Pasar Seni Guwang, Alternatif Belanja di Bali

Di Bali, sebagai daerah wisata yang terkenal di manca negara, baik oleh wisatawan domestik maupun wisatawan asing, maka sudah sewajarnya ada banyak pasar seni atau Art Market yang tersebar di beberapa tempat. Mulai dari yang berbentuk tradisional seperti umumnya pasar maupun sudah berupa toko ataupun galeri.

Salah satunya adalah Pasar Guwang di desa Sukawati, Gianyar, Bali, sebagai salah satu alternatif pengurai kepadatan pengunjung Pasar Sukawati, maka Pasar Guwang yang diresmikan pada tahun 2001 diharapkan dapat menjadi pasar yang mampu memuaskan kebutuhan pengunjung yang berminat untuk membeli aneka barang khas dari Bali.

Pasar ini dibuka dari pukul 8 pagi sampai dengan jam 17 setiap harinya. Menjual berbagai macam barang khas Bali mulai dari pakaian anak sampai dewasa, kaos Barong, daster, tenun dan batik Bali, salak, jajanan khas Bali, aneka kerajinan dari kayu, juga lukisan. Mengenai harga, layaknya pasar, harga ditentukan dari tawar menawar antara penjual dan pembeli. Pasar Guwang punya area parkir yang lebih luas, yang selama ini hampir di setiap pasar di Bali mempunyai masalah yang sama yaitu perparkiran. Selain itu juga ada tempat makan dan mesin ATM.

Karena kali ini kami memang ingin mencari lukisan, maka kami berkeliling didalam Pasar untuk mencari lukisan, namun sayang kami belum menemukan lukisan yang pas di hati dan di kantong walau banyak sekali lukisan dan karya seni yang dipamerkan disana.

Selamat berkunjung dan menjelajahi Pasar Guwang Sukawati.


Musium Puri Lukisan, The Heritage of Balinese Art

Musium Puri Lukisan adalah sebuah museum lukisan tertua di Ubud yang dirancang dengan arsitektur tradisional Bali yang menyatu dengan alam dan suasana perkampungan Ubud. Musium ini terletak di 200 meter dari Puri Saren, jika datang dari arah Pasar Ubud, Musium dengan pelataran parkir yang luas ini terletak di sebelah kanan jalan.

Lokasi yang cukup dan jauh dari keramaian menjadikan tempat ini tempat yang ideal untuk melihat dan menikmati seni dari seniman besar seperti I Gusti Nyoman Lempad, Ida Bagus Nyana, Anak Agung Gde Sobrat, I Gusti Made Deblog, Bapak Rudolf Bonnet, Walter Spies dan lain-lain.

Di bagian depan Musium, kadang digunakan para tamu untuk beristirahat sambil menunggu bis jemputan datang

Musium ini buka dari pukul 09.00 WITA sd 18.00 WITA kecuali hari libur seperti Nyepi, Galungan dan Kuningan, dengan tiket masuk kedalam Musium sebesar Rp 60.000,- per orang.

Musium diresmikan oleh Menteri Muh Yamin pada 31 Januari 1956

Musium terdiri dari 3 bangunan utama, yaitu Gedung Pitamaha yang berisi koleksi lukisan di masa sebelum perang (1930 – 1945) dan koleksi I Gusti Nyoman Lempad, Gedung Galeri Ida Bagus Made yang berisi koleksi lukisan masa setelah perang (1945 sampai dengan sekarang) dan Gedung Galeri Wayang atau Pertunjukan.

Keunikan Musium selain dari koleksi lukisannya, juga ukiran kayu mulai dari pintu masuk Musium

Didalam Musium dilarang untuk memotret dengan menggunakan lampu kilat, namun jika ingin melihat koleksi lukisan Musium ini bisa klik langsung di website Museum Puri Lukisan.

Musium yang luas ini selain terdiri dari 3 Gedung Utama juga terdapat Bale Workshop, Kolam Teratai dan Taman. Jika lelah berjalan dan berkeliling, pengunjung dapat duduk-duduk beristirahat di sekitar taman dan kolam, dibawah pohon rindang dan lingkungan asri ataupun sekedar menikmati secangkir kopi di Cafe didalam Musium.

Selain itu ditengah taman, ada pondok demonstrasi pembuatan tenun Bali dan menulis diatas daun lontar.

Menikmati kreasi dari seniman maestro dunia dalam lingkungan yang tenang menimbulkan ketenangan bagi batin dan kebahagiaan yang tak ternilai harganya, melebihi dari kepuasan belanja barang mahal (menurut aku lho). Selamat berkunjung 🙂


Warung Babi Guling Ibu Oka

Warung Babi Guling Ibu Oka adalah tempat icip-icip yang pertama masuk kedalam ittenary perjalanan kali ini, pokoknya ini harus didatangi karena selain memang babi guling di Bali berbeda dengan olahan babi yang lain, juga karena udah ngeces setiap membaca review mengenai tempat kuliner yang satu ini.

Jadi singkat cerita, setelah mendarat tepat di jam makan siang, kami langsung menuju kesana walau supir yang menjemput kami tempat makan yang lain, ada yang lebih enak bu, di sana. Oh tidak, ini harus didatangi dulu, yang lain bisa menyusul 🙂

Akhirnya…..inilah Warung Babi Guling Ibu Oka yang terletak di Jalan Raya Mas Peliatan, Ubud

dan beginilah suasana didalam Warung Babi Guling Ibu Oka yang nyaman

dan inilah pesanan kami berdua, kami pesan paket SPECIAL, terdiri dari satu porsi nasi, sayur, daging, gorengan, sosis dan kulit crispynya dengan harga Rp 45.000,- karena porsinya cukup besar, kami menambah satu porsi nasi saja dengan dua gelas es jeruk…slurp

….no comment untuk babi gulingnya 🙂 luar biasa

kulit babinya crispy, gorangannya penuh rasa, suwiran daging babinya, uh (ngelap iler, ngeces ngebayangin sambil nulis ini) hahahaha 😀 mampir aja deh, tempatnya enak bersih, harganya sesuailah dan mantabs !!!


Beribu Alasan Untuk Kembali Ke Ubud

Perjalanan aku dan suami kali ini ke Bali, selain memberikan dukungan pada ketiga anak kami dan PSA Ecclesia yang sedang berlomba dalam Festival Paduan Suara Internasional – Bali International Choir Festival 2014, juga ingin sedikit menjelajah bagian lain dari Bali, yaitu Ubud.

Ubud adalah sebuah kecamatan seluas 42,38 km persegi di Kabupaten Gianyar, Bali. Ubud memiliki beberapa desa yaitu Desa Kedewatan, Lodtunduh, Mas, Peliatan, Petulu, Sayan dan Singakerta. Letak geografisnya membuat Ubud memiliki cuaca yang sangat mendukung bagi para pendatang, yang tidak menyukai perbedaan cuaca yang ekstrim seperti wilayah lain di Bali, yang sebagian besar berada di tepi pantai. Selain itu banyak hal menarik dapat dijelajahi di Ubud. Sebelum berangkat ke Bali, aku sudah browsing kemana saja kami berdua akan datangi selama berada di Bali, tepatnya di Ubud. Aku mencoba menyusun agenda kegiatan dengan menyesuaikan jadwal kompetisi anak-anak, demikian pula dengan tempat menginap kami, yang sebetulnya jika ingin maksimal berada di Ubud, kami bisa cari penginapan di Ubud dan bukan di Denpasar.

Ubud, tempat yang tenang menurut ku, eksotik dan ada kesan sakral disana, walau banyak orang dan wisatawan asing disana seperti di Kuta, Legian juga Seminyak, tapi tempat ini seolah jauh dari dentuman musik yang hingar bingar. Setiap orang seperti merasakan kenyamanan dalam keheningan. Beberapa tempat kami datangi seperti galeri dan museum, namun orang yang kami temui disana seperti masuk menikmati alam disana, tidak ada orang yang bicara keras atau ribut saat dalam museum, begitu tenangnya, menikmati keindahan seni dan alam Ubud.

Hari pertama, Kamis 28 Agustus 2014, kami tiba di Bali, kami langsung menuju ke rumah makan spektakuler “Babi Guling Bu Oka” yang setelah itu kami lanjutkan perjalanan menuju Museum Puri Lukisan di Ubud dan Monkey Forest.

Hari kedua, Jumat 29 Agustus 2014, setelah membeli tiket masuk pertunjukan babak kompetisi di Art Center, kami pergi ke Pasar Guwang, disana kami memang hanya ingin mencari lukisan, namun sayang lukisan yang kami inginkan tidak ada. Perjalanan dilanjutkan kembali Makan Siang di Warung Ikan Mak Beng di Pintu Masuk Pantai Sanur. Dari sana, kami segera menuju ke Art Center, tempat pelaksanaan BICF 2014. Setelah anak-anak dan PSA Ecclesia tampil pada babak kompetisi, kami lanjut mencicil pesanan oleh-oleh menuju ke Pabrik Pie Susu “Seruling” dan pusat penjualan “Pia Legong”.

Hari ketiga, Sabtu, 30 Agustus 2014, kami kembali lagi ke Ubud, kali ini menuju Pasar Ubud, Pura Ubud dan Agung Rai Museum and Art Gallery (ARMA). Puas berada disana, kami kembali ke Denpasar, menyesuaikan jadwal lomba anak-anak pada babak Championship pukul 16.00 WITA di Art Center, jadi kami mencari makan siang di sekitar Renon yaitu Ayam Betutu Gilimanuk. Dan setelah anak-anak tampil, kami pergi menuju Kuta untuk melihat sunset dan makan malam di Kepiting Bakau.

Hari keempat, Minggu, 31 Agustus 2014, kami pergi beribadah di GPIB Maranatha Denpasar Timur, sekaligus memberi dukungan anak-anak yang pelayanan dalam kebaktian. Setelah itu, kami lagi menuju Ubud untuk menemui teman lama, sahabatku semasa di SD yang tinggal di Tebesaya, Ubud. Dari sana, kami menuju Tegalalang, yang terkenal dengan rice terrace atau pematang sawah terasering nya, yang juga menjadi salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi di wilayah Ubud, dengan sepanjang perjalanan kesana terdapat banyak tempat pembuatan kerajinan seni baik dari kayu, besi maupun lukisan. Kembali ke Denpasar untuk mengepak barang kami di Krisna dan selanjutnya menghadiri Malam Penutupan dan Penyerahan Award (Award Ceremoy) di panggung terbuka Art Center Jalan Nusa Dua, Denpasar, Bali.

Hari kelima, Senin, 1 September 2014, belum puas rasanya aku menjelajah Ubud karena harus bolak balik ke Denpasar, tapi kami harus pulang dan karena hari ini anak-anak dan PSA Ecclesia juga akan tur ke Tanah Lot, jadilah kami menuju kesana, sebelumnya akhirnya menuju ke Bandara untuk pulang ke rumah kami di Serpong.

Suatu saat nanti, kami akan menginap di Ubud dan agar dapat mendatangi lebih banyak tempat untuk melihat keindahan karya seni para seniman Bali.

Catatan : setiap tempat diatas akan diceritakan kembali lebih detil pada postingan berikutnya


Kuntum Nursery Farmfield, Tajur, Bogor

Selama berada di Bogor, kami juga sempat mengunjungi Kuntum Nursery Farmfield yang terletak di Jalan Raya Tajur. Kuntum merupakan sebuah tempat agrobisnis, dimana area peternakan dan pertanian yang tertata dengan rapi dan menjadi area pembelajaran yang baik buat anak-anak. Di tempat ini, anak-anak dapat melihat peternakan ayam, kambing, sapi, aneka burung dan unggas serta tanaman pertanian yang juga dapat dipetik disana,

supaya tidak kepanasan, pakai topi dulu

bahkan anak-anak dapat memberi makan kelinci.

melihat tingkah lucu hewan

kolam ikan yang besar dalam air yang jernih

Oh ya untuk masuk kedalam area ini, pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar Rp 25.000,- untuk sekali masuk sampai sepuasnya berada didalam. Angka yang sesuai untuk memberi banyak pendidikan dan belajar buat anak-anak. Yuk berkunjung kesana 🙂


Menikmati Kota Hujan Bogor

Libur Lebaran minggu lalu, kami pergi berlibur dan menginap selama 3 hari 2 malam di Hotel Santika Bogor, yang terletak di Jalan Raya Pajajaran Bogor. Sengaja memilih disana untuk menghindari kemacetan lalu lintas yang parah di Libur Lebaran ini. Kami berangkat pada hari Senin, 28 Juli 2014, pukul 09.00 pagi dan tiba di Hotel Santika sekitar pukul 10.00 pagi. Lokasi hotel tidak jauh letaknya dari pintu keluar tol Jagorawi Bogor dan berada satu lokasi dengan Mall Botani Square.

Setelah check in, karena masih belum dapat masuk kamar, kami mengisi waktu dengan berjalan kaki ke Kebun Raya Bogor, yang terletak di seberang Hotel melalui pintu 4. Dengan hanya membayar tiket masuk sebesar Rp 15.000,- (Lima Belas Ribu rupiah) sesungguhnya dengan persiapan yang matang, pengunjung bisa menikmati Kebun Raya ini sepuas-puasnya. Maksudnya dengan persiapan ya dengan bawa bekal makanan, alas duduk ataupun membawa sepeda untuk berkeliling.

Puas berjalan didalam Kebun Raya Bogor, kami keluar untuk mencari makan siang di Mall Botani Square. Anak-anak mulai berenang sepuasnya di sore hari setelah istirahat siang itu.

Pagi-pagi setelah sarapan, kami juga pergi ke depan Istana Presiden, yang memelihara banyak rusa di halaman istana. Pengunjung yang melintas atau sengaja berhenti disana, dapat memberi makan rusa-rusa yang ada disana, termasuk aku dan anak-anak.

Pada tahun 2012, populasi rusa tutul di Istana Bogor ini kabarnya ada sejumlah 600 ekor.

Dan menjadi pengalaman pertama buat anak-anak untuk memberi makan rusa. Makanan rusa banyak dijual di depan pagar Istana seharga Rp 1.000,- untuk seikat wortel atau kacang panjang

Selama berada di Bogor, kami juga sempat mengunjungi Kuntum Nursery Farmfield yang terletak di Jalan Raya Tajur, yang ada di postingan berikut.

Selain wisata agro bisnis nya, Bogor juga sangat terkenal dengan tempat wisata kuliner seperti Macaroni Panggang di Pangrango, ataupun Klappertart Huize, Jalan Suryakencana sampai dengan Lapis Bogor yang lagi trend dan Toko Roti Tan Ek TJoan yang legendaris sampai sekarang

dan

Hmmm…tak cukup rasanya hanya 3 hari 2 malam untuk mencicipi kuliner dan menikmati Kota Bogor, pasti akan kami kembali lagi kesana


Sate dan Gulai Kambing HM Harris, Asia Afrika

Seperti biasa, sebelum mendatangi suatu tempat, walau cuma ke Bandung saja, aku selalu searching dan browsing dulu kuliner apa yang wajib dikunjungi dalam perjalanan kali ini. Kebetulan kali ini aku menginap di Jalan Braga, maka setelah searching aku mendapat informasi tempat kuliner yang wajib dicoba yaitu Sate dan Gule Kambing HM Harris di Jalan Asia Afrika No 151 (Simpang Lima) Bandung

Jadilah Sabtu malam, kami menuju kesana. Lokasinya tidak jauh dari tempat kami menginap tapi karena berlaku sistem arus lalu lintas satu jalur, maka kami mesti memutar jalan melalui Jalan Dalem Kaum. Jika sudah tiba di Simpang Lima, perlambatlah kendaraan dan ambil jalur kanan karena Rumah Makan ini ada di sisi kanan.

Hari sudah menunjukkan pukul 20.30, namun antrian mobil masih banyak dan terus pendatang datang bergantian, maklum Rumah Makan ini buka 24 jam. Saat kami tiba di pintu rumah makan, kami sudah berada pada posisi antrian ke-3. Rumah makannya memang tidak besar, mungkin hanya sekitar 15 meja disana, yang dibagi bagian depan dan belakang, rumah makan tidak tingkat pula, jadi memang harus antri. Sambil menunggu, kami mulai memesan makanan.

Setengah jam menunggu, akhirnya kami dapat menikmati pesanan kami. Sesuai judul rumah makannya, maka disini memang hanya menyajikan SATE dan GULAI saja, tidak ada SOP. Jadi pesanan kami dua macam yaitu sate daging dan gulai. Sebetulnya ada variasi sate yang lain seperti ginjal, lidah dan hati tapi mungkin karena malam minggu dan ramai pengunjung, variasi lain habis. Disini memang hanya tempat untuk makan, kita tidak bisa santai-santai atau ngobrol lama-lama karena selama kami makan, pengunjung yang antri juga terus bertambah.

Sebenarnya sulit dicerna dengan kata-kata karena memang enak. Gulai kambingnya hampir seperti masakan Ibu tapi kuah santannya kurang kental menurut aku, tapi untuk rasa ya okelah. Sate nya disajikan di hot plate, jadi tetap hangat, empuk, matang luar dalam. Harganya standard lah, kurang lebih antara Rp 30 ribu per mangkuk gulai.

Sampai kami pulang, pengunjung bergantian datang dan pelayan rumah makan terus sigap mengipasi daging kambing untuk sajian. Selamat mencoba


Geliat Pagi Di Cikapundung Timur

Cikapundung, Bandung sudah dikenal sejak lama sebagai Bursa Penjualan Koran. Sejak pagi buta, sopir dari bagian Sirkulasi Koran menurunkan ribuan eksemplar disana untuk didistribusikan agen koran ke loper yang selanjutnya diteruskan kepada pelanggan.

Kegiatan yang hidup dan berjalan sepanjang pagi, terasa dikejar waktu karena koran pagi selalu dinanti pelanggan. Jika terlambat tiba pasti ditinggal pelanggan, apalagi era sekarang dimana berita terkini sudah ada didalam genggaman, tak banyak orang yang masih menantikan kehadiran koran pembawa berita baru.

Agen membagi koran untuk para loper sesuai wilayahnya

Menghitung

Menerima dan menghitung koran yang baru tiba

Sibuk

Melayani pembeli yang lewat

Geliat kegiatan pagi hari di Cikapundung nyaris identik dengan koran, ntah sampai kapan