Atraksi Permainan Tradisional “Bambu Gila” Di Liang

Ada satu atraksi menarik dan langka yang sempat aku saksikan saat berada di Ambon. Disebut langka karena biasanya atraksi ini hanya diselenggarakan saat kegiatan-kegiatan Budaya. Beruntung aku sebagai bagian dari rombongan kontingen Pesparawinas XI bisa menyaksikan atraksi ini saat berkunjung ke Pantai Liang. Nama atraksi ini adalah Bambu Gila.

Bambu Gila adalah permainan rakyat tradisional rakyat Maluku, dengan menggunakan kekuatan supranatural. Seorang dukun akan mengawali permainan ini dengan memberi mantera kedalam bambu yang akan dipegang oleh 7 orang pemuda. Beberapa saat setelah mantera masuk, bambu akan bergerak dengan kekuatan tersebut sehingga siapapun yang memegang bambu tersebut harus berusaha keras agar bambu tidak terlepas.

Dukun memberi mantera

Dukun memberi mantera

b2b3Untuk membuktikan apakah benar Bambu tersebut menjadi “Gila” atau hanya rekayasa, atraksi ini juga melibatkan pengunjung untuk membuktikannya

bersiap

bersiap

????????????????????????????????????

????????????????????????????????????

Betul-betul atraksi yang menarik, permainan rakyat yang masih dipertahankan sampai saat ini. Anda berminat ? Silakan mencoba 🙂

 


Mengintip Morea Di Waiselaka

Sebuah tempat wisata yang juga ramai dikunjungi orang dan sempat aku datangi dalam perjalanan kegiatan Pesparawinas XI di Ambon adalah Sumber Air Waiselaka. Sumber air yang berada di Waai, Salahutu, Maluku Tengah ini tidak pernah sepi oleh pengunjung. Selain pengunjung yang datang dari luar kota, sumber air ini juga digunakan oleh ibu-ibu warga setempat untuk mencuci baju. Namun walaupun digunakan untuk mencuci baju, air di sumber air selalu tetap bening dan jernih.

Aku tidak tahu pasti berapa ekor jumlah belut, atau yang biasa disebut Morea ada di sumber air ini, namun dari beberapa ekor yang berhasil keluar dari lubang-lubang batu disana, aku melihat Morea berukuran panjang mencapai 1 meter lebih dengan ukuran besar. Kukatakan berhasil keluar, karena untuk mengeluarkan mereka harus menggunakan Pawang dengan doa khusus dari Pawang yang membawa telur yang sudah dipecahkan untuk Morea tersebut.

Sudah banyak tulisan yang menceritakan mengenai latar belakang kehadiran Morea disana, yang pasti aku tahu masyarakat turut menjaga kebersihan sumber air ini sebagai tempat hidup habitat Morea.

m1

m5

Pawang mengajak Morea keluar dari bebatuan dengan telur

m2 m3 m4 m6 m7Selain sebagai obyek pariwisata, mari kita juga terus menjaga kelangsungan hidup Morea, kelestarian alam dan sumber air satu-satunya bagi warga disini. Selamat berkunjung

 


Icip-icip Kuliner Tradisional Khas Ambon

Selama di Ambon, bersyukur aku sempat mencicipi aneka kue, makanan dan masakan khas Ambon dari Ibu-ibu yang bertugas menyiapkan makanan kontingen di Bapelkes. Aku jadi mengenal aneka kuliner

Lamet

Lamet

?????????????

Wajik

?????????????

Kohu – Urap Ambon

?????????????

Koyabu dari tepung beras ketan

Kue Lumpur

Kue Lumpur Ikan Cakalang

?????????????

Nasi Kuning

?????????????

Kue Sagu Natsepa

Ampas Terigu (Gula Merah Saparua) dan Lemper

Ampas Terigu (Gula Merah Saparua) dan Lemper

?????????????

Papeda dan Ikan Kuah Asam

Hm….semuanya sadap dan selamat makang …. 😀 tak pernah bosan walau dimakang berkali-kali, semua enak !!


11 Hari 10 Malam Di Wisma Bapelkes Kudamati

Aku datang ke Ambon dalam rangka mengikuti kegiatan Pesparawi (Pesta Paduan Suara Musik Gerejawi) XI yang diselenggarakan di Ambon. Bukan sebagai penyanyi, namun sebagai bagian dari panitia pelaksana yang mendampingi kelompok Paduan Suara dari Provinsi Banten 🙂

Puji Tuhan dan bersyukur bahwa kami disiapkan tempat yang sangat baik oleh pihak penyelenggara, dengan penanggungjawab yaitu Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov. Maluku. Tempat yang sebelumnya sama sekali tidak pernah kami bayangkan, yaitu di Wisma Bapelkes (Balai Pelayanan Kesehatan), yang terletak di Jalan Kudamati, Sirimau, Ambon. Letaknya sangat strategis, bersebelahan dengan Rumah Sakit Umum Daerah.Dr. M Haulussy di Jl Dr Kayadoe.

Bagian Depan Bapelkes

Sebelum datang ke Ambon, aku mencari informasi tentang tempat ini namun tidak banyak info yang aku dapatkan, jadi kali ini aku akan berusaha menceritakan sebanyak yang kubisa agar banyak orang bisa datang kesini.

Kedatangan kami disambut pihak Bapelkes

Kedatangan kami disambut pihak Bapelkes

Wisma tempat kami menginap terletak di bagian belakang, menyatu dengan kantor Bapelkes. Terdiri dari dua lantai, dengan deretan kamar biasa di lantai bawah dan atas serta 4 kamar VIP di lantai atas. Setiap kamar biasa dilengkapi dengan AC dan sebuah televisi dan terdiri dari 4 tempat tidur ukuran single. Sedangkan untuk kamar VIP dilengkapi dengan tempat tidur ukuran double.

?????????????

Koridor yang selalu terjaga bersih

Kamar menghadap ke taman

?????????????

Satu kamar dengan 4 tempat tidur

Taman

Taman

Siap air panas dan dingin, juga kopi dan teh

Siap air panas dan dingin, juga kopi dan teh

selain itu area parkir nya yang cukup luas, dapat digunakan untuk kontingen Paduan Suara Dewasa berlatih

bp2Selama kami berada disana, kami sangat diperhatikan baik dari segi layanan makan maupun kesehatan, ada dokter dan atau paramedis yang siap memeriksa kesehatan dan memberi pertolongan pertama. Untuk konsumsi, kami terjamin dengan nyaman, aman, kenyang dan sejahtera berkat Ibu-ibu Jemaat dari Gereja Protestan Maluku Kudamati, yang luar biasa penuh perhatian menyajikan makanan yang enak-enak buat kami, akan aku posting di tulisan berikut ya soal kuliner yang satu ini.

Ruang makan terletak di bagian belakang Wisma

?????????????

Ruang Makan

Sarapan dulu….dah mandi apa belum ya?

Makan berat….

Walau tempatnya masuk kedalam gang sekitar 100 meter, akses menuju pusat kota sangat mudah sekali, dari jalan raya Dr Kayadoe ada banyak kendaraan angkutan yang siap mengantar menuju Pasar Mardika atau pusat kota.

Saat malam, di depan gerbang pintu RS, banyak penjaja makanan berjualan, walau belum sempat ikut jajan disana tapi menurut teman, ada banyak pilihan kuliner dari yang ringan seperti pisang goreng sampai yang berat seperti nasi dan mie goreng.

Singkat cerita selama 11 hari 10 malam, walau kami pergi meninggalkan keluarga, namun kami betul merasa nyaman berada di tempat ini. Kami berada dalam lingkungan yang baik, wisma Bapelkes yang menyenangkan dan penduduk sekitar yang ramah dan menyambut kami dengan tangan terbuka.

Semoga suatu saat, aku punya kesempatan untuk berkunjung ke Ambon dan menginap kembali disini. Terimakasih buat semua yang berada di Bapelkes, yang membuat kami begitu nyaman berada disana dan juga para Ibu yang memasak di dapur dan menyiapkan segala sesuatu buat kami 🙂

Semua kenyamanan ini tidak terlepas juga dengan kesigapan tim penanggungjawab kami dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov. Maluku dan Jemaat GPM Sinar Kudamati. Terimakasih beribu terimakasih.

 

 

 

 

 


Batu Sebagai Alternatif Hadiah, Mengapa Tidak ?

Saat aku merencanakan pergi ke Ambon, beberapa teman mengatakan begini, “wah bisa borong batu bacan dari sana,” aku yang sudah lama tidak lagi menaruh perhatian pada batu, hanya bisa mengiyakan saja, sambil mengingat-ingat, “batu bacan” dan ternyata benar, setelah tiba disana batu yang kabarnya sedang naik daun ini memang ramai menjadi pembicaraan orang, baik warga Ambon sendiri ataupun para pendatang, bahkan juga dipamerkan pada beberapa booth atau stand di Pameran Maluku Expo 2015.

Dulu, aku memang pernah menyukai batu-batu untuk cincin, namun sudah hampir sejak menikah, tidak terlalu tertarik untuk mengenakan cincin dengan batu, yang sekarang dikenal dengan nama gemstone. Namun, sejak tiba di Ambon dan orang banyak membicarakannya serta juga ternyata hampir semua orang yang aku temui di Ambon memakai cincin dengan batu-batu yang indah, aku juga jadi tertarik untuk mendengarkan pembicaraan mengenai “perbatuan” ini.

Pulau Bacan adalah sebuah pulau yang terdapat di Maluku, tepatnya di sebelah barat daya Halmahera. Secara administratif pulau Bacan masuk ke dalam Kabupaten Halmahera Selatan dengan ibukota Labuha di Maluku Utara. Namun, terjadi diskusi bahwa konon kabarnya yang disebut batu bacan itu bukan berasal dari Pulau Bacan tapi dari Pulau Kasiruta, di tenggara Pulau Bacan. Sebagai hanya pencinta keindahan, aku ga masalah lah batu itu berasal dari mana, yang penting aku tahu oh batu yang aku punya bernama batu bacan doko dan batu alang atau batu bacan palamea 😀

Hanya ketika bertemu dengan penggemar batu, aku sempat bertanya, mengapa batu bacan ini mahal harganya ternyata karena batu bacan adalah batu yang berproses, batu yang semula kita terima berwarna hitam atau hijau tua, lama-lama berproses menjadi berwarna lebih muda dan konon kabarnya jika disinari dari bagian bawah batu tembus cahaya tersebut maka boleh dikata bahwa batu itu batu yang bagus dan telah mengalami proses yang cukup lama.

Dan ternyata benar, ada begitu banyak jenis batu yang aku bisa temui dan lihat saat di Ambon, dan inilah sebagian yang aku lihat disana, milik pribadi dan milik teman-teman, ada yang beli sendiri, ada yang pemberian dari kerabat disana dan ada juga yang minta, ada yang sudah diikat, baru dipoles ataupun masih bongkahan….hehehe…indah bukan ?

b1????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????b11Kini batu dapat digunakan sebagai alternatif hadiah atau oleh-oleh, tentu saja, mengapa tidak ? Tentunya bagi orang yang suka pada keindahannya bukan, seperti saya 🙂 Selamat berburu….

 


Hiruk Pikuk Pasar Mardika Ambon

Aku suka pergi ke pasar. Mengapa ? Karena di pasar sangat ramai, ya iyalah….tapi bukan itu saja, melainkan karena di pasar banyak hal bisa aku lihat dan aku amati. Pasar, seperti umumnya tempat umum yang lain (Rumah Sakit, Sekolah dan Tempat Ibadah), aku yang dulu terbiasa “dititipkan” Ibu di sebuah toko sementara Ibu pergi blusukan kedalam pasar, bisa mengamati aneka ekspresi, aneka wajah, banyak percakapan atau dialog antara penjual dan pembeli, antara pembeli dengan pembantu rumah tangganya atau antara ibu dan anak dan juga tingkah dan perilaku tiap-tiap orang di dalam pasar, bahkan termasuk juga pemberi jasa yang lain, seperti kuli angkut barang dan pengemudi ojek.

Kerinduan akan suasana pasar, terlampiaskan juga akhirnya saat aku berada di Ambon. Pasar terdekat yang kami datangi adalah Pasar Mardika, hanya dengan Rp 3.000,- (tiga ribu rupiah) sekali jalan, dari jalan raya Kudamati depan RSUD, aku sudah bisa sampai kedalam Pasar Mardika dengan kendaraan angkutan umum yang full music.

penjual ikan asar dan ikan segar p2 p3 p4Aku memang tidak sampai blusukan kedalam pasar karena begitu sampai di Pasar, sepanjang jalan pasar itu sudah dipenuhi dengan aneka ragam apa yang kami perlukan. Disana ada aneka macam sayur segar, rempah-rempah, sagu manta, sagu kering, ikan segar, ikan asar, sayur pepaya dan bunga pepaya, juga buah-buahan. Bahan untuk membuat sambal colo-colo pun lengkap, dengan cabe dan lemon cinanya.

p5 p6 p7 p8 p9 p10Hiruk pikuk sangat terasa sejak pagi hari aku datang pertama ke pasar, bahkan sampai siang saat aku berkunjung yang kedua ke Pasar Mardika. Pedagang yang berjualan di sepanjang jalan ini sangat menjaga kebersihan dan tertib dengan pengawasan penjaga keamanan setempat.

Suasana pasar dan keramaiannya selalu mesti aku datangi kemanapun aku berada, mengobati rinduku saat pergi ke pasar bersama Ibu 🙂

 

 


Icip-icip Rujak Buah Di Natsepa

Menyambung postingan yang lalu, bukan hanya pantai Liang yang dimiliki Ambon, tapi ada juga pantai yang spektakuler, yang kabarnya selalu dirindukan anak-anak Ambon yang telah melanglang buana ke luar negeri, pantai apa itu ? tak lain adalah Pantai Natsepa.

Apa yang membuat mereka rindu ? Pantai nya kah ? Itu sudah pasti, tapi ada yang lain, yang bisa dibilang menjadi salah satu ikon pariwisata di Ambon yaitu Rujak Natsepa. Saat saya sedang berada di Ambon, ada teman yang bertanya, “Sudah makan rujak Natsepa ?” beruntung saya bisa menjawab, “Sudah dong” karena memang hari pertama berada di Ambon, kami langsung pergi kesana.

Pantai Natsepa terletak di Desa Suli, Maluku Tengah, kalau dari Kota Ambon, kita akan lebih dahulu menemukan pantai ini daripada Pantai Liang. Di sepanjang jalan menuju obyek wisata Pantai Natsepa sudah banyak deretan warung semi permanen terbuka yang menjual Rujak dan Kelapa Muda. Saya mencicipi rujak dari kedua tempat ini, baik yang didalam maupun di luar. Deretan warung yang didalam sangat warna warni dengan dominasi warna kuning, yang cantik berada di antara tepian pantai berpasir putih.

rujak3Rujak Natsepa berbeda dengan rujak di Jawa, terutama bumbunya, di Natsepa tidak menggunakan air asam (catatan : asam Jawa matang dimasak dengan air) tapi langsung diambil dari air buah lobi-lobi atau belimbing yang digerus bersama cabe rawit. Oma penjual sudah mempunyai gerusan kacang halus dan tinggal menambah dengan gerusan kacang kasar dan gula merah. Proses ini membuat bumbu rujak Natsepa kental dan khas. Namun ada juga yang tidak terbiasa dengan gerusan kacang kasar ini sehingga bisa minta agar kacang digerus lebih halus. Campuran buahnya beraneka ragam dan diiris kasar. Dengan harga Rp 12.000,- (Dua belas ribu rupiah) per porsi, kesegaran buah dengan asam manis pedas dan gurihnya kacang sudah bisa dinikmati dengan semilir sepoi-sepoi angin Pantai Natsepa.

rujak2Bagi yang menyukai kacang seperti saya, bumbu rujak ini memang paling cocok karena sebanyak apapun kita mengambil bumbu, bumbu kental ini tidak akan menetes, hm puas makan kacang atau puas makan rujak buah ? Tentu dua-duanya dong

rujakrj1

Bumbu kacang ini juga bisa dibawa sebagai oleh-oleh lho, seporsinya diberi harga Rp 75.000,- bisa mengobati lidah yang rindu pada rasa bumbu khas Natsepa ini 🙂

Pantai NatsepaKeindahan Pantai Natsepa dan Rujaknya yang mendunia, ada disini. Selamat berkunjung dan Selamat Menikmati Rujak Natsepa dengan bumbu kacang yang menggiurkan 😉


Indahnya Pantai Hunimua Di Liang

Di Ambon, ada banyak pantai yang indah, mungkin ini disebabkan karena letak geografisnya, dimana Ambon yang terletak di Teluk Ambon mempunyai bentuk menyerupai huruf U terbalik sehingga hampir sebagian besar daratannya bertepian dengan pantai yang cantik. Salah satunya adalah Pantai Hunimua.

Pantai Hunimua terletak di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku. Pantai yang letaknya kurang lebih 40 km dari kota Ambon ini, lebih dikenal dengan sebutan Pantai Liang. Pantainya bersih dan sepi, memang saat aku datang kesana menjadi ramai dengan datangnya rombongan kontingen Pesparawi dari beberapa provinsi.

Saat kendaraan memasuki pelataran parker di tepi Pantai Liang, tak sabar rasanya untuk segera berlari menuju ke pantai. Airnya jernih sehingga aku bisa melihat dengan jelas batu-batuan di dasar tepi pantai.

Beberapa orang dari rombongan mulai menceburkan diri berenang di laut atau menyusuri tepian pantai dengan perahu. Berkunjung pada saat ini atau sekitar September sampai dengan Nopember adalah saat yang tepat karena laut tidak berombak dan aman didatangi saat berlibur.

l1Air pantai yang jernih dan bening tidak disia-siakan, beberapa orang mulai menyelam kedalam air dan berekplorasi disana.

l2Bisa berenang ? Mengapa tidak mencoba atraksi bebas seperti ini  ? Berbaris di dermaga kayu, bergantian mereka melompat dengan berbagai gaya untuk merasakan sejuknya air di pantai yang cantik ini. Yuuk….lompat !!!

l3Mau sekedar bersantai berkeliling, menikmati sejuknya angin semilir dan indahnya pantai serta luasnya mata memandang keagungan ciptaan Tuhan, siap berkeliling dengan perahu yang ditawarkan pemilik perahu.

l4Atau mau sekedar duduk-duduk santai di dermaga kayu, berfoto dan berjemur sendiri atau bersama teman-teman ?

l5Menikmati deburan air yang menerpa batu di bawah dermaga kayu dan menyaksikan anak-anak yang bermainan mencari kerang disini.

Pantai biru tak berbatas langit biru, walau mendung tak mengurangi semangat pengunjung untuk menikmati Pantai Liang

l6dan ….

Screenshot_2015-10-14-09-11-33Foto selengkapnya ada disini

Pantai ini tak salah jika pernah dinobatkan sebagai Pantai Terindah di Indonesia oleh PBB pada tahun 1990, perpaduan antara pasir putih sepanjang 1 kilometer, air laut yang sangat jernih sehingga kita bisa melihat keindahan dasar laut dan juga ketenangan suasananya membuat pengunjung akan datang kembali dan mengakui keindahannya.

Pantai ini memang masih minim dengan fasilitas dan perlu penanganan yang lebih serius dari Pemerintah setempat agar optimal pengembangan pantai ini sebagai obyek pariwisata di Ambon, apalagi telah dinobatkan sebagai salah satu pantai terindah, seperti Bali.

Pengembangan Pantai sebagai obyek wisata yang dapat menjadi daya tarik bisa berupa penyelenggaraan atraksi wisata budaya (dengan menghadirkan tari-tarian tradisional daerah Maluku seperti pertunjukan Bambu Gila yang sempat aku saksikan disana), promosi hasil industri kecil dan menengah seperti pembuatan kain tenun atau makanan khas Maluku, olahraga air yang dapat diselenggarakan di pantai, kemudahan akses menuju Pantai dari Bandara atau pusat kota, promosi dan kerjasama antara agen pariwisata dengan Pemerintah setempat dengan pihak luar.

Pengembangan pariwisata tentu diikuti dengan pembangunan prasarana dan sarana penunjang seperti, pembangunan jalan raya, jaringan listrik, air, pembangunan penginapan, rumah makan, toko cendera mata dan lain-lain, akan jelas mengakibatkan perubahan pada lingkungan fisik di wilayah ini. Dampak dari pengembangan wilayah pantai yang berkembang pesat tentu akan mempengaruhi perekonomian dan sosial budaya masyarakat setempat, yang tentu mesti diantisipasi Pemerintah juga.

Aktifitas apa yang ingin anda nikmati disana saat ini sekarang ? Apapun bisa, mau hanya sekedar duduk dan bermalasan sepanjang hari, bisa…. 🙂
Foto adalah koleksi pribadi yang diabadikan berkat NIKON. Tulisan ini diikutsertakan dalam #travelingwitherigo dan #blogcompetitionerigo2016