Senja mulai menjelang, gerimis juga ikut berkejaran jatuh di bumi, di tepian rel kereta stasiun Palmerah, beberapa anak usia dibawah 10 tahun ikut beradu cepat dengan penumpang kereta yang mulai memadati peron, wajah mereka hampir sama, dan juga postur tubuhnya, kecil hitam dan berambut hitam kecoklatan, semuanya sama menenteng sebuah plastik kecil, ada yang berlari dengan menggunakan sandal, ada yang melenggang dengan bertelanjang kaki…ntah apa yang mereka lakukan sesungguhnya sampai seorang dari mereka datang menghampiri aku sambil berkata, ‘semir sepatunya bu ?”
Duh mengharukan sekali….aku memang bukan baru kali ini melihat anak-anak kecil bekerja karena tuntutan ekonomi atau kebutuhan keluarga, tapi setelah melihat mereka dari dekat, aku merasakan sesuatu yang lain. mereka masih kanak-kanak, lihat bagaimana mereka bersenda gurau dengan temannya sesama anak, sesama penyemir sepatu, paling tidak seandainya mereka tidak sedang berada di rumah, tentu semestinya mereka sedang bermain diluar sana, ntah bersepeda, ntah bermain di lapangan bola.
Hidup memang keras di ibukota ini, hak anak pun dirampas dari mereka, lalu siapakah yang mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak mereka ? orangtua nya kah ? Pemerintah yang sibuk mempermasalahkan uang rakyat yang telah menguap triliunan rupiah ntah kemana, dengan berbagai kasus yang ada ? atau siapa yang mesti bertanggungjawab ? Anak-anak ini berada tidak jauh dari Gedung Parlemen dimana ratusan wakil yang mengatasnamakan wakil rakyat berada, namun yang menjadi masalah, para anggota dewan yang mulia tidak pernah duduk di peron menunggu kereta dan mengamati wajah ceria yang tak kenal lelah menawarkan jasanya ini.
Mari kita renungkan sejenak kehidupan yang mestinya menjadi hak anak-anak ini dan lakukanlah sesuatu buat mereka. Perjalanan masih panjang, harapan juga masih ada buat mereka dan buat kita.