Hari Senin, 16 Mei 2011, ada libur Cuti Bersama yang mendadak diumumkan oleh Pemerintah pada hari Jumat sebelumnya, jadi kami memanfaatkan sore ini khusus bermacet ria ke PIM untuk menikmati film cerita yang resensinya dan infonya aku dapat dari teman, mbak Krismariana di blognya.
Film Cerita ini, sengaja aku tulis tebal karena sebelumnya kami sempat kecewa, mengapa keindahan dasar laut dan lumba-lumba tidak dieksplor lebih dalam. Film ini disutradarai oleh seorang sutradara muda, Kamila Andini, yang adalah puteri dari Garin Nugroho, produser film The Mirror Never Lies, yang mengambil setting di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Garin dalam Kompas mengungkapkan bahwa film ini bukanlah film dokumenter tetapi film drama keluarga yang dikemas dalam sebuah pendekatan metafora untuk menciptakan kecintaan publik terhadap laut Indonesia.
Drama keluarga dengan setting yang indah ini, menceritakan mengenai seorang anak perempuan dari suku Bajo, yang bernama Pakis (Gita Lovalista). Suku Bajo, adalah suku yang bertahan hidup di laut dengan kesederhanaan. Pakis tidak percaya ketika semua orang mengatakan bapaknya yang tidak juga pulang dari laut telah meninggal. Ia selalu mengatakan bahwa bapaknya hilang. Bersama kawannya, Lumo (EKo), ia kerap mendatangi dukun untuk melakukan ritual Bajo dengan menggunakan cermin, Pakis berusaha mencari jawaban akan keberadaan bapaknya dari cermin itu.
Karena berharap bapaknya pulang, setiap tengah malam Pakis terjaga. Ia bangun hingga subuh, dan langsung menuju dukun. Hal ini mengakibatkan di sekolah Pakis sering tertidur. Sebagai janda, Ibu Pakis, Payung (Atiqah Hasiholan) lebih realistis. Hidup berdua bersama dengan Pakis tidaklah mudah, ia berusaha memenuhi kebutuhan hidup dengan pendapatan seadanya. Ia juga harus mengatasi konflik batinnya, mengatasi kesedihan karena ditinggal suaminya tanpa pesan. Sementara, Pakis hidup bersama filosofi ayahnya yang sebelumnya disampaikan melalui dongeng-dongeng setiap malam. Sama-sama merasa tertekan dengan keadaan, Pakis dan ibunya sering bertengkar.
Konflik semakin sering terjadi ketika seorang peneliti lumba-lumba bernama Tudo (Reza Rahadian) datang di tengah mereka. Tudo menempati rumah Bapak Pakis yang kosong. Pakis yang merasa bapaknya belum meninggal, tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Seiring waktu, Pakis justru merasakan perubahan pada tubuh dan pikirannya.
Konflik keluarga ini berlangsung sangat singkat. Dengan keluguan anak-anak Wakatobi, film ini terasa segar. Sehingga tanpa disadari kita diajak berbincang tentang filosofi hidup Suku Bajo yang dikenal sebagai pelaut andal.
Film ini menjadi debut sutradara muda Kamila Andini. Film yang banyak menyajikan pemandangan indah bawah laut ini merupakan hasil kerja sama antara SET Karya Film, World Wide Fund for Nature Indonesia, dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Proses pembuatan film yang menyabet penghargaan Honorable Mention dari The Global Film Initiative, San Francisco, Amerika Serikat, pada 14 April lalu ini juga lumayan panjang, yakni tiga tahun. “Selain butuh riset yang cukup panjang, kami harus berkompromi dengan kondisi alam,” ujar Dini.
Sekali lagi, Ini film cerita, bukan film dokumenter yang mengangkat tema kelautan. Namun, sebagai sebuah film cerita pun, pesan yang diharapkan munculpun serba tanggung selain akhirnya bahwa Pakis menerima kenyataan bahwa ayahnya telah tiada, setelah bongkahan kapal bapaknya ditemukan nelayan. Dialog yang menguras emosi penonton pun kurang terasa, seperti pada saat Pakis bertengkar dengan Ibunya, ataupun ketika cermin kesayangan Pakis dipecahkan oleh sang Ibu.
Pesan untuk mencintai indahnya laut kita juga jelas tampak dalam cerita ini. Sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan, film ini mencoba mengajak kita belajar lebih bijaksana memperlakukan alam, termasuk laut dan segala isinya. Mari ajak anak-anak dan generasi muda untuk mengetahui sisi lain dari Indonesia dengan menikmati film ini.
Terimakasih mb Krismariana atas sharingnya.
…..Laut adalah cermin besar yang tak pernah berdusta yang menyampaikan kabar dengan caranya sendiri. Laut memberikan kenikmatan. Namun kadang laut menjadi ganas, dan mengambil milik kita…..
dari segi cerita memang rasanya kurang menggigit ya mbak. tapi aku suka dengan sinematografinya dan aktingnya pakis serta teman2nya. pemandangannya bagus. jadi pengen ke sana… hehe