Yuuk Main Air….Brrrr

Anak siapa yang tidak suka main air ? Anak-anak pasti suka main air, dingin sekalipun, mereka makin betah main di air. Lihat betapa puasnya mereka bermain air di kolam renang di Citere Resort Hotel, Pangalengan, walaupun dinginnya air menusuk tulang….brrrr….

 


Dapur Bungalow No 10

Dapur adalah tempat kita berkumpul. Dapur juga tempat melakukan berbagai aktivitas bersama. Dan dapur di bungalow ini asik banget, suka banget, sayangnya bahan perbekalan untuk masak memasak tidak banyak kami bawa. Sebenarnya sudah tahu kalau ada dapur, tapi ga nyangka kalau sudah lengkap sama tabung gas full dan peralatannya.

Nah ini dia dapurnya, dapur di bungalow no 10 Citere Resort Hotel….buat ngumpul pas lagi kedinginan dan kelaparan, juga bercanda-canda…heee

 


Bungalow No 10

Kami mencari informasi jauh-jauh hari merencanakan kepergian kami ke Pangalengan. Sempat browsing mencari hotel yang layak melalui internet dan bertanya-tanya kepada teman. Karena aku tidak mau keluarga dan terutama anak-anak terlantar tidak dapat penginapan. Dan pilihan kami jatuh kepada Hotel Citere Resort, yang ternyata benar merupakan pilihan yang tepat.

Menuju lokasi, memerlukan waktu sekitar 2 jam dari Bandung, mungkin karena hari itu hari Senin maka ada beberapa titik kemacetan kami temui, mulai dari Kopo, Soreang, Banjaran dan akhirnya Pangalengan. Kami bersyukur sekali kelelahan dan rasa penasaran kami terbayarkan dengan hotel yang cukup baik dan sesuai untuk anak-anak. Karena tidak terlalu ramai, ada beberapa pilihan bungalow yang bisa kami pilih, dan pilihan kami jatuh pada Bungalow No 10, yaitu bungalow dengan 2 kamar, ruang tamu, dapur dan ruang makan serta perapian dan 1 kamar mandi didalam.

Letaknya strategis, kami bisa parkir mobil di depan bungalow, dekat dengan kolam renang dan yang terpenting, kami dapat view yang bagus, pandangan mata kami tidak terhalang oleh apapun, demikian pula asupan oksigen yang baru dan segar bebas leluasa memenuhi paru-paru kami yang kotor, oleh polusi udara sebelumnya.

Oh ya karena dilengkapi dengan dapur dengan tabung gas terisi penuh, juga galon air yang penuh, dan peralatan dapur, maka kita sebenarnya bisa memasak, asal membawa perbekalan. Kami sempat membeli beberapa bahan makanan untuk dimasak esok harinya.

Singkat cerita, Resort Hotel ini nyaman, man, ada fasilitas untuk memancing, taman bermain untuk anak-anak dan kolam renang, juga restoran yang makanannya enak dan disajikan dengan porsi yang pas.

Yuk coba menginap di Citere Resort Hotel, Pangalengan.


K.A.R. Bosscha (Den Haag – Malabar)

Belum pergi ke Pangalengan, kalau belum pergi ke Makam Bosscha dan mengunjungi rumahnya. Hari pertama kami tiba disana, kami berniat sekali untuk ke rumah Bosscha, setelah puas menikmati pemandangan yang indah di Perkebunan Teh dan proses pembuatan teh di salah satu pabrik yang didirikan oleh Bosscha.

Makam Bosscha dijaga oleh seorang tukang kebun. Makamnya khas makam orang Belanda, terletak di tengah perkebunan dan dikelilingi bunga-bunga dalam taman yang terawat rapi dan bersih. Kami membaca jasa-jasa Bosscha untuk Indonesia, khususnya masyarakat di Jawa Barat, yang tertera dalam sebuah batu besar di depan Makam.

Setelah itu kami lanjutkan perjalanan ke rumahnya, namun kami tidak masuk kedalam rumahnya. Rumahnya juga besar dengan halaman luas yang tertata rapi, di belakang rumah Bosscha ada beberapa bungalow yang tampaknya disewakan. Juga ada kantor manajemen, yang mengatur segala sesuatu berkaitan dengan Bosscha.

Karel Albert Rudolf Bosscha (Den Haag, 15 Mei 1865Malabar Bandung, 26 November 1928) merupakan orang yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat pribumi pada masa itu dan juga merupakan seorang pemerhati ilmu pendidikan khususnya astronomi.

Pada bulan Agustus 1896 Bosscha mendirikan Perkebunan Teh Malabar. Dan pada tahun-tahun berikutnya, ia menjadi juragan seluruh perkebunan teh di Kecamatan Pangalengan. Selama 32 tahun masa jabatannya di perkebunan teh ini, ia telah mendirikan dua pabrik teh, yaitu Pabrik Teh Malabar yang saat ini dikenal dengan nama Gedung Olahraga Gelora Dinamika dan juga Pabrik Teh Tanara yang saat ini dikenal dengan nama Pabrik Teh Malabar.

Pada tahun 1901 Bosscha mendirikan sekolah dasar bernama Vervoloog Malabar. Sekolah ini didirikan untuk memberi kesempatan belajar secara gratis bagi kaum pribumi Indonesia, khususnya anak-anak karyawan dan buruh di perkebunan teh Malabar agar mampu belajar setingkat sekolah dasar selama empat tahun. Pada masa kemerdekaan Indonesia, nama sekolah ini berubah menjadi Sekolah Rendah, kemudian berubah lagi menjadi Sekolah Rakyat. Dan diganti lagi menjadi Sekolah Dasar Negeri Malabar II hingga saat ini.

Pada tahun 1923, Bosscha menjadi perintis dan penyandang dana pembangunan Observatorium Bosscha yang telah lama diharapkan oleh Nederlands-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV). Kemudian ia bersama dengan Dr. J. Voute pergi ke Jerman untuk membeli Teleskop Refraktor Ganda Zeiss dan Teleskop Refraktor Bamberg. Pembangunan Observatorium Bosscha selesai dilaksanakan pada tahun 1928. Namun ia sendiri tidak sempat menyaksikan bintang melalui observatorium yang didirikannya karena pada tanggal 26 November 1928 ia meninggal beberapa saat setelah dianugerahi penghargaan sebagai Warga Utama kota Bandung dalam upacara kebesaran yang dilakukan Gemente di Kota Bandung.

Selama hidupnya, Bosscha memilih untuk tidak menikah. Pada akhir hayatnya, karena kecintaannya pada Malabar, beliau meminta agar jasadnya disemayamkan di antara pepohonan teh di Perkebunan Teh Malabar.