Potongan Fiksi Mini “Warna Daun (Tak) Selalu Hijau”
Di sebuah kelas inspirasi di desa di kawasan Timur Indonesia, dipenuhi dengan wajah-wajah lugu bocah yang sangat ingin tahu dengan apa yang dibawa kakak dari Jakarta. Ntah terpukau dengan wajah cantik kakak yang mirip Raisa itu, atau memang menanti hadiah dan kejutan dari ibukota.
“Selamat pagi adik-adik….. kakak bawa kertas dan pinsil warna. Ini untuk apa adik-adik?” tanya kakak kuncir kuda itu dengan ramah.
Ada yang tunjuk tangan, ada yang masih bengong, melongo, maklum mereka berusia sekitar tiga sampai delapan tahun, ada yang masih saling mendorong mencari tempat duduk. Bahkan ada yang masih berkejar-kejaran dalam kelas.
“Ayo siapa yang bisa jawab, kakak beri hadiah, ini untuk apa?” tanya kakak sekali lagi, sambil mengangkat selembar kertas gambar ukuran A3 dan sekotak pinsil warna.
“Aku tahu kakak,” teriak seorang anak perempuan gemuk berkulit hitam berambut ikal. Ia melompat sambil mengacungkan tangannya.
“Iya kamu, ini untuk apa? sebutkan namamu ya,” kata si kakak sambil menghampiri anak tersebut.
“Namaku Grace. Buat menggambar kak, buat menulis juga bisa,” jawab Grace dengan riang.
“Betul, ini hadiah untukmu ya,” kakak inspirator memberikan kertas gambar dan sekotak pinsil warna, yang disambut riuh tepuk tangan seluruh isi kelas.
“Baik, hari ini kita akan menggambar daun ya, adik-adik. Adik-adik tahu warna daun apa?” tanya kakak sambil berjalan kembali ke depan kelas
“Hijau…..,” serempak mereka menjawab .
Kakak cantik tercenung. Terdiam. Kelas juga mendadak hening.
“Adik-adik, daun itu tidak selalu berwarna hijau. Sama seperti kehidupan. Daun itu warna warni. Ada yang hijau, hijau juga bermacam-macam, hijau muda, hijau tua, hijau lumut, kekuningan, agak putih, kemerahan, kecoklatan.
Ada juga yang warna hijau dengan pinggir putih. Ada daun hijau dengan bintik kuning atau putih. Ada juga yang berbercak merah.
Sama seperti hidup ya , ada senang, sedih, suka dan duka, ada naik, ada turun, ada tawa dan ada juga tangis. Bahkan dalam suka, kita bisa menangis. Dalam duka, kita juga bisa tertawa. Menertawakan diri sendiri.
Paham ya adik-adik?”
jelas kakak panjang lebar dengan semangat.
Anak-anak dalam kelas terdiam. Mungkin tidak mengerti. Mungkin juga bingung.
Seorang tiba-tiba mengacungkan jari tangannya.
“Jadi…. kita mau gambar daun atau gambar “hidup” kak?” tanyanya.
“Mari, kita gambar daun,” jawab kakak cantik tersadar, ini kelas anak-anak, tidak harus ia menggalau di sini.
:
Apa kabar? Lama ga ketemu….Tgl.29 Juni ikutan vote ke Tarki ga?
kakabar baik mbak, vote apa ya?