Bepergian bersama Ibu ke Kota Kelahirannya

Sudah banyak petunjuk praktis mengenai bagaimana cara berlibur yang nyaman bersama anak-anak, khususnya anak balita. Sekarang giliran mari kita simak bagaimana bepergian bersama orang tua. Pada bulan Februari 2010, tepatnya mulai tanggal 25 Februari 2010 sampai dengan 2 Maret 2010, aku berkesempatan pergi berdua saja dengan Ibu yang pada bulan Juni 2008 mengalami stroke ringan akibat kadar gula dalam darah nya tinggi.

Kami pergi ke kota kelahiran Ibu di Ngawi, Jawa Timur. Namun karena tidak ada penerbangan langsung kesana, kami menginap dulu semalam di Solo, juga sambil menjaga kondisi Ibu agar tidak terlalu lelah.

Yang perlu diperhatikan :

  • Siapkan pakaian senyaman mungkin, pampers (karena di daerah jarang tersedia pampers untuk orang tua) dalam jumlah cukup
  • Makanan ringan dan obat-obatan yang sudah dikemas untuk sekali makan (beberapa obat dijadikan satu plastik) sehingga mudah menyiapkannya dalam perjalanan
  • Siapkan dalam tas kecil (jangan masuk bagasi) berisi pakaian ganti, pampers, makanan ringan sesuai kondisi kesehatan (untuk Ibu saya : biskuit bebas gula), tissue basah dan minuman serta bantal kecil. Hal ini perlu disiapkan untuk kenyamanan pada saat jadwal pesawat tertunda terbang (delay)
  • Pilihlah maskapai yang menyediakan fasilitas kursi roda untuk orang tua atau informasikan sebelumnya bahwa kita membutuhkan kursi roda
  • Pada saat memesan akomodasi hotel, tanyakan apakah tersedia elevator/lift jika mendapat lantai atas untuk menghindari orangtua berjalan menaiki tangga. Atau pindahkan kamar ke lantai dasar jika tidak tersedia lift
  • Tertib mengikuti jadwal makan dan minum obat, mesti diingat kita bepergian dengan orang tua yang sedang dalam masa pemulihan sehingga kekuatan fisik tentu berbeda dengan kita
  • Selalu perhatikan perubahan fisik (wajah, posisi duduk dan cara berjalan) saat bepergian dengan orang tua, kadang mereka tidak mengatakan saat mereka lelah
  • Sesuaikan kondisi kita (pengantar) dengan kondisi orang tua kita, jangan sebaliknya, misal jalan mereka yang cenderung lebih lambat dan cara makan mereka yang berantakan, pahami itu

Aku bersyukur bahwa selama perjalanan ini, Ibu dalam kondisi baik dan tampak senang. Malah aku yang sempat demam karena udara yang begitu panas di kota Ngawi.

  1. Kami berangkat dari Jakarta menuju Solo dengan pesawat terbang
  2. Menginap di Solo satu malam, pijat dan beristirahat
  3. Berangkat ke Ngawi dari Solo dengan kendaraan travel
  4. Menginap di Ngawi selama 2 malam
  5. Kembali ke Solo dan menginap lagi di Solo
  6. Pulang ke Jakarta dengan pesawat terbang

Selama di Solo, sempat bepergian dengan Ibu ke Pasar Gede Solo untuk mengenang masa kecil Ibu sempat berada di Solo dan pergi ke Solo Grand Mall, yang dekat dengan Hotel.

Inilah perjalanan terakhirku bersama dengan Ibu ke kota kelahiran beliau karena setelah itu kondisi kesehatan Ibu dalam kondisi statis dan akhirnya meninggalkan kami pada Januari 2013.

 


Yu Su

Kalau ke Ngawi, aku selalu mengunjungi Yu Su. Siapakah Yu Su? Yu Su adalah anak dari Mbah Mien Tember, yang pernah jadi pengasuh aku waktu kecil dulu. Selain itu, Yu Su juga berjualan tape ketan yang sangat enak sekali. Jadi khusus kali ini, aku membeli tupperware untuk membawa tape ketan buatan Yu Su.

Yu Su memasak sendiri ketan untuk tapenya, dengan menggunakan perabot dapur yang sangat sederhana. Selanjutnya ketan diberi ragi dan dibungkus dengan daun. Setelah itu bungkusan ketan ditunggu selama 2-3 hari sampai menjadi tape.

Yu Su hidup hanya bersama dengan seorang anak lakinya, yang belum menikah, namun Yu Su yang periang dan mudah bergaul tidak pernah kesepian, selain juga ditemani kucing-kucing lucu peliharaannya.


Hotel Riyadi Palace

Aku menginap 2 malam di hotel ini, malam pertama, 25 Februari 2010 setelah mendarat di Solo dan malam kedua, 28 Februari 2010 sebelum kembali ke Jakarta. Hotel Riyadi Palace terletak di Jalan Slamet Riyadi 335, Solo, Jawa Tengah. Tempatnya bersih, makanannya bersih dan enak, banyak becak untuk pergi kemana-mana. Dan yang terpenting, ada lift, yang memudahkan aku membawa ibu naik turun dalam hotel.

Foto ada disini


Tahu Tepo

Menyambung tulisan tentang Nasi Tumpang, yang biasa kami nikmati di pagi hari di Ngawi, maka satu lagi menu makan malam yang selalu ada pada kunjungan ke Ngawi adalah Tahu Tepo. Tahu Tepo itu artinya Tahu Lontong, tahu dengan lontong. Banyak versi makanan seperti ini karena tahu kayaknya emang cocok dimakan dengan lontong ya, misal seperti tahu tek, tahu gunting, kupat tahu. Tapi Tahu Tepo Ngawi punya cita rasa dan ciri tersendiri cenderung berkuah, seperti kupat tahu yang di Jogja. Jadi kalau pas nyendok sama kuahnya ya enak banget, baru terasa enaknya.

Bedanya lagi yang tampak jelas dibandingkan versi yang lainnya terletak di kacang gorengnya yang tidak dihaluskan dengan bumbu yang lain, tapi ditaburkan utuh di atasnya. Terus kalau di kupat tahu biasanya ada potongan gorengan bakwan, plus irisan daun jeruk purut; sementara tahu tepo ada kecambah sperti tahu tek, tapi kecambahnya dicampur dengan irisan daun seledri yg memberi aroma khas.

Cara goreng tahunya juga bisa 2 macem, digoreng dengan atau tanpa kocokan telor (bisa disampaikan ke penjualnya). Terakhir, diberi remesan krupuk ubi yang warnanya pink atau merah jambu dan juga bawang goreng.

Tahu tepo di Ngawi yang terkenal punyanya Sarus, dulu jualannya di belakang pasar Ngawi. Terakhir tanteku belikan untuk dimakan di rumah, di jalan Raden Patah. Jualannya malam hari, antrinya luar biasa, soalnya bikinnya satu2 jadi rada lama. Bukanya setelah magrib, curangnya aku ga pernah ikutan beli, ntah ya, mungkin Tante ku ngasi kesempatan aku dan ibuku untuk ngobrol dengan Om, jadi aku ga pernah tahu, gimana suasananya disana. Oh ya walau makanan ini enak banget, tapi aku selalu meringis kalau menikmatinya, karena kecap manisnya buanyak banget dan manis banget…ih ngilu.

Cara membuat Tahu Tepo

Bahan:
Tahu potong2 dadu (dibumbuin bawang putih ma garam)
Telor
Kecambah di rebus
Daun seledri iris halus
Kacang goreng
Daun bawang
Kerupuk
Tepo/lontong potong2

Bahan kuah:
Bawang putih
Cabe rawit
Kecap manis
Air matang

Cara Membuat:
1. Tahu bisa digoreng dengan kocokan telor yang ditambah irisan daun bawang; atau tahu dan telur digoreng terpisah sesuai selera
2. Haluskan bawang putih yang sudah digoreng sebentar dan cabe rawit; tambahkan kecap dan air secukupnya.
3. Penyajiannya: taruh tepo/lontong, diatasnya ditaruh gorengan tahu lalu kecambah yang sudah dicampur dengan irisan daun seledri.
4. Siramkan kuahnya, taburkan kacang goreng dan remesan kerupuk.

Selamat menikmati…


Nasi Tumpang

Inilah salah satu makanan khas, Nasi Tumpang,yang selalu dirindukan Ibu. Biasanya kami membelinya di pasar Ngawi. Si mbok sudah punya angkringan sendiri. Nasi Tumpang ini ada berbagai versi, setiap kota mempunyai kekhasannya tersendiri. Di Kediri, sambal tumpang dimakan bersama pecel (aneka sayuran rebus), di Salatiga, sambal tumpang dicampur koyor, kikil, jerohan dan lain-lain, di Klaten, berwarna agak putih karena ada variasi sambal kelapa dan bubuk kedelei. Sedangkan di Solo, sambal tumpang dicampur dengan kerupuk kulit.

Lucunya, di Ngawi, dijual dengan semua perpaduan itu, bisa dimakan dengan pecel, mau ditambah kikil, ceker atau jerohan, ya silakan sesuai selera, karena semuanya sudah masuk kedalam 1 kuali besar, yang sudah tampak berwarna hitam. Yang beli, wow…ngantri lho, sejak pagi.

Biasanya, sambel tumpang dimasak dari tempe yang sudah terlalu lama difermentasi (bosok) dan dicampur tempe yang masih bagus (waras). Tapi aku dengan kadar kematangan tempe yang sama.

Sambel tumpang ini biasa disajikan saat upacara siraman temanten. Doanya ialah, supaya berkatnya “temumpang” (=tumpang dengan sisipan em). Yaitu supaya berkatnya menaungi orang yang saat itu punya kerja dan temanten berdua.
Cara membuat Sambal Tumpang

Bahan yang diperlukan (I) :

10 buah tempe yang 2-3 hari lebih matang dari yang seharusnya (sebaiknya pakai tempe berbungkus daun, dan tempe jangan dimasukkan ke kulkas)
8 cabe merah
4 cabe rawit atau lebih bila suka yang puedesss
5 butir bawang merah
4 butir bawang putih
2 butir kemiri
2-3 cm kencur
10 helai daun jeruk
1 batang serei, geprak
200-300 ml air

Bahan II
2 helai daun salam
1-2 cm lengkuas, geprak
200 ml santan kental
1000 ml santan encer
garam secukupnya
gula secukupnya
1/2 ons krecek (kulit sapi)

Pelengkap:
nasi putih
bayam, kacang panjang, dan kecambah direbus
karak

Cara :
1. Rebus semua bahan I sampai airnya hampir habis
2. Haluskan semua bahan I yang telah direbus, kecuali daun jeruk dan sereh
3. Sementara itu, rendam krecek dalam air hangat, supaya cepat lunak
4. Rebus bahan I yang telah dihaluskan, termasuk daun jeruk dan sereh, dengan 1000 ml santan encer, masukkan daun salam dan lengkuas

5. Masukkan krecek bila sudah mendidih dan empuk. Biarkan hingga mendidih lagi.
6. Terakhir masukkan santan kental, garam, gula, biarkan hingga mendidih, rasakan rasa asinnya, tambah garam bila perlu.
7. Angkat kalau krecek cukup lunak.
8. Sajikan dengan pelengkap
9. Cocok untuk makan pagi dan siang.

Sedapnya menikmati nasi putih hangat dengan sambal tumpang dan teh manis hangat….:-)


Mengenang Leluhur dengan Nyekar

Aku bermaksud melanjutkan cerita perjalananku bersama Ibu akhir  bulan Februari 2010 yang lalu, sesuai dengan judul sub kategori diatas, maka betul..tujuan utama dari perjalanan ke Ngawi ini adalah Nyekar ke makam Eyang dan Eyang Buyut ku yang ada di Ngawi.

Nyekar, sesuai dengan asal katanya yaitu dari kata ‘Sekar’ yang berarti bunga. Jadi tujuan aku kesana biasanya selain menebarkan bunga, juga mengingat leluhur dan nenek moyang dari mana kita berasal, menengok makam, apakah makam dalam keadaan kotor atau banyak rumput dan tanaman liar di sekitarnya, apakah ada keramik yang rusak atau tanah yang ambles dan perlu ditambah.

Nyekar, dalam bahasa Indonesia berarti Ziarah ke Makam. Di tengah pro kontra antara adat istiadat, budaya Jawa dan agamaku yang Kristen Protestan ini, ditambah lagi dengan pernikahanku dengan suamiku dari suku Batak, aku selalu merasa rindu untuk melakukan ritual ini. Temanku hanya berpesan agar tidak melakukan doa di makam. Betul juga, untuk apa kita berdoa di makam, toh yang meninggal sudah berada dalam tangan kasih Tuhan dan bersama dengan Nya.

Dalam kunjunganku ke Ngawi ini, kami mendatangi 4 makam, yaitu Makam Mundu, tempat Eyang dan keluarga dari pihak Ibu ku dimakamkan, yang kedua Makam Kerkof, tempat Eyang Buyutku dari pihak Ibu, yang ketiga Makam, tempat Eyang Buyut dan keluarga pihak bapakku dimakamkan, sedangkan yang terakhir adalah Makam Cupo, makam tempat pembantu pertamaku dan keluarganya dimakamkan. Perjalanan ini kami lalui bersama tukang becak langganan kami yang setia, berkeliling dengan panas teriknya kota Ngawi.


Sate P Kardi dari Ngawi

Apa yang paling kami rindukan saat pulang kampung ke tempat kelahiran ibuku, di Ngawi? Jawabannya adalah Sate Ayam p Kardi. Tidak ada yang lain, hanya sate ayam buatan p Kardi sajalah yang menjadi kerinduan kami setiap tiba di Ngawi.

P Kardi, ntah sudah berjualan sejak kapan, namun yang kuingat, sejak aku kecil, ia sudah berjualan. Mula-mula, dijual dengan dipikul, semakin lama, semakin berkembang, sampai akhirnya sekarang sudah menggunakan gerobak dorong yang ditata apik dan rapi.

P Kardi juga pernah membuka angkringan di dekat terminal, namun pelanggan yang biasa menunggu di depan rumah, jadi kesulitan untuk mencapai bakaran p Kardi yang lezat itu. Akhirnya ia menutup angkringannya dan kembali berjualan keliling.

P Kardi juga sudah bertambah tua, walau tetap mempertahankan cita rasa masakannya, terutama bumbu sambal kacangnya, dan juga teknik pengolahan potongan ayam mentah menjadi sate ayam yang sedap, akhirnya p Kardi memilih tinggal di rumah, dan menyerahkan tongkat estafet gerobak sate ayam kepada anak dan menantunya.

Inilah sate ayam p Kardi, yang selalu kami tunggu di rumah pamanku di jalan Yos Sudarso, sejak hari pertama menginjakkan kaki di kota Ngawi. Lontongnya yang lembut, satenya yang empuk dan gurih, serta sambal kacangnya yang kental dengan rasa manis pedas asli kacang tanpa campuran. Duh wanginya bau bakaran sate itu…membuat ngeceesss saat membuat tulisan ini…hyaah…keluntung keluntung…begitu bunyi suara dari gerobak sate p Kardi…suara itu berasal dari lonceng yang biasa dipakai kerbau di sawah.

Perhatikan isi dan susunan dalam gerobak sate ini, tumpukan tusukan sate ayam yang belum dibakar, sambal kacang, air dalam termos, tumpukan daun untuk pembungkus…semua tersusun rapi. Kapan ya aku berkunjung kesana lagi, selain mengunjungi keluarga ibuku, juga menikmati kuliner yang satu ini.