Minggu Pra Paskah IV. Kebaktian dengan getar yang berbeda. Apa yang berbeda. Bukankah Gereja bukan hanya soal gedungnya. Bahkan justru tubuh kita ini adalah bait Allah? Ya, justru karena itu.
Walau kami bertiga di rumah tapi pagi ini aku melakukannya sendiri karena suami sudah lebih dulu dengan liturgi yang berbeda. Ndak masalah.
Hanya…. itu semakin membuat kebaktian pagi ini begitu menyentuh. Apalagi dihubungkan situasi saat ini, belum lagi si sulung dan si tengah yang tidak bersama kami. Jujur, agak ndak fokus, karena ingin nangis. Siapalah aku ini, apa hebatku. Tuhan berkuasa atas segala sesuatu di semesta ini, apalagi atas diriku, yang bukan siapa-siapa, hanya butiran debu di mata NYA.
Perlu kujelaskan di sini karena bisa saja postingan ini akan dibaca orang beberapa tahun lagi. Jadi saat aku menulis ini, aku sedang dalam masa karantina mandiri. Memenuhi himbauan pemerintah agar kami melakukan social distancing, yang artinya menjaga jarak dalam setiap kegiatan. Dihimbau untuk berada di rumah, bekerja dari rumah dan ibadah di rumah selama 14 hari, mulai dari tanggal 16 Maret 2020. Himbauan ini bertujuan agar dapat memutus rantai penyebaran virus corona covid 19 yang menjadi pandemi dunia.
Tema Kotbah “Diutus untuk Melihat, yang Tidak Terlihat” (Yohanes 9:1-11) mengajak kita untuk merenungkan dan melihat pekerjaan Allah, yang tidak terbatas secara fisik material tapi juga mampu melihatnya secara spiritual.
Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin
#socialdistancing
#dirumahaja
#wontengriyamawon
#prapaskahkeempat
#masaadvent
#kamipatuh
#ibadahdirumah