Adakah orang yang selalu menulis tanpa ia membaca? Atau sebaliknya, ia selalu membaca tapi tidak pernah menulis? Ini merupakan sebuah paket yang tak terpisahkan. Kalau ini terpisah atau tidak dilakukan salah satunya, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam diri seseorang. Mengapa bisa begitu? karena terjadi overload di salah satu kegiatan.
Menulis dan Membaca adalah dua kegiatan yang aku lakukan dalam diamku, dalam perenunganku.
Menulis kulakukan di saat aku ingin bercerita atau mengungkapkan banyak hal yang aku pikirkan dan rasakan.
Sementara Membaca kulakukan di saat aku ingin berkelana, memahami isi pikiran dan perasaan orang lain, termasuk fantasi mereka yang ekstrim.
Foto pertama adalah ruang yang menginspirasiku untuk banyak menulis dan membaca, dalam 2 tahun terakhir ini. Ruang yang menyadarkan diriku bahwa isi kepalaku ini hanya berisi 10% aja, alias ga ada apa-apanya
Banyak buku bagus yang harus aku baca, sayangnya Bapak Empunya buku-buku bagus ini, tak mengijinkanku untuk membawa buku-buku ini pulang. Aku mesti baca di situ.
Aku menulis bukan demi uang atau demi sesuatu karena menurutku uang adalah bonus. Aku menulis karena ingin menyampaikan sebuah pesan. Alias ndak ngoyo. Sama dengan membaca atau membeli buku, aku ga pernah “itungan” Ingin baca buku, ya beli. Ini seperti koneksi tak terdefinisi antara penulis dan pembaca yang penulis. Pintu rejeki sudah diaturkan? Hanya kita yang harus mendapatkan kunci pintunya.
Berikut, lima buku ku yang terbit di masa pandemi ini. Ada yang berproses di masa pandemi seperti Antologi Terisolasi Puisi, Bucin, Ambyar, Antologi Lomba Event Surat #Kiriman dan Karya Bersama. Sedangkan yang berproses sejak awal tahun adalah buku Antologi Kapan ke Yogya.
Semoga menjadi inspirasi dan membawa keberkahan buat kita semua…
Foto : Mas Aan, G17, 15 Feb 2020
#delaras #dirumahaja #writingabook