Obyek Wisata Kolam Cibulan

Kolam Cibulan terletak di desa Manis Kidul, kecamatan Jalaksana di tepi jalan raya Kuningan Cirebon. Jarak dari kota Kuningan ± 7 km ke arah utara atau dari kota Cirebon ± 28 km ke arah selatan. Objek wisata Cibulan merupakan salah satu objek wisata tertua di Kuningan. Obyek wisata ini diresmikan pada 27 Agustus 1939 oleh Bupati Kuningan saat itu, yaitu R.A.A. Mohamand Achmad. Kolam Cibulan merupakan sumber air yang cukup besar dihuni oleh Ikan Kancra Bodas (Labeobarbus Dournesis). Sebagian masyarakat menyebutnya Ikan Kramat atau Ikan Dewa. Menurut cerita yang berkembang di kalangan masyarakat Desa Manis kidul dan masyarakat Kuningan pada umumnya, ikan dewa yang ada di kolam Cibulan ini konon dahulunya adalah prajurit-prajurit yang membangkang atau tidak setia pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi. Singkat cerita, prajurit-prajurit pembangkang tersebut kemudian dikutuk oleh Prabu Siliwangi sehingga menjadi ikan. Konon ikan-ikan dewa ini dari dulu hingga sekarang jumlahnya tidak berkurang maupun bertambah. Apabila kolam dikuras, ikan-ikan ini akan hilang entah kemana, namun saat kolam diisi air, mereka akan kembali lagi dengan jumlah seperti semula. Terlepas dari benar atau tidaknya legenda itu sampai saat ini tidak ada yang berani mengambil ikan ini karena ada kepercayaan bahwa barang siapa yang berani mengganggu ikan-ikan tersebut akan mendapatkan kemalangan.

Kolam Cibulan dibangun menjadi kolam renang secara permanen tahun 1960 dan sejak itulah ikan “DEWA” itu menjadi penghuni kolam renang dan menjadi teman berenang, baik perenang kecil maupun dewasa. Disekitar kolam Cibulan tumbuh pohon-pohon tropis yang rindang dan menyejukan. Disinilah terdapat “PATILASAN – PATILASAN” yang konon kabarnya merupakan patilasan “PRABU SILIWANGI” dari Pakuan Padjadjaran ketika beliau istirahat setelah sekembalinya dari Perang Bubat. Patilasan tersebut antara lain “SUMUR TUJUH”. Merupakan Tujuh Buah Sumur Kecil (Mata Air) yang diberi nama Sumur Kejayaan, Sumur Kemulyaan, Sumur Pangabulan, Sumur Cirancana, Sumur Cisadane, Sumur Kemudahan, Sumur Keselamatan. Diantara ke Tujuh Sumur tersebut ada salah satu sumur yang berisikan Kepiting Emas yaitu pada sumur ke empat. Orang yang dapat melihat kepiting emas tersebut berarti segala keinginannya akan terkabul.

Biasanya untuk bisa masuk ke obyek wisata Cibulan, terlebih dahulu para wisatawan harus membeli tiket. Untuk harga tiket bagi anak-anak dikenakan Rp 1.000 per orang, sedangkan untuk orang dewasa Rp 2.000 per orang. Obyek wisata pemandian Cibulan sendiri dikelola oleh Pemerintah Desa Manis Kidul. Biasanya selalu ramai dikunjungi para wisatawan pada hari Minggu atau hari libur.

Bagi para wisatawan yang berkunjung ke Cibulan biasanya bersama keluarga untuk mengisi hari libur sambil berenang. Terdapat dua kolam besar yang berbentuk persegi panjang. Adapun ukuran kolam yang pertama berukuran 35 x 15 meter persegi dengan kedalaman dua meter. Sedangkan untuk kolam yang kedua berukuran 45 x 15 meter persegi yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian yang pertama berkedalaman 60 sentimeter, sedangkan untuk bagian yang kedua berkedalaman 120 sentimeter.

Tersedia fasilitas buat para pengunjung yang cukup lengkap. Tempat ganti pakaian, kamar kecil, kamar mandi, tempat bilas seusai berenang, musholla serta penyewaan ban karet. Tidak hanya itu, para pengunjung juga dapat menikmati puluhan ikan yang berwarna abu-abu kehitaman, atau yang lebih dikenal ikan Kancra Bodas (Ikan Dewa) di dalam kolam tersebut.

Selain kolam dengan ikan Kancra Bodas, terdapat tujuh sumber mata air yang dikeramatkan. Tujuh mata air ini terdiri dari kolam-kolam kecil yang masing-masing mempunyai nama tersendiri. Sumur satu, Kejayaan; sumur dua, Kemulyaan; sumur ketiga, Pengabulan; sumur empat, Cirancana; sumur lima, Cisadane; sumur enam Kemudahan, serta sumur tujuh, Keselamatan. Di antara ketujuh sumur itu, konon dari salah satu sumur yang bernama Cirancana terdapat kepiting emas. Apabila ada orang yang sedang mujur dan dapat melihat wujud dari kepiting emas tersebut, maka segala keinginannya akan terkabul.

Kami hanya setengah jam disana karena penuhnya pengunjung dan kami agak geli melihat begitu banyaknya orang berenang di kolam, laki perempuan, anak dewasa bercampur jadi satu, ada yang berpakaian renang, ada yang tidak, sehingga kami tidak memungkinkan untuk berenang disana. Akhirnya kami hanya mengitari kolam sambil menunggu kemunculan ikan dewa tersebut dengan membeli umpan dari penjual umpan ikan kecil seharga Rp 5 000,- Luar biasa, begitu umpan kami lemparkan, puluhan ikan dewa yang panjangnya hampir kurang lebih 1 meter menyerbu umpan kami. Sayang warna ikannya hitam abu-abu sehingga kurang tampak jelas. Selanjutnya, kami berkeliling di sekitar obyek wisata, yang menjual aneka kerajinan daerah, penganan dan jajanan serta oleh-oleh khas Cirebon, seperti tape ketan.


Yang Enak dari Cirebon

Sebelum pergi ke suatu tempat, biasanya aku browsing dulu mengenai makanan enak, tempat wisata kuliner dan oleh-oleh apa yang patut dicoba dari suatu tempat. Maka, sederetan nama makanan muncullah dalam catatanku. Ke Cirebon, banyak yang mengatakan harus mencoba Nasi Jamblang, yaitu nasi yang disajikan diatas selembar daun jati, lengkap dengan lauk pauknya, dan satu lagi adalah Empal Gentong, yang ternyata adalah soto daging dan atau jerohannya dengan kuah encer. Satu lagi yang khas dari sana adalah Tahu Gejrot. Jadi semenjak berangkat dari rumah, yang ada di pikiranku adalah mencari Nasi Jamblang.

Namun ternyata karena siang itu amatlah panasnya dan anak-anak sudah waktunya makan siang, sementara kami semua rasanya sakit kepala dengan panas yang luar biasa menurut kami, akhirnya hilanglah keinginan untuk berburu kuliner di tempat-tempat yang sudah disarankan dan mobil kamipun berbelok memasuki pelataran parkir Grage Mall dan masuk Mall untuk mendinginkan badan dan kepala.

Kami menuju Food Court, yang ternyata cukup lengkap, namun seperti yang kutuliskan dalam cerita sebelumnya, aku kecewa dengan Nasi Jamblang yang disajikan disana, nasi nya keras dan lauknya tidak komplit. Untungnya aku bisa menikmati Nasi Jamblang mewah di Hotel Grage Sangkan esok paginya. Empal Gentong juga cukup diminati suami dan anak-anak. Demikian pula dengan Tahu Gejrot, yang menurut aku, akan lebih lezat lagi kalau kuahnya lebih kental seperti kuah empek-empek…slurp.

Makan malam di Cirebon, kami nikmati di rumah makan Ampera. Makan pagi, di restoran hotel, dengan aneka menu, american breakfast, bubur ayam, atau cirebon breakfast, yang komplit dengan nasi jamblangnya. Makan siang dalam perjalanan, sate ayam, sate kambing dan sop, juga ayam goreng kesukaan si bungsu. Kenyang…saatnya pulang. Oleh-oleh yang kami bawa, tape ketan yang rasanya sangat manis dan ubi dari tempat wisata Cibulan, Cirebon.

Beberapa info tentang makanan di Cirebon yang kudapat dari berbagai sumber di internet adalah sebagai berikut :

? Mangga Indramayu, adanya di sepanjang jalur alternatif pantura yang lewat indramayu, pastinya . Hati2 milihnya jangan sampe ditipu . Biasanya di jalur ini juga dijual beragam ikan asin . Biasanya orang pilih yang putih bersih, tapi yang penting pilih yang dilalati . Kalo tidak dilalati berarti pake boraks dan pemutih .
? Nasi Jamblang, adanya persis di depan apotik pasar Jamblang sebelum masuk Cirebon. Kalau mau mampir, sebaiknya tidak lewat jalur tol.
? Nasi Jamblang Mang Dul, Cirebon, adanya di Jl. Dr. Cipto Cirebon, di ruko seberangnya Grage Mall. Di ruko itu juga tersedia ATM BCA-nya. Lokasinya persis di perempatan, tidak jauh dari gedung PAM Cirebon, Jl. Tuparev yang sangat khas bentuknya itu. Kalau dari arah Jakarta sebaiknya langsung masuk ke arah kota, searah dengan Hotel Patra Jasa. Jadi jangan lewat ring road. Warung mang Dul udah buka sejak subuh, jam 8-9 pagi biasanya udah abis .
? Empal Gentong, supaya gampang, mampir aja di stasiun Kejaksan (pusat) Cirebon (di tengah kota Cirebon ada 2 stasiun). Adanya di halaman parkir stasiun Cirebon, persis sebelah wartel .
? Oleh-oleh khas Cirebon : adanya di Jl. Siliwangi depan Pasar Pagi Cirebon. Cirebon sangat khas dengan ikan asin jambal roti, emping dari yang ukuran kecil mpe besar, yang rasanya standar mpe yang rasa kerang, asin, manis, pedes. Beli juga rengginang dari rasa biasa, keju, juga trasi. Jangan lupa sirop Tjampolai rasa pisang susu, rasa jeruk keprok/nipisnya juga asik . Kalau suka asinan, beli asinan “shinta” khas cirebon .
? Bubur Sop Mang Kapi, adanya di j. Gunung Sari, dari warung mang dul setelah Mal Grage belok kiri. Warung kaki lima ini jualnya malem menjelang buka mpe subuh . Jualnya bubur sop, sate, nasi lengko, indomie khas mang kapi, pokoknya komplit .
? Mie kocok, adanya di emperan toko sepanjang Jl. Siliwangi, Cirebon, depan Pasar Pagi. Bukanya malem, di sana juga ada nasi jamblang. Di sepanjang emperan Mall Grage juga banyak warung jamblang, tapi ga’ enaaaak . (www.jalansutra.or.id)


Batik Eksotik Trusmi

Bagi kolektor batik, nama desa Trusmi Wetan dan Trusmi Kulon, yang berada di Kecamatan Weru, Cirebon, tak dapat dipinggirkan. Desa yang terletak sekitar lima kilometer dari pusat kota ini sejak puluhan tahun lalu telah menjadi sentra bisnis batik. Sayang, mereka harus kedodoran mencari para pembatik lokal.
Kisah membatik desa Trusmi berawal dari peranan Ki Gede Trusmi. Salah seorang pengikut setia Sunan Gunung Jati ini mengajarkan seni membatik sembari menyebarkan Islam. Sampai sekarang, makam Ki Gede masih terawat baik, malahan setiap tahun dilakukan upacara cukup khidmat, upacara Ganti Welit (atap rumput) dan Ganti Sirap setiap empat tahun. Kelihaian membatik itu ternyata memberi berkah di kemudian hari. Batik Trusmi berhasil menjadi ikon batik dalam koleksi kain nasional. Seolah kain batik dari desa ini tak masuk dalam keluarga batik Cirebon. Batik Cirebon sendiri termasuk golongan Batik Pesisir. Usaha yang bermula dari skala rumahan lama kelamaan menjadi industri kerajinan yang berorientasi bisnis. Produk batik Trusmi bukan sekadar memenuhi kebutuhan lokal, tetapi sebagian perajin mengekspor ke Jepang, Amerika, dan Belanda.
Masa keemasan kerajinan batik di daerah ini terjadi pada kurun waktu 1950-1968. Tak heran bila sebuah koperasi di tingkat lokal, Koperasi Batik Budi Tresna yang menaungi perajin batik, sanggup membangun gedung koperasi yang sangat megah. Tak ketinggalan, dibangun pula sejumlah sekolah mulai dari tingkat SD, SLTP hingga SLTA. Di masa kini, peran alm. H. Masina tak bisa dilepaskan. Tokoh ini dikenal sebagai pengembang bisnis batik di Trusmi. Itu sebabnya ia pun didaulat untuk memimpin Koperasi Batik Budi Tresna.
Beberapa tahun lalu, alm H. Masina sempat mengeluhkan makin sulitnya mencari orang lokal yang mau berprofesi sebagai pembatik yang terampil. Penduduk sekitar lebih suka kerja ”kantoran” yang tak butuh ketrampilan tangan. Alhasil para pemilik industri batik mencari tenaga pembatik dari daerah lain, seperti Yogyakarta, Solo, atau Pekalongan.
Bila dibanding dengan batik Yogyakarta, Solo atau Pekalongan, batik Trusmi punya ciri yang berbeda dan khas. Perbedaan yang paling kentara adalah dari segi warna dan motif. Batik Trusmi tampil dengan warna yang cerah dan ceria. Batik Yogyakarta atau Solo didominasi dengan warna gelap, biasanya coklat tua atau hitam.


Secara umum, batik asal Cirebon muncul dengan warna-warna kain yang lebih cerah dan berani. Warna-warna cerah seperti merah, merah muda, biru langit, hijau pupus, dan tentu saja ini bisa kita lihat dalam kain batik Trusmi. Selain itu, gambar motifnya juga lebih bebas, melambangkan kehidupan masyarakat pesisir yang egaliter, seperti gambar aktivitas masyarakat di pedesaan atau gambar flora dan fauna yang memikat.
Begitu pula dengan motif yang menghiasi kain. Motif batik Trusmi berbeda dengan motif batik tradisional gaya Yogyakarta dan Solo. Pengaruh ini diakibatkan dengan letak geografis Cirebon yang ada di kawasan pantai, sehingga motif batik asal kota udang ini disebut motif Pesisiran. Dalam kain batik ini kita bisa jumpai gambar motifnya yang lebih bebas, melambangkan kehidupan masyarakat pesisir yang egaliter, seperti gambar aktivitas masyarakat di pedesaan atau gambar flora dan fauna yang memikat.
Salah satu ciri khas batik asal Cirebon yang tidak ditemui di tempat lain adalah motif Mega Mendung, yaitu motif berbentuk seperti awan bergumpal-gumpal yang biasanya membentuk bingkai pada gambar utama. Motif Mega Mendung tersebut didapat dari pengaruh kraton-kraton di Cirebon.


Kraton Kasepuhan

Menyambung cerita sebelumnya, kali ini aku bercerita mengenai kunjungan kami ke Kraton Kasepuhan. Kraton Kasepuhan ini berada di tengah kota Cirebon. Sangat mudah untuk mencapai kraton ini, tepatnya berada di Jl Kraton Kasepuhan No. 43. Mungkin karena begitu dekatnya dengan pusat kota, warga Cirebon sendiri banyak yang belum pernah masuk ke kraton ini. Kawasan ini juga sangat sejuk sekali dengan pohon-pohon besarnya yang sangat rindang, di tengah kota Cirebon yang panas.

Tiket masuknya (thn 2010) sebesar Rp 2.000 per orang, tertulis dalam tiketnya Pelajar. Sedangkan untuk tiket parkirnya sebesar Rp 5000 per kendaraan. Memasuki kawasan, kita akan ditemani oleh pemandu wisata yang berpakaian tradisional yang pada umumnya masih merupakan keluarga abdi dalem kraton. Kraton ini memiliki pagar dan gapura yang terbuat dari susunan bata merah, dan konon direkatkan tanpa menggunakan semen sama sekali. Dalam kraton ini terdapat nuansa asimilasi antara budaya Jawa, Sunda bahkan Cina dan Eropa. Di halaman kraton terdapat patung 2 ekor macan putih. Dalam areal kraton juga terdapat Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Ada tiga kraton di Cirebon, yaitu Kraton Kasepuhan, yang aku kunjungi ini, kemudian Kraton Kanoman dan Kraton Kacirebonan. Namun dari ketiga kraton yang ada di Cirebon (Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan), kraton Kasepuhan nampaknya terlihat yang paling terawat Ketiga kraton ini mempunyai ciri yang sama yaitu Ciri pertama, bangunan keraton selalu menghadap ke utara. Di sebelah timur keraton selalu ada masjid. Setiap keraton selalu menyediakan alun-alun sebagai tempat rakyat berkumpul dan pasar. Di taman setiap keraton selalu ada patung macan sebagai perlambang dari Prabu Siliwangi, tokoh sentral terbentuknya Cirebon. Satu lagi yang menjadi ciri utama adalah piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon.

Kelusuhan yang tampak di Keraton Kacirebonan barangkali memang merupakan konsekuensi sejarah. Namun, kesuraman itu tak tampak di Keraton Kasepuhan. Dari ketiga keraton yang ada di Cirebon, Kasepuhan adalah keraton yang paling terawat, paling megah, dan paling bermakna dalam. Tembok yang mengelilingi keraton terbuat dari bata merah khas arsitektur Jawa. Keraton Kasepuhan yang dibangun sekitar tahun 1529 sebagai perluasan dari Keraton tertua di Cirebon, Pakungwati, yang dibangun oleh Pangeran Cakrabuana, pendiri Cirebon pada 1445. Keraton Pakungwati terletak di belakang Keraton Kasepuhan. Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang ada dalam kompleks Keraton Kasepuhan begitu indah. Masjid Agung itu berdiri pada tahun 1549. Keraton ini juga memiliki kereta yang dikeramatkan, Kereta Singa Barong. Pada tahun 1942, kereta ini tidak boleh dipergunakan lagi, dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.

Penguasa pertama di Keraton Kasepuhan adalah Syech Syarief Hidayattulah. Syarief Hidayattulah dikenal juga dengan Sunan Gunung Jati. Dari tokoh inilah, kisah tentang daerah bernama Cirebon itu bergulir.

Di dalam museum yang berada di Utara kraton terdapat benda-benda peninggalan kerajaan seperti peralatan perang, meriam dan kereta kencana yang digunakan saat berperang. Kereta ini disebut Kereta Singa Barong, berkepala gajah yang belalainya memegang trisula (pengaruh Hindu), bersayap garuda (pengaruh Islam) dan berekor naga (pengaruh Cina). Kereta ini sudah memiliki teknologi shockbreaker dan juga memiliki mekanik untuk mengepakkan sayapnya. Namun kereta ini sejak 1942 sudah tidak difungsikan lagi dan hanya keluar untuk ‘dimandikan’ setiap tanggal 1 Syawal. Sayang kondisi tempat ini kurang terlalu terawat, padahal barang di dalamnya sudah berusia ratusan tahun. Sedangkan di museum di bagian Selatan Kraton terdapat perhiasan, pernak-pernik, piring, dan perlengkapan kraton yang digunakan saat jaman Sunan Gunung Jati.

Terlihat banyak sekali pengaruh budaya Islam di dalam ornamen2 kraton. Namun di kraton ini juga banyak terdapat porselain2 Cina juga lampu hias dari Eropa dan juga keramik2 yang melukiskan gambar2 tentang tokoh dalam Alkitab. Ada juga sebuah lukisan Prabu Siliwangi bersama seekor macan, dimana dalam lukisan ini sorotan mata Prabu maupun macan akan mengikuti kita dimanapun posisi kita berada. Hhmm… penasaran ? Silahkan Anda coba sendiri.

Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506, beliau bersemayam di dalem Agung Pakungwati Cirebon.Keraton Kasepuhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Dan sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Putri itu cantik rupawan berbudi luhur dan bertubuh kokoh serta dapat mendampingi suami, baik dalam bidang Islamiyah, pembina negara maupun sebagai pengayom yang menyayangi rakyatnya. Ahkirnya beliau pada tahun 1549 wafat dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua, dari pengorbanan tersebut akhirnya nama beliau diabadikan dan dimulyakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.

SILSILAH SULTAN KASEPUHAN CIREBON 1. Pangeran Pasarean 2. Pangeran di Jati Carbon 3. Panembahan Ratu 4. Pangeran di Jati Carbon 5. Panembahan Girilaya 6. Sultan Raja Syamsudin 7. Sultan Raja Tajularipin Jamaludin 8. Sultan Sejuh Raja Jaenudin 9. Sultan Sepuh Raja Suna Moh Jaenudin 10. Sultan Sejuh Safidin Matangaji 11. Sultan Sejuh Hasanudin 12. Sultan Sepuh I 13. Sultan Sejuh Raja Samsudin I 14. Sultan Sejuh Raja Samsudin II 15. Sultan Sepuh Raja Ningrat 16. Sultan Sepuh Jamaludin Aluda 17. Sultan Sejuh Raja Rajaningrat 18. Sultan Pangeran Raja Adipati H. Maulana Pakuningrat, SH 19. Sultan Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat

Secara keseluruhan kraton ini cukup layak dikunjungi, karena letaknya yang mudah dicapai serta tiket masuk yang terjangkau, pemandu wisata pun cukup detail memberikan penjelasan. Kraton Kasepuhan buka dari jam 8.00 -16.00 untuk hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis & Sabtu, untuk hari Jumat dari jam 7.00-11.00, lalu ditutup untuk sembahyang Jumat, lalu dibuka kembali pukul 14.00-16.00 sedangkan untuk hari Minggu/Libur dari jam 8.00 – 17.00.

Namun, maaf, yang membuat kami sedikit tidak nyaman, ketika pemandu wisata menetapkan tarip untuk jasanya, padahal kami tidak meminta beliau untuk memandu kami, itu yang pertama. Yang kedua, pada saat beliau memandu, beliau memandu 2 atau 3 keluarga, jadi kami banyak berjalan sendiri juga. Agak tidak enak jadinya meninggalkan tempat itu. Pemandu tadi seperti tidak ikhlas menerima pemberian kami, padahal saat kami konfirmasikan ke kantor, tempat kami membeli tiket tadi, tidak ada penetapan tarip seperti itu. Belum lagi, petugas kebersihan yang berada di sekitar benda pusaka, meminta-minta uang untuk biaya kebersihan, apa pula ini? Sayang sekali..sungguh disayangkan, ini terjadi di tempat berlevel ‘kraton’, tempat tinggal raja.


Grage Sangkan, Liburan akhir tahun di awal tahun

Liburan akhir tahun hampir berakhir dan anak-anak sudah hampir masuk sekolah, namun karena kesibukan kami berdua, aku dan suamiku, kami belum mengajak anak-anak berlibur. Sebenarnya suamiku sudah mengambil cuti, namun aku tidak bisa cuti karena ada pekerjaan dari kegiatan Reformasi Birokrasi yang harus diselesaikan pada akhir tahun ini. Jadi, setelah kami berdiskusi, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Cirebon, sementara hotel di Bandung sudah full booked karena tanggal 1 Januari jatuh pada hari Jumat, jadi ini bener-bener long weekend. Di hotel yang kami tuju di Cirebon pun, kami baru dapat kamar untuk tanggal 2 Januari. Okelah akhirnya kami sepakat berangkat pagi-pagi menuju Cirebon.

Persiapan yang serba cepat, bawa barang secukupnya saja, ingat ya, kita hanya menginap satu malam. Mobil siap, kami berangkat menuju Cirebon pukul 06.00 pagi. Kami melewati jalur toll JORR dan kemudian memasuki Cikampek, keluar Purwakarta dan lewat jalur pantura. Perjalanan cukup lancer, masih pagi, anak-anak juga cukup tenang di mobil, hampir di separuh perjalanan, mereka tertidur.

Kami memasuki kota Cirebon pukul 08.30 pagi, kami langsung menuju pinggir kota, yaitu pusat belanja batik di kota Trusmi. Ulasan tentang batik Trusmi akan aku ceritakan di tulisan berikutnya ya. Karena panasnya udara dan hawa disana, aku memilih memasuki toko yang cukup luas pelataran parkirnya dan juga memakai pendingin ruangan. Aku mulai asyik memilih-milih, demikian juga dua gadisku. Sedangkan suamiku dan si bungsu tampak mulai bosan dan meninggalkan kami ke toko yang lain. Di toko ini, aku memperoleh beberapa kain batik, sarung batik, kemeja batik untuk si bungsu dan baju terusan untuk dua gadisku.

Keluar dari Trusmi, kami mulai memasuki kota Cirebon, tujuan kami adalah kraton Kasepuhan. Kami berada di kraton ini kurang lebih setengah jam. Ini juga akan kuceritakan nanti. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan untuk makan siang. Sebenarnya aku sudah cukup mendapat informasi tempat makan enak di Cirebon, tapi karena udara terasa terlalu panas buat kami, akhirnya kami berbelok dan memasuki kawasan Grage Mall. Kami menuju Food Court, yang ternyata menyediakan aneka masakan dan minuman. Disana juga ada angkringan Nasi Jamblang Mang Dul dan Empal Gentong serta Tahu Gejrot. Ketiga macam makanan itu kami pesan. Namun anak tengahku yang agak sulit beradaptasi dengan makanan yang baru dikenal, memesan nasi goreng kesukaannya. Sejujurnya, aku kurang puas dengan makan siangku, nasi jamblang yang kupesan, nasinya keras, hanya ada daging semur yang bisa masuk, lauk tempe yang disediakan juga hambar dan dingin.  Selesai makan siang, kami langsung menuju penginapan, hotel tempat kami menginap di Grage Sangkan, Cirebon arah Sukabumi. Perut kenyang, cuaca panas, benar-benar membuat kami mengantuk, untungnya suamiku tetap semangat mencapai tujuan. Jalan yang mulai menyempit, mulai ditemani hujan rintik-rintik, akhirnya kami sampai di hotel yang kami tuju.

 

Hotel sedang dalam renovasi, jadi agak sedikit berantakan. Kamar kami terletak di lantai dua, walau agak kurang nyaman untuk aku mula-mula, tapi karena anak-anak cukup menikmati, aku setuju saja. Kamar kami cukup luas, selain kamar tidur, ada ruang tamu di sebelahnya, aku rasa bisa juga untuk menambah sebuah extra bed disana, tapi kata anakku, itu ruang buat merokok, ma, karena ga pakai AC, Cuma ada kipas angin aja. Okelah, ruang itu kita abaikan saja. Kami istirahat sebentar, sebelum berenang sore ini.

Kami berenang di kolam renang indoor, selama kurang lebih 1,5 jam, kolam yang indoor, tanpa sinar matahari, air yang dingin tambah semakin dingin, ditambah lagi dengan hujan yang turun sejak tadi..brrr ga tahan aku, hanya 30 menit bisa bertahan, selanjutnya aku menunggu saja anak-anak yang masih asyik bermain.

 

Kami makan malam di luar hotel, kami makan di rumah makan Ampera, yang terkenal dan mempunyai banyak cabang dimana-mana. Kami puas makan disini, kami memesan makanan sesuai selera kami masing-masing. Si bungsu yang biasanya sulit makan, juga lahap menghabiskan makanan di piringnya. Menu makan malam kami, ikan bakar, ayam bakar, ayam goreng, otak, tahu dan tempe, sayur kangkung, sayur asam, teh manis hangat…hmmm mantap, di malam yang dingin ini. Nyenyaklah tidur kami malam ini.