, dengan memperoleh Nomor Undian 14, PSAB tampil dengan manisnya memuji dan memuliakan nama Tuhan, yang terbaik hanya untuk DIA saja, dengan menaikkan 3 (tiga) buah pujian secara berturut-turut.

dan akhirnya berfoto bersama melepaskan kelegaan dan jerih payah mereka di pelataran parkir Hotel BIMO, yang berlatih selama 2 (dua) bulan di sela-sela kesibukan mereka berjuang mengikuti Ujian Akhir Semester Kenaikan Kelas di sekolah.

Terimakasih anak-anak PSAB, terimakasih ibu Saar Sahusilawane dan kak Anggarani Kania Dewi, para official, tante Ruth Indah dan tante Ratna Kristiani, juga para orangtua, panitia dan semua pihak yang telah mendukung anak-anak untuk menampilkan yang terbaik untuk kemuliaan TUHAN.

Perjuangan yang tidak sia-sia, walau belum memperoleh hasil yang terbaik, PSAB memperoleh bonus dari Tuhan berupa Medali Perak untuk penampilan mereka dalam PesPaRaWi X di Kendari. Tuhan berkati.


Soup Ikan RM Taktakan, Serang

Tugas utama mencari pusat pembuatan Batik Banten sudah kami lakukan, seperti yang aku posting disini, nah sekarang waktunya untuk makan siang. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 lewat. Bu Uke Kurniawan, pemilik Sentra Batik Banten, merekomendasikan Soup Ikan di dekat alun-alun. Meluncurlah kami kesana, tempatnya tidak jauh dari jalan raya Serang, kurang lebih 2 atau 3 pemberhentian lampu merah, kami belok kiri, dan terlihatlah papan putih besar yang bertuliskan Soup Ikan Taman Taktakan – Asli dan Pertama di Banten…hm membaca papan yang meyakinkan begitu, smpat berdecak : oh yaa ?

Mari kita coba….masuklah kami, empat orang Ibu yang sudah cukup kelaparan. Rumah Makan nya biasa saja, ada model saung dan meja dengan kursi, ditengah-tengahnya ada kolam. Cukup sepi, mungkin karena belum jam makan siang. Sudah ada rombongan keluarga datang sebelum kami. Rumah makan dicat bewarna hijau, mungkin untuk menyejukkan kami yang datang dari luar, karena begitu menyengatnya panas di Serang saat itu.

Setelah kami duduk, pramusaji memberikan daftar menu. Sesuai judulnya Soup Ikan, maka kami memesan sup ikan, yang ternyata dari ikan kuwe, cah toge ikan asin, ayam goreng, tahu dan tempe serta 4 gelas teh manis. Kami menunggu pesanan sambil ngemil kerupuk. Pesanan datang, minuman disajikan dalam gelas tinggi, nasi dalam bakul bambu dan kemudian pesanan utama kami, sup ikan dalam mangkuk besar berwarna hijau (juga) – sup ikannya cukup untuk kami bertiga (karena salah satu teman kami tidak suka makan ikan), rasanya lumayan, kuahnya bening, dagingnya kurang tebal menurut aku (atau kurang besar ya – 🙂 ), aneka rempah dan ditambah tomat sayur, daun kemangi dan daun jeruk membuat aroma anyir berkurang, juga taburan cabe rawit membuat sup ikan ini berasa nano-nano, asam pedas dan gurih, cukup membuat kami berkeringat di siang yang panas itu.

Soup Ikan andalan rumah makan ini

Semua pesanan kami, dengan total sebesar Rp 117.000,- puas – puas – puas 😀 harga yang pas untuk rasa yang pas saja, tahu dan tempe yang sederhana pembuatannya saja, masih terasa kurang rasa bumbunya, tapi cukup dengan variasi cah toge ikan asin yang kami pesan, sehingga makan siang ini terasa sedap.

Berfoto bersama setelah kenyang

Selain rumah makan ini, dimana sih rumah makan khas Banten di Serang, yuk mari berbagi…..


Pesona Batik Banten

Sebagai anggota kontingen dari Propinsi Banten, sudah sepatutnya peserta Pesparawi menggunakan kostum yang menunjukkan ciri khas daerah kami, maka Batik Banten-lah yang menjadi salah satu alternatif kami. Batik Banten belum banyak dikenal orang, walau berkat penelitian dari Bapak Uke Kurniawan mengenai Batik Banten ini telah dikembangkan sejak tahun 2002, bahkan telah dipasarkan ke beberapa negara sejak beberapa tahun yang lalu.

Kami berangkat pukul 8.00 pagi dari Serpong menuju ibukota Banten, yaitu Kota Serang, melalui Tol Jakarta – Merak, kami keluar di pintu tol Serang Timur. Hanya dua kali, kami menanyakan alamat, akhirnya kami tiba di Sentra Batik Banten, yang terletak di Jalan Bhayangkara, Kampung Kubil, Kelurahan Sumur Pecung, Kecamatan Cipocok Jaya, Serang. Sentra itu cukup mungil untuk ukuran sebuah rumah industri, namun siapa kira bahwa per bulannya, industri ini bisa menghasilkan omzet yang cukup besar ? Bangkitnya warisan budaya Banten kedalam bentuk motif-motif Batik Banten ini berawal dari kecintaan seorang mantan karyawan sebuah departemen bernama bapak Uke Kurniawan. Beruntung kami bisa bertemu langsung dengan beliau, ibu Uke dan putrinya yang manis bernama Vega, yang dengan sabar melayani pertanyaan dan permintaan kami.

Proses pembuatan batik sendiri berawal dari proses pengecapan motif batik dari cetakan yang sudah dipanaskan keatas kain polos, bisa kain bewarna putih atau kain yang sudah diwarnai.

cetakan motif batik

proses pengecapan batik pada lembaran kain

kain polos yang sudah dicap, selanjutnya dijemur atau dikeringkan

proses pelunturan lilin (malam) dari kain

proses pewarnaan

campuran warna

pembersihan

penjemuran sampai kering – kain batik siap

http://i1247.photobucket.com/albums/gg634/dlaraswatih/Serang%20Timur%202012/st7.jpg

aneka motif kain Batik Banten

salah satu motif kain Batik Banten yang kami pilih

Ada sekitar 20 motif batik Banten yang diberi penamaan berdasarkan filosofinya, yaitu motif Sebakingking yang merupakan nama gelar Panembahan Sultan Maulana Hasanuddin dalam penyebaran agama Islam, motif Srimanganti, motif Pasulaman, motif Mandalikan, motif Kawangsan, motif Kapurban, motif Surosowan, motif Pejantren, motif Pamaranggen, motif Pancaniti, motif Datulaya, motif Langenmaita, motif Wamilahan, motif Panjunan, motif Kaibonan, motif Memoloan, motif Kesatriaan, motif Panembahan, motif Singayaksa dan motif Pasepen. Sedangkan untuk pemilihan warna bisa disesuaikan dengan keinginan kita.

masih sibuk memilih

st15

Bapak Uke juga memberikan pelatihan kepada anak-anak murid SMU/SMK di sekitar Banten untuk belajar mengenai salah satu warisan Budaya Banten dan proses pembuatan Batik Banten

http://i1247.photobucket.com/albums/gg634/dlaraswatih/Serang%20Timur%202012/st13.jpg

berfoto bersama Bu Uke dan Vega

Mari kita lestarikan warisan budaya bangsa sendiri dari Propinsi Banten