Grand Puncak Sari, Kintamani, Bali

Grand Puncak Sari

We have very large restaurant on two floors [upstairs has an open terrace as well as glassed-in area, whilst downstairs is only glassed-in, spectacular views from front tables downstairs].  We serve Chinese and Indonesia menus. Contact Us Grand Puncak Sari (0366) 51.073 Penelokan, Kintamani.

Bagian akhir dari perjalanan siang ini adalah makan siang di Kintamani..oh bukan paling akhir, tapi paling jauh dari penginapan adalah di Kintamani. Pagi tadi, setelah berjalan ke Celuk dan Pura Tirta Empul, kami lanjut ke Kintamani, ditemani dengan hujan rintik yang makin lama makin deras. Aku diantar Rai ke restauran Grand Puncak Sari, yang memang memiliki tempat strategis untuk menikmati keindahan Danau dan Gunung Batur. Sayang kami datang dalam keadaan mendung dan hujan, jadi hasil foto kami nampak bewarna abu-abu saja, jiaah…sambil berharap langit menjadi kembali cerah, kami menikmati hidangan ala buffet, all you can eat, yang di charge Rp 100 ribu per orang, terdiri dari makanan pembuka, makanan utama, makanan penutup, buah, teh dan kopi, kecuali jus buah…sedap…kita bisa berjam-jam disana dengan menikmati aneka hidangan.

Makanan pembuka, ada sup tomat dan sup sayuran, dilengkapi dengan potongan roti panggang (crouton, bener kah begini nulisnya?). Makanan utamanya standarlah, biasa, nasi goreng, mie goreng, pecel, tumis-tumisan daging, tahu, sayuran. Namun yang istimewa, ada sate lilit khas Bali yang terbuat dari ikan dan sate babi dalam gubuk tersendiri. Makanan penutup ada buah-buahan, goreng-gorengan seperti pisang dan nangka goreng disiram dengan madu, juga jagung grontol, ketan dan labu yang ditaburi parutan kelapa, yang juga ditemani dengan siraman gula merah..hmmm enak banget, apalagi ditemani teh manis hangat, di tengah rintik hujan (ah sayang ya, tidak ditemani anak dan suami, qiqiqi…). Pemandangan disini sesungguhnya betul-betul indah di saat tidak hujan, aku pernah datang pada bulan Juni 2003, enam tahun yang lalu.

Namun kali ini mendung tidak beranjak pergi juga, hasil jepretan pasti tidak akan berubah. Jadi kami pun pulang, karena kami masih merencanakan untuk mampir ke tempat belanja berikutnya di Jogger.

Ini hasil referensi yang kuperoleh dari internet mengenai restoran ini :

  • This place was the worst dining experience of my trip to Bali. Prices for the buffet were 200,000rp per person plus 21% taxes which made it 242,000rp per person. The food was similar to what you would find at a cheap Chinese all you can eat place. The restaurant had a money exchange service but it was the lowest rate in Bali, it even out did the airport. I am suspicious about the fact that our tour guide gave the restaurant high recommendations and drove quite recklessly to get us there by lunch time, he followed us to our seats and encouraged us to spend as much time there as we wanted. The total bill for the 3 of us, with one drink each, was 788,000rp. I found this restaurant to be a huge rip-off and recommend that people go elsewhere, especially if your tour guide is recommending the place
  • Kalau yang diatas ini, foto waktu kita makan siang di Grand Puncak Sari. Salah satu restoran yang berjejer disepanjang jalan Kintamani. Restorannya lumayan bagus karena punya pemandangan ke Gunung Batur dan Gunung Agung segala. Kami duduk di teras yang berbatas langsung dengan alam terbuka. Harga makan di restoran ini dipukul rata Rp. 60.000++. Udah termasuk teh dan kopi hangat. Sebenarnya harganya mahal lho karena variasi makanannya tidak terlalu mewah. Tapi ya, demi membeli pemandangan.
  • Setelah puas berjalan-jalan sekitar Kuta, Legian, Seminyak dan sekitarnya, hari ini giliranku ke Kintamani. Sebelum ke Kintamani, aku mampir dulu ke Putri Bali tempat mama beli aneka snack Bali untuk oleh-oleh. Belum lama masuk, cuaca hujan sudah menunggu. Untungnya hujan hanya sekitar dataran rendahnya, begitu mendekati lereng gunung Batur, sudah cerah kembali. Dalam perjalanan, banyak sekali aku lihat anjing Kintamani di pinggiran jalan. Aku sukaaaaaa sekali. Karena mereka seringnya berlenggang santai di tengah jalan, jadinya aku yang sibuk berteriak, `Heyyyy.. doggy.. ayo minggir! Ayo donkk… nanti ketabrak, kamu bisa mati loh` Sesampainya di Kintamani dan membayar karcis masuk 10rb untuk 2 orang, tadinya akan diajak untuk makan siang di tempat makan yang paling tinggi sehingga bisa melihat pemandangan dengan lebih jelas di Gong Lawang Batu, namun ternyata sudah tutup karena sudah kesorean. Terpaksa deh makan di restaurant all you can eat dekat situ, Grand Puncak Asri. Pemandangan dari balkonnya spektakuler juga kok. Aku bisa melihat kaldera Batur yang merupakan bekas letusan gunung Batur dulu, sisa bukit Gunung Batur, Danau Baturnya dan juga hamparan hutan hijau yang banyak dipenuhi hitamnya pasir yang biasa ditambang penduduk sekitar. Di sebelahnya terlihat Gunung Agung yang kerucutnya menantang awan di langit. Makan siang di balkon ini sungguh asyik, sejuk dan sedikit dingin. Aku sich ribut ini jalan-jalan ke bawah kaldera sana yang banyak jalan kecil itu, sampai diomelin mama baru deh berhenti.

Semoga di lain waktu, aku bisa pergi bersama suami dan anak-anakku, terutama si bungsu, Daniel, yang belum pernah ke Bali….


Tirta Empul, Tampak Siring, Bali

Terakhir  aku datang ke Pura ini pada tahun 2003, Pura sedang mengalami renovasi, jadi aku kurang leluasa menikmati ketenangan dan keindahan Pura ini. Sekarang, aku kesana dan keindahan dari keheningan itu amat sangat terasa di jiwa ku. Pura semakin indah dengan kolam yang dipenuhi dengan ikan mas koi berbagai ukuran, dengan warna warni yang sangat indah. Sayang aku tak bisa berlama-lama disana, karena perjalanan harus kulanjutkan lagi. Tirta Empul tetap indah dan nyaman di hati, sebuah tempat untuk menenangkan hati dan pikiran, didukung dengan halaman, pelataran parkir dan area belanja yang bersih, bersih dari debu dan sampah.

Tirta Empul terletak di desa Tampak Siring, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, sekitar 39 km ke arah timur kota Denpasar. Lokasi tersebut merupakan lembah, dikelilingi daerah yang lebih tinggi dan di sebelah baratnya terletak Istana Presiden Republik Indonesia.

Nama Tirtha Empul termuat dalam sebuah prasasti yang pada saat ini disimpan di Pura Sakenan, desa Manukaya, kecamatan Tampaksiring, sekitar 3 km dari Pura Tirta Empul. Dalam prasasti ini, Tirtha Empul dinamakan “Tirtha ri air hampul”, lama kelamaan menjadi Tirtha Hampul dan akhirnya menjadi “Tirta Empul”. Tirtha ri air hampul maksudnya adalah “patirthan yang airnya mengepul atau kolam suci yang airnya mengepul”.

Mata air tersebut kemudian pada tahun 960 M (882 Caka) ditata menjadi / sebagai kolam yang disucikan oleh raja “Indrajayasinghawarmadewa” dengan nama “Tirtha ri air hampul”. Data tersebut dimuat dalam prasasti di Pura Sakenan seperti tersebut diatas. Selain data efigrafi tersebut diatas, di Pura Tirtha Empul ditemukan pula peninggalan arkeologi sebagai berikut :

  1. Lingga yoni, terletak di halaman II, diatas sebuah altar di balik tembok (aling-aling) dari gapura yang menghadap ke sebelah barat.
  2. Arca Singa, yang telah aus/rapuh di bagian mukanya sehingga sulit dikenali. Dalam mithologi Hindu, singa adalah kendaraan Dewi Durga.
  3. Tepasana, adalah bangunan yang pada saat awalnya (dahulunya) hanya berupa teras. Bentuk bangunan yang ada sekarang merupakan hasil pemugaran / direstorasi pada tahun 1967 M. Tanda selesai dilakukan pemugarandengan mengunakan tahun Caka dalam bentuk rangkaian relief yang disebut Candrasangkala / kronogram yang terdiri dari relief matahari nilainya 1, gajah nilainya 8, naga nilainya 8, candi bentar nilainya 9. Bila dirangkai nilainya menjadi 1889 Caka atau 1967 M.
  4. Kolam Tirtha Empul, mata airnya mengepul sendiri dari tanah, lokasinya terletak di paling bawah pada kawasan dataran rendah yang dikelilingi oleh dataran yang jauh lebih tinggi yang berada di sekitarnya. Pada tahun 960 M, mata air yang mengepul dari dalam tanah ini dibangun / diperluas oleh raja “Indrajaya Singawarmadewa.

Kolam suci yang debit airnya cukup besar dengan ukuran sekitar 15 x 50 meter ini kemudian dialirkan ke arah hilir melalui pancuran-pancuran yang airnya digunakan sebagai ‘tirtha‘ dalam upacara ritual atau dalam berbagai upacara. Pancuran yang terdapat sekarang telah mengalami perubahan / perbaikan, karena tulisan yang dipahatkan dalam beberapa pancuran sebagai petunjuk pemanfaatannya mengunakan tulisan huruf Bali baru. Pancuran-pancuran yang terdapat sekarang dikelompokan menjadi 2:

  1. Kelompok 5 pancuran, terletak paling timur, oleh masyarakat sekitar sangat disucikan, karena itu dikelilingi oleh tembok pembatas dan di tengah kolam terdapat tempat suci. Air yang dianggap suci ini digunaan sebagai tirtha untuk upacara agama.
  2. Kelompok 8 pancuran, terletak di sebelah barat kelompok 5 pancuran. Kelompok pancuran yang berjumlah 8 ini disekat menjadi 2 bagian yang terdiri dari 5 pancuran diantaranya ada yang berfungsi sebagai pengleburan gering, yang artinya menghilangkan beragam penyakit dan 3 pancuran (di sebelah barat) diantaranya ada yang berfungsi sebagai tirtha yang berkaitan dengan sumpah. Klam pada pancuran 8 tersebut juga dipakai sebagai penyucian diri secara ritual bagi lagi-laki.
  3. Kelompok 13 pancuran, terletak paling barat menghadap ke selatan. Kolam dari 13 pancuran ini antara lain berfungsi untuk pengeleburan dasa mala yaitu melebur berbagai jenis dosa dan sebagai tirtha pembersihan dan tirtha pangentas yaitu tirtha untuk menyucikan rohani bagi orang yang telah meninggal. Selain itu juga digunakan oleh perempuan untuk penyucian diri dengan ritual tertentu.
  4. Kelompok 5 pancuran, menghadap ke barat berfungsi untuk pancuran ‘pengelebur maklum bawah’, air suci yang bersifat membersihkan serta menyucikan wanita yang belum haid pada masanya.

Karena obyek wisata ini sangat disucikan oleh masyarakat, bagi pengunjung yang sedang cuntaka tidak diperkenankan masuk ke areal suci.


Segara Cafe, Jimbaran, Bali

Jimbaran located in south of airport, the beach has white sand. The area originally fishing Village with fish market. Now there are luxury hotel built, Bali Intercontinental Resort and Four Season Resort. Jimbaran bay well known with beachside Sea food Restaurant while enjoying the sunset and scenery with cold drink and a fresh grill fish with live group music by local singer offered international song and the sing title could be request. The most famous Grill Sea Food restaurant futher north (Kedonganan Village) is Segara cafe. The sea food cost by weight.

Segara Cafe, Jimbaran, Bali