Istana Kenangan Museum Di Raja, Kuala Kangsar

Istana Kenangan Museum Di Raja atau biasa juga disebut sebagai Museum Royal Kuala Kangsar (sebelumnya dikenal dengan nama-nama seperti Istana Kenangan, Istana Lembah atau Istana Tepas) didirikan pada tahun 1926, di kota Kuala Kangsar, Perak, Malaysia oleh seorang tukang kayu yang bernama Haji Sopian dari Seberang Perai dengan dibantu dua orang anaknya.

20170615_160444Museum ini dibangun atas perintah D.Y. M.M. Almarhum Sultan Iskandar Shah (Marhum Kaddasallah) sebagai tempat tinggal sementara ketika Istana Iskandariah sedang dalam konstruksi menggantikan Istana Negara mulai dari tahun 1931 sampai tahun 1933.

Setelah beliau pindah ke Istana Iskandariah, Museum ini dijadikan sebagai  Istana Tamu terutama di hari-hari Perayaan Kerajaan seperti ulang tahun, pengangkatan orang-orang besar Perak dan lain-lain acara Adat Istiadat Kerajaan Perak Darul Ridzuan.

Dari segi bentuk seni binanya, Istana Kenangan melambangkan arsitektur Melayu Tradisional yang mengagumkan. Konstruksi bangunan ini seluruhnya menggunakan kayu jenis keras, berdindingkan tepas dan beratapkan kayu papan (kayu jenis berlian).

20170615_160345Paku-paku besi tidak digunakan dalam pembangunan gedung ini. Ia dihiasi dengan ukiran-ukiran Melayu yang menarik yang menggunakan anyaman bambu dengan pola-pola anyaman Melayu Tradisional berwarna khas negeri perak yaitu kuning, hitam, dan putih.

Bangunan ini dibangun di atas enam puluh batang tiang, di mana panjangnya sekitar 41 meter dan lebarnya 11 meter. Bentuk bangunan ini melambangkan sebilah pedang  yang tersimpan di dalam sarungnya. Bagian tengah di atas bangunan ini ditempatkan sebuah singgasana. Tingkat bawah gedung ini pula digunakan sebagai kantor resmi Baginda, di mana ia memiliki lantai semen dan di sekelilingnya ditutup dengan daun jendela.

Nama Istana Kenangan ini telah diberikan sejak  tahun 1960-an setelah diperbaiki dengan usaha Almarhum Tunku Abdul Rahman, Perdana Menteri Malaysia yang pertama. Istana Kenangan diduduki oleh keluarga Kerajaan Perak sampai tahun 1982, ketika Almarhum Sultan Idris II telah berkenan menyerahkannya bawah pengawasan Departemen Museum Negara.

Pada tahun 1986, Museum ini  dijadikan Museum Royal, dimana penyelenggaraannya diserahkan kepada Administrasi Negara Perak Darul Ridzuan. Pada 16 November 1986, Museum Royal Perak ini telah diresmikan oleh D.Y.M.M Sultan Azlan Muhibbudin Shah.

sumber dari : Wikipedia dan Nara Sumber Tour Guide


Demo Tengkolok Di Raja Perak Bersama Sentuhan Prestij

Tengkolok adalah ikat kepala atau merupakan sejenis alas kepala tradisional Melayu yang dipakai oleh kaum pria.

Tengkolok terbuat dari kain songket panjang yang dilipat-lipat dan diikat dalam gaya (riasan) yang tertentu. Harganya bervariasi tergantung jenis material kain dan benangnya.

Pada zaman sekarang, hiasan kepala lebih banyak dipakai dalam acara-acara yang penuh adat istiadat, misalnya oleh kerabat kerajaan dan para hadirin dalam acara seremonial kerajaan, dan oleh pengantin pria saat upacara pernikahan.

Dalam salah satu agenda event Visit Perak 2017 bersama Gaya Travel terdapat kegiatan Demo Tengkolok bersama Sentuhan Prestij yang disampaikan oleh Raja Ahmad Akashah, sebelum Pesta Panjut di Bukit Chandan, Kuala Kangsar, Perak.

DSCN0549DSCN0551DSCN0553Selain demo membuat tengkolok, ada juga tiga buah tengkolok yang disiapkan petang hari itu, yaitu Tengkolok Alang Iskandar, Tengkolok Pucuk Pisang Patah dan Tengkolok Balung Ayam.

Tengkolok Balung Ayam dikenakan Sultan Perak pada tahun 1950 an. Sedangkan Tengkolok Pucuk Pisang Patah disebutkan demikian karena kedudukan pucuknya menjuntai seperti pucuk pisang yang layu. Untuk Tengkolok Alang Iskandar merupakan tengkolok banyak digemari dan juga dikenakan Sultan Alang Iskandar saat baginda memerintah.

Tengkolok dan destar berwarna putih bersulam benang perak yang diberi nama Ayam Patah Kepak, adalah pakaian huli khusus untuk Duli Yang Maha Mulia Sultan Perak Darul Ridzuan saat ini.

DSCN0550DSCN0552DSCN0554yang dikenakan oleh teman-teman dalam rombongan kami,

IMG-20170615-WA0161Wow sekali ya penampilan mereka dengan tengkolok dan kain samping itu. Kiranya dapatlah terus dilestarikan budaya menggunakan pakaian adat seperti ini karena kita mesti bangga kan dengan warisan budaya bangsa.

 

 

 

 


Labu Sayong @ Kuala Kangsar, 15 Juni 2017

Sayong adalah sebuah desa kecil di Perak, Malaysia. Tempat ini menjadi terkenal dengan kerajinan tradisional yang dikenal dengan Labu Sayong yaitu gerabah, guci berbentuk labu untuk menjaga agar air minum tetap dingin semacam kendi di Jawa.

Salah satu tempat pembuatan dan penjualan labu sayong adalah KZ Kraf, yang dijaga kelestariannya oleh Mohd Pareb bin Zamari sebagai warisan dari orang tua. Bertempat di Kepala Bendang, Sayong, Kuala Kangsar, siapa saja dapat belajar bagaimana membuat labu Sayong.

DSCN0538DSCN0539 DSCN0540DSCN0534Selain labu, banyak produk lain seperti souvenir dari tanah liat bisa diperoleh di sini. Sedangkan untuk labu Sayong sendiri dapat dibeli seharga RM 80 sampai dengan RM 100 tergantung jenis media yang digunakan.

DSCN0532 DSCN0533DSCN0535DSCN0537Selamat belajar dan berbelanja


Mesjid Ihsaniah Iskandariah Di Kuala Kangsar

Kamis, tanggal 15 Juni 2017, Mesjid di Kuala Kangsar yang didominasi warna putih dan kuning ini, menjadi tujuan pertama grup Visit Perak 2017 Edisi Ramadhan bersama Gaya Travel Magazine dan Media.

DSCN0527DSCN0512Mesjid Ihsaniah Iskandariah atau lebih dikenal dengan nama Mesjid Kampung Kuala Dal terletak di Padang Rengas, Perak, Malaysia, sekitar 4,8 kilometer dari Bandar Diraja Kuala Kangsar

Pada 7 Mei 2011, peresmian mesjid ini disempurnakan oleh Sultan Perak, Sultan Azlan Shah yang turut menunaikan shalat Jumat di Mesjid Al-Wahidiah Kuala Dal, yang letaknya bersebelahan dengan mesjid Ihsaniah

DSCN0519Keunikan mesjid ini tampak pada desain dan keseluruhan dindingnya dibangun berbasis anyaman bambu minyak, biasanya disebut “buluh”, yang dikenal sebagai ‘Kelarai Bunga Potong Belian’

DSCN0514 DSCN0515 DSCN0516 DSCN0517Keistimewaan lain yang ada di mesjid berlantai dua ini bisa dilihat dari desain segi empat bujur atau dikenal dengan sebutan bujur sangkar burung. Ia memiliki 20 buah jendela dan setiap jendela dihiasi dengan ukiran motif insang ikan hiu dan tunas kacang.

Pada kepala jendela dihiasi dengan ukiran bulan sabit dan bintang pecah lima. Jumlah jendela yang banyak membuat bagian dalam mesjid ini selalu cerah karena menerima sinar matahari dari luar dan terasa nyaman untuk beribadat.

DSCN0520 DSCN0521 DSCN0522Setiap sendi kayu dinding tepas dihiasi dengan ukiran sekuntum bunga tikam seladang untuk mempercantik hiasan dinding. Mesjid ini merupakan salah satu arsitektur dari rumah tradisional Melayu di Perak.

Menurut catatan sejarah, konstruksi Mesjid ini didanai sepenuhnya oleh Sultan Perak ke-30 yaitu Sultan Iskandar Shah pada tahun 1936. Desain dan dekorasi mesjid ini ikut drancang beliau berdasarkan arsitektur Istana Kenangan di Bukit Chandan.

Di lantai atas ada ruang mihrab yang  menghadap arah kiblat dan digunakan sebagai ruang shalat. Sementara lantai bawah pula dijadikan ruang untuk kegiatan keagamaan masyarakat setempat seperti kelas mengaji dan juga kenduri

DSCN0524DSCN0525

Mesjid ini didukung dengan delapan tiang dari kayu kempas. Kerja-kerja menganyam dinding tepas dilakukan secara gotong-royong bersama warga desa yang dipimpin oleh Panjang Noh, Ngah Gadoh, Wan Ibrahim dan Kulop Ngah.

Di setiap penjuru masjid ini terdapat empat buah menara yang agak keluar sedikit dari dinding utama. Ruang-ruang yang keluar itu berbentuk persegi panjang yang berukuran (3 ‘x 3’).

Atap masjid ini pula berbentuk limas bungkus dengan menggunakan bahan seng yang merupakan bahan esklusif pada waktu itu.

Masjid ini telah tidak lagi digunakan sejak tahun 1976 setelah adanya masjid baru yaitu Masjid Al-Wahidiah. Masjid ini menganggur lebih 30 tahun dan hampir hancur tetapi akhirnya dapat diselamatkan serta dilestarikan oleh Jabatan Warisan Negara pada 2008.

DSCN0529Sebagai salah satu warisan religi, sepatutnya Mesjid ini dijaga kelestarian terutama keutuhan bangunan mesjid ini sehingga dapat terus berdiri.