Natal yang aku tunggu di saat aku kecil dulu adalah karena suasana natal sudah amat terasa seminggu sebelum tanggal 25 Desember, banyak parcel dan kiriman kue tart datang ke rumah kami. Banyak makanan enak dan ibukupun pasti akan memasak masakan andalannya yaitu gule (gulai) kambing, opor ayam dan sambal goreng hati…hm…luar biasa kelezatannya karena ibuku benar-benar memasak dengan hati, santannya pas, pedes, kental dan dagingnya empuk, kuahnya wangi sehingga tidak prengus bau kambing. Selain masakan dan makanan yang enak, biasanya pada malam natal, kami akan berdesak-desakan pergi beribadah di gereja kami, di GKI Panglima Polim, yang waktu itu masih belum sebanding antara kapasitas tempat duduk dengan jumlah jemaatnya, sehingga kami harus datang kurang lebih 1-2 jam sebelum jam kebaktian.
Tradisi tukar menukar kado baru ada setelah kami mulai bekerja dan berkeluarga, sedangkan tradisi baju baru atau kado, tidak selalu diadakan atau kami kenang sebagai kenangan pada masa kecil kami.
Pernah aku sangat menginginkan hadiah Natal pada saat aku masih di sekolah dasar, seingat aku, waktu itu aku baru kelas 2 SD, aku mendengar dari teman-teman bahwa kita bisa mendapat hadiah natal dari Sinterklas atau Santa Claus, jika memasukkan rumput didalam sepatu kita dan meletakkannya di atas lemari selama beberapa hari. Rumput-rumput itu akan digunakan untuk memberi makan rusa yang mengantar Santa Claus. Aku melakukan apa yang dilakukan temanku, karena saat itu, aku tidak tega meminta hadiah apapun kepada orangtuaku. Kondisi orangtuaku belum sebaik pada lima tahun kemudian setelah saat itu. Saat itu, kami ada lima bersaudara, aku nomer dua dan adikku yang paling kecil baru lahir. Mungkin saat itu, ayahku masih pegawai golongan III dengan 3 orang anak bersekolah di SD Swasta, pasti cukup berat mengatur keuangan bagi ayah dan ibuku. Jadi, aku berupaya mencari cara sendiri. Kubuat surat yang panjang kepada Sinterklas dan kusisipkan didalam sepatu dan rumput (kebetulan ada rumput gajah ditanam di depan rumah). Sepatu kuletakkan diatas lemari kamar, kata ibuku, taruh di atas lemari kamar ibu saja, supaya tidak ada yang ganggu. Begitu kata ibu saat itu, yang aku tahu alasannya mengapa Ibu menyuruh aku meletakkannya disana, setelah aku menerima kado tersebut.
Tiap hari, aku melihat sepatuku dari kejauhan, tidak ada perubahan, tetap di tempatnya, tidak bergeser. Juga sampai H-7, -6,- 5, – 4, – 3 dan aku mulai harap-harap cemas serta sedikit kecewa, aku bilang sama ibuku, ‘bu, sinterklas ga bisa bahasa indonesia ya? surat adjeng belum dibaca kayaknya‘ lalu ibu menjawab, Sinterklasnya pinter seperti Tuhan Yesus, dia tahu apa saja yang kamu mau. H-2, H-1, sepatu sudah bergeser walau kulihat masih ada diatas, tapi belum ada apa-apa di dekatnya. Sampai pada pagi harinya, aku lihat sudah ada kado di sebelahnya dan itupun diteriakkan oleh ibuku, ‘Adjeng…sudah ada balasan dari Sinterklas tuh” Aku berlari, mengambil kursi, menariknya ke dekat lemari dan naik keatas…yup…hore…aku dapat yang aku minta kepada Sinterklas, walau tidak persis sama. Namun, yang membuat aku menitikkan air mata, aku tahu persis dari mana sepatu itu berasal, dari toko mana sepatu itu datang dan siapa yang meletakkannya disana 🙁 Ibu memang orang yang polos, kalau aku yang melakukan itu, pasti sudah kuganti tas dan kotak pembungkusnya.
Itulah pertama dan terakhir kalinya aku membuat surat kepada Sinterklas, dan walau tak ingin aku membuatnya lagi, aku selalu menunggu sukacita natal dengan caraku, untuk menyenangkan hati Tuhan dan orang-orang di sekitarku