4 I.C. Reunion

Aku memiliki beberapa sahabat dekat, baik di SD, SMP maupun SMA, bahkan sampai kuliah di Akademi dan Universitas. Yang kumaksud dengan sahabat dekat, mungkin sama dengan istilah anak angkatan milenial dengan istilah “genk”. Ha ha iya, boleh dikata demikianlah, aku juga punya genk.

4ic

Di SD, aku “menganggap” genk ku yang lagi, selalu terdiri dari empat orang termasuk aku adalah Marisol F Raket, Ramona Panggabean dan Yohana Siahaan. Sedangkan di SMP adalah Soraya Ratna, Rafaella Rumantir dan Yosephine Tobing. Sedangkan di SMA, yang mau aku ceritakan kali ini terdiri dari Natalia Kirana, Benedicta Zenny AT dan Agnes Retno Sukengsih. Di Akademi dan Universitas juga demikian.

Kami berteman sejak duduk di kelas II IPA -2 SMA Tarakanita, tepatnya setelah penjurusan IPA-IPS-Bahasa (Angkatan lulus tahun 1986). Kami bertemu tanpa sengaja, selain karena kami duduk berdekatan, ternyata oh ternyata kami juga sama-sama penggemar grup musik The Beatles dan pada masa itu kami juga sama-sama menyukai sosok perwira (maklum kami berada di sekolah yang semuanya perempuan), jadi sosok pria idaman selalu menjadi bahan pembicaraan kami 😀

Mengapa genk kami bernama 4 IC ? 4 I C adalah singkatan dari Four Innocent Children, atau kalau kami baca, bisa menjadi “For I See” yaa…. kami adalah empat anak tanpa dosa di masa itu, empat anak remaja menjelang pemudi, yang sedang mencari jati diri namun tak sempat gaul karena berkutat dengan materi pelajaran Fisika, Kimia, Biologi, Aritmatika, Calculus, Aljabar, Trigonometri, di antara jadwal padat praktek di laboratorium dan kewajiban mengikuti ekstrakurikuler, belum lagi terengah-engah mengikuti kegiatan belajar, ntah karena standar sekolah kami yang sangat tinggi, sebagai salah satu sekolah terbaik di kawasan elite Jakarta Selatan, atau kemampuan otak kami yang pas-pasan 😀 (ngakak guling-guling)

Materi SMA yang ekstrim berat, berseling juga dengan pelajaran PKK yang ga kalah sulit, yaitu menjahit, dengan bu guru senior, bu Yus plus pelajaran Gambar yang mengajarkan gambar ruang bersama pak guru muda yang waktu itu masuk dalam kategori ganteng, ntah karena tidak ada lagi yang muda di masa itu atau kami yang kelewat usil, namun cukuplah kehadiran pak Gofar mencerahkan hari-hari kami, walau tugas gambar dari beliau juga bisa membuat kami tidak tidur.

Pertemanan kami di SMA juga bukan tanpa masalah, ntah karena masalah kami di rumah, tugas atau nilai-nilai kami yang amburadul atau pun masalah kami dengan diri kami sendiri, membuat kami kadang bisa saling manyun satu sama lain. Biasanya kami secara berurutan menuliskan itu dalam buku curhat kami berempat. Namun ya walau maksud mengisi buku itu untuk curhat, kerap buku itu tidak beredar-edar juga di antara kami, ya boro-boro mau curhat, wong kami sendiri juga sedang sibuk. Tapi pada saatnya, buku itu akan menjadi saksi tumpahan ke-bete-an kami, sampai berlembar-lembar halaman, pada banyak hal 🙁

Demikianlah kami waktu itu, yang berjuang mati-matian untuk bisa lulus dari SMA favorit idaman (orang tua) kami 😀 haha bukan, bukan, buat aku yang lulusan (perempuan) dari SMP Pangudi Luhur, memang sebagian besar akan melanjutkan ke SMA Tarakanita karena SMA Pangudi Luhur hanya untuk anak laki-laki.

Setelah sekian lama tak berjumpa (terakhir kami bertemu, awal 2016), akhirnya kami merencanakan bertemu pagi hari ini, 9 Februari 2019, untuk tujuan yang berbeda. Aku juga lebih menyukai reuni dalam kelompok-kelompok kecil seperti ini karena kebutuhan jiwa raga untuk saling mengisi, selalu lebih mengena. Seperti yang kami lakukan hari ini. Tujuan yang berbeda karena kami akan berada di tempat reuni yang berbeda, yaitu di TPU Kampung Kandang. Betul, salah satu dari kami, sudah menyelesaikan tugasnya di dunia dan dipanggil pulang oleh Bapa Sang Pencipta, walau ia selalu berada di hati kami, Agnes, sahabat kami, teman sebelah mejaku, sudah tiada sejak 10 Desember 2016.

f3f2a f1

Terima kasih teman sahabatku, untuk pertemuan hari ini, selain mengenang kebersamaan kami bersama Agnes, kami juga banyak saling bercerita mengenai kehidupan yang kami jalani, anak-anak, suami, pekerjaan, orang tua dan kehidupan pribadi kami sendiri. Tak cukup rasanya pertemuan selama empat jam hari ini, namun setidaknya tali silaturahmi ini tersambung lagi dan dapat mengobati rindu, kami bisa saling menguatkan dengan apa yang kami jalani.

Dilanjutkan dengan mie special di Bakmi GM PIM dan diakhiri dengan obrolan di warung kopi Starbucks, pertemuan ini berakhir namun bukan untuk yang terakhir, kami akan jumpa lagi, Pasti.