Telaga Sarangan, Riwayatmu Kini

Tempat wisata yang sering kami datangi saat kami pulang kampung adalah Telaga Sarangan. Mengapa? Karena letaknya berada diantara kampung tempat tinggal keluarga Ibu di Ngawi dan keluarga Bapak di Madiun, tepatnya di Magetan.

a1a7a3Dulu, setiap pergi ke Sarangan, Bapak selalu mengajak kami menginap di Hotel, yang letaknya di pinggir jalan dan seperti dibangun diatas tebing. Lalu setiap pagi, dalam udara dingin Sarangan, Bapak mengajak kami berjalan di sekitar telaga.

az1az2Mengenang perjalanan kami kesana bersama keluarga di masa kecil, kali ini, saat kami kembali ke Madiun, kami menyempatkan diri pergi kesana bersama rombongan pelayanan dari GPDI Shalom dengan diantar tante dari Pak Gembala. Dengan menempuh jarak sejauh 41 kilometer dalam waktu kurang lebih 1 jam melewati Jalan Raya Maospati, akhirnya kami tiba di Sarangan dan menikmati kesejukan serta keindahan alam di Telaga yang semakin terawat. Hawa yang sejuk ini dimungkinkan karena letak Telaga yang berada di Kaki Gunung Lawu.

Penginapan dan Rumah MakanSebagai salah satu potensi wisata di Magetan dan Jawa Timur, telah tersedia banyak tempat penginapan dan rumah makan di sekitar telaga. Tersedia juga transportasi air seperti perahu motor dan becak air, yang bisa digunakan untuk mengelilingi telaga. Atau bisa mengitari telaga dengan kuda yang siap mengantar kita berkeliling.

a2a11Satu yang tak boleh dilewatkan saat berada disana adalah kelezatan sate kelinci. Satu porsi terdiri dari lontong nasi dan 10 tusuk sate dengan siraman bumbu kacang yang sedap, siap dinikmati di tepi telaga, hanya dengan harga Rp 12.000,- saja.

a4a10Alam indah Telaga masih seperti dulu, bersyukur pada Pemerintah setempat yang membangun dan menjaga kelestarian obyek wisata ini, sehingga layak menjadi tempat kunjungan wajib di Magetan. Sayang kami tidak bisa berlama-lama berada disana.

????????????????????????????????????????????????????????????????????????a12

Setelah icip-icip oleh-oleh dan melihat-lihat souvenir khas Telaga berupa kerupuk nasi dan sambal kacang, kami pun kembali ke Madiun. Selamat berkunjung dan selamat berwisata serta sempatkan untuk bermalam disana, dijamin tidak akan menyesal 🙂

 

Foto : Pribadi dan Dinda AAST


Kota Madiun, Kota Kenangan

Mendengar kata Kota Madiun, apa yang muncul di benak kita ? bisa bermacam-macam, ada yang menyebut Kota Pecel, Kota Gadis, Kota Sepur dan bahkan Kota Brem. Padahal Kota Madiun itu kecil saja, hanya seluas kurang lebih 34 km2 namun mempunyai potensi perdagangan dan industri yang maju. Mungkin ini disebabkan karena letaknya di sebelah barat Surabaya dan sebelah timur Surakarta, sehingga Kota Madiun senantiasa menjadi jalur yang selalu “hidup”.

r1

Apapun sebutan orang untuk Kota Madiun, buat aku, Kota Madiun adalah kota kenangan. Kota kenangan, kampung halaman Bapak, walau Bapak lahir di Bandung tapi Eyangku punya rumah di sana, tepatnya di Jalan Anggrek No 8 Desa Oro Oro Ombo. Saat libur sekolah tiba, kami akan berangkat dari Jakarta dengan mobil yang disetir Bapak sendiri menuju Ngawi, tempat kelahiran Ibu untuk mengunjungi keluarga dari pihak Ibu dan melanjutkan perjalanan ke Madiun untuk mengunjungi kakek nenek dari pihak Bapak.

pintu pembatas antar ruangan

pintu pembatas antar ruangan

Rumah Eyang di Madiun cukup besar dengan halaman yang luas. Yang kuingat, rumah Eyang yang panjang itu dibagi dalam empat bagian. Batas bagian satu dengan yang lain dibatasi dengan pintu. Bagian paling depan, dulu untuk menerima tamu. Bagian berikutnya, ada kamar, mungkin dulu kamar utama. Bagian ketiga ada ruang keluarga dan ruang makan, juga tiga kamar disana. Ini bagian yang terluas menurutku. Dan bagian terakhir, dulu adalah dapur, kamar pembantu dan kamar mandi.

r2

Saat aku berkunjung bulan Juni yang lalu, tidak banyak yang berubah dari rumah Eyang (terakhir aku berkunjung tahun 1996). Bagian pertama dan kedua dari depan saat ini digunakan sebagai tempat tinggal Pendeta dan untuk Ibadah Jemaat Gereja Sangkakala.

Kembali ke rumah ini, sama dengan mengembalikan kenangan masa kecilku. Saat kakek mengajakku pergi dengan naik becak untuk membeli buku cerita di pusat kota Madiun. Sarapan pagi selalu dengan nasi pecel dari mbok gendong. Nasi pecel paling enak dan paling komplit di dunia, rasa juara menurut aku.

Eyang

Eyang

Bapak Bersaudara

Bapak Bersaudara

Keluarga Besar Darmowijoyo

Keluarga Besar Darmowijoyo

Foto-foto kenangan yang berjajar di dinding kamar Eyang, membangkitkan semua kenangan bahwa dahulu kami semua pernah bersama-sama. Ada Mbah Kakung Putri, ada Pakde ku yang sudah tiada, ada Bapak Ibuku dan kami semua saudara bersaudara sepupu se Mbah, yang sulit sekali untuk berkumpul bersama saat ini.

Aku di ruang tengah rumah Eyang

Aku di ruang tengah rumah Eyang

Rumah Jalan Anggrek 8 selalu menjadi kenangan buat aku, sebanyak yang mampu kulihat dan kuingat dari masa laluku.