Kecerdasan Emosi Dalam Master Chef Junior Sesi 3

Anak sesuai usianya umumnya merupakan sosok yang polos dan apa adanya. Anak akan menunjukkan segala sesuatu sesuai dengan apa yang tertanam dalam dirinya sejak ia berada dalam kandungan dan tumbuh.

Masih tentang Nathan Odom, pemenang Master Chef Junior Sesi 3, mari kita belajar bagaimana seorang anak yang biasanya tampak polos dan tak dapat menyembunyikan keluguannya, bisa tampak begitu tenang di babak final yang tentu sangat menggetarkan hatinya. Apa yang tampak dalam diri Nathan merupakan refleksi dari setiap hal yang dilakukan orangtua dan lingkungan keluarga tempat ia bertumbuh.

Emosi adalah sebuah bentuk respon kita untuk melakukan tindakan dalam mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa. Pesan dari emosi tersebut bisa positif ataupun negatif, namun itu tidaklah buruk. Hal yang penting diajarkan pada anak-anak sejak dini adalah bagaimana meningkatkan kecerdasan emosi, yang dapat dimulai dengan melakukan 5 (lima) hal yaitu kesadaran diri (self awareness), mengelola emosi (managing emotions), memotivasi diri sendiri (motivating oneself), empati (emphaty) dan menjaga hubungan (handling relationship), seperti yang disampaikan oleh Daniel Goleman dan juga Salovey dan Meyer. Anak-anak perlu dibantu untuk mengenali dirinya dan keempat hal lain diatas. Lalu, bagaimana caranya?

Kesadaran Diri adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang kita rasakan dan kita pikirkan. Setiap kali hal tersebut muncul, maka akan ada pesan dari emosi tersebut seperti rasa sedih, rasa takut, marah, kesepian dan kecewa bahkan rasa bersalah. Orangtua wajib membantu anak untuk memahami apa yang anak rasakan. Misalnya seorang anak tidak mau berada didalam kamar sendiri yang gelap, maka peran orangtua mengajak anak berdiskusi dengan menanyakan, “Apakah kamu takut?” disini anak akan belajar “sadar” bahwa yang dia rasakan adalah “takut”. “Kamu takut karena merasa sendiri atau karena kamar gelap?” Galilah dengan pertanyaan sehingga anak memahami apa yang dia rasakan untuk dapat mencari solusi terhadap emosi yang dia rasakan.

Mengelola Emosi adalah kemampuan untuk mengelola emosi yang ada untuk memberikan dampak positif. Misal dengan kejadian diatas, ajak anak untuk mencari solusi bersama, jika ia tidak suka di kamar gelap seorang diri, orangtua bisa menanyakan dan mencari solusi dengan memberi keyakinan bahwa kamar itu aman dengan penguatan yang membuat anak menjadi yakin. Contoh lain adalah saat bermain bersama dengan teman atau adik, seorang anak memukul karena ketidaksukaannya, maka orang tua wajib mengajarkan dengan memberitahu bahwa tidak boleh memukul, beritahu juga apa yang akan kita rasakan kalau itu terjadi pada diri kita. Mungkin anak akan berkata, “aku pukul dia karena dia ambil barangku.” Orangtua bisa menjelaskan bahwa keadaan itu bisa dibicarakan, tidak boleh asal memukul dan seterusnya. Pengulangan berupa nasehat atau peringatan untuk kejadian yang mungkin saja bisa berulang, membuat anak semakin paham bahwa apa yang dilakukan itu salah dan tidak dapat dilakukan berulang.

Memotivasi diri sendiri. Disamping mengenali diri dan mengelola emosi, seorang anak juga mesti memiliki kemampuan untuk memotivasi diri. Setiap orang akan menghadapi banyak hal yang bisa membuat diri menjadi lelah, tidak bersemangat, takut, mundur dan putus asa, disinilah peran kemampuan memotivasi diri sendiri sangat besar. Kunci keberhasilan seseorang itu ada pada dirinya sendiri. Orangtua mesti membantu bagaimana anak mengerti dan menyadari dirinya, mengetahui kekuatan pada dirinya agar bisa memotivasi. Kemampuan ini membuat seorang menjadi lebih produktif dan efektif dalam segala hal yang mereka kerjakan karena mereka memiliki kinerja yang baik dari dalam dirinya.

Empati adalah kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpati dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil sudut pandang orang lain. Dalam empati, anak diajar untuk mengenali emosi orang lain, misal dari gesturnya, kita bisa mengetahui apakah orang tersebut sedang marah atau sedang gembira. Selain mengenali emosi, ajarkan pada anak untuk punya kemampuan mengelola emosi orang lain, misal, kalau ada temanmu duduk diam dan tidak mau bermain bersama, tanyakan mengapa? Jangan paksakan ia untuk menjawab, tapi tunggu dan dengarkan. Kadang seseorang butuh untuk didengar, mungkin dia sedang sedih dengan keadaan dalam keluarganya, atau perutnya lapar atau mungkin sedang tidak enak badan. Hal yang ketiga adalah memotivasi orang lain, jika kita mengetahui seseorang sedang sedih, apa yang mesti dilakukan agar ia tidak terus menerus sedih, bisa dengan menghiburnya dengan cara yang ia suka.

Menjaga hubungan adalah kemampuan melakukan interaksi dengan siapa saja dan menjaga hubungan tersebut dengan baik. Hal ini sangat mudah diajarkan pada anak dengan pemberian contoh, bagaimana berkenalan dengan seseorang di tempat yang baru, misal di sekolah atau di lingkungan tertentu. Di masa anakku baru masuk sekolah, aku selalu mengajarkan pada mereka untuk selalu berusah mengingat nama temannya dan membuat pertemanan baru. Aku mengajarkan mereka untuk tidak berteman dengan orang yang sama setiap hari dan setiap saat. Karena hidup itu penuh dengan warna, mari berinteraksi dengan orang yang beraneka ragam, jangan hanya berteman dengan orang yang sama, yang hanya bisa menyenangkan hati kita. Kita perlu belajar bertemu dengan orang yang tidak pernah kita temui sebelumnya.

Kembali mengenai anak-anak Master Chef Junior Sesi 3, mari kita ingat ulang kembali, bagaimana setiap anak bereaksi terhadap apa yang dilakukan temannya dan berinteraksi satu sama lain. Bagaimana reaksi mereka saat teman mereka dieliminasi. Bagaimana saat mereka memasak di dapur restoran dalam satu tim. Perhatikan perilaku setiap anak satu per satu. Bagaimana gaya kepemimpinan Jimmy dan Andrew. Bagaimana anak-anak menghadapi stress di dapur restoran dengan melimpahnya pesanan di restoran. Semua yang kita lihat adalah bentuk dari bagian dari mereka mengelola kecerdasan emosi mereka.

Mari kita latih anak-anak kita sejak dini agar mereka tidak hanya menjadi pribadi yang memiliki kemampuan intelektual tinggi tapi juga kecerdasan emosi yang mampu membuat mereka menjadi anak yang bertumbuh dengan baik jasmani dan rohani.

Sumber Foto : Yahoo, Google, Facebook “Master Chef Junior Session 3”


Belajar Dari Nathan, Master Chef Junior S 3

Master Chef Junior adalah sebuah serial televisi kompetisi memasak yang disiarkan oleh FOX. Kompetisi yang diikuti anak usia 8 sampai dengan 13 tahun ini perdana disiarkan pada September 2013 . Lalu sesi kedua ditayangkan pada November 2014. Dan untuk sesi ketiga ditayangkan pada tanggal 6 Januari 2015.

Biasanya aku jarang mengikuti acara ini rutin di setiap tahapnya. Namun kali ini di sesi ketiga, ada yang menarik perhatianku, seorang peserta bernama Nathan Odom (semula aku mengira ia seorang anak perempuan karena berambut agak panjang) tampak punya kemampuan yang luar biasa. Wajahnya memang menyenangkan, mempunyai bentuk muka, mata dan hidung yang bagus. Selain itu ternyata ia juga punya kepribadian yang baik.

Awal aku terpesona pada anak ini, adalah saat senior chef memberikan tantangan agar anak-anak Master Chef Junior membuat hidangan dengan menggunakan bahan buah pisang seperti pisang ambon atau pisang sun pride, yang punya rasa asam dan manis. Lalu apa yang dibuat Nathan ? Nathan membuat hidangan penutup Macaroon dengan krem pisang sebagai isinya. Luar biasa untuk anak di usia 12 tahun sampai membuat para chef kagum karena teknik membuat macaroon termasuk teknik tinggi dan apa kata Nathan saat itu ketika Chef Joe Bastianich menghampiri Nathan yang sedang membuat hidangan tantangan, “Aku tahu ini sulit tapi aku akan membuat anda terkesan” Dan ternyata benar, Nathan mampu membuat juri terkesan dan mampu memenangkan tantangan ini.

Sejak itu, aku mulai mengikuti Master Chef Junior Sesi 3 saat aku bisa. Dan semakinlah aku suka melihat perilaku Nathan dan teman-temannya. Nathan di awal sesi sama seperti yang lain, masih pemalu dan belum menunjukkan kemampuannya walau jelas, anak-anak ini sangat luar biasa dan diatas kemampuan memasak rata-rata anak-anak seusianya diluar kompetisi ini. Puncaknya adalah ketika akhirnya Nathan dan Andrew masuk kedalam dua besar bersama berada di Babak Final, dimana mereka menyiapkan hidangan pembuka, utama sampai dengan hidangan penutup.

Satu hal yang menarik adalah mengenai perilaku kedua pemenang ini. Bukan karena Nathan yang menjadi pemenang, tapi karena sikap rendah hati dan penuh percaya dirinya ini membuat aku dan banyak orang menjadi terkesan. Nathan percaya diri tapi tidak sombong dan tidak merendahkan orang lain (lawannya – Andrew). Ia tetap bersikap tenang untuk membuktikan bahwa ia layak jadi pemenang. Semua itu nampak dari gestur tubuh Nathan (wajah, mimik muka dan gerak anggota tubuh). Nathan tidak mencibirkan bibirnya ketika juri chef senior memuji hidangan sajian Andrew. Ia diam dengan telapak tangan kiri tertumpuk ke tangan kanan, sambil sekali-kali ia remas, menunjukkan kekuatirannya. Nathan juga melihat kearah Andrew tapi dengan tatapan mata yang tenang, bukan tajam menunjukkan kebencian.

Semua ini dimanakah ia belajar ? Ia belajar dari rumah, ia belajar dari keluarga dan lingkungannya. Mari baca postingan berikut ya, mengenai bagaimana anak belajar mengelola emosi.


Film “Soekarno” Hadirnya Tokoh Proklamator, Bapak Bangsa dan Presiden Republik Indonesia Pertama

Sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lalu. Mengapa kita mesti belajar Sejarah adalah karena dengan mempelajari Sejarah, kita dapat mengetahui apa yang terjadi di masa lalu tanpa kita perlu mengalami dan mesti melakukan kesalahan yang sama yang terjadi di masa lalu, namun kita dapat mengambil apa yang baik dan memetik hikmah dari kejadian yang terjadi di masa lalu, yang dapat kita pelajari melalui Sejarah tersebut.

Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana. yang mengatakan bahwa “Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya.”

Filsuf dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah: “Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya.” Kalimat ini diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, katanya: “Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar darinya.”

Demikian pula yang kami lakukan, setelah penayangan perdananya tanggal 11 Desember 2013, akhirnya kami dapat juga belajar Sejarah dari Film “Soekarno” kemarin, 29 Desember 2013. Terlepas dari pro kontra mengenai film tersebut, aku beranggapan aku dan keluarga perlu belajar Sejarah. Memang untuk menghasilkan sebuah film dengan tokoh sejarah yang sangat dikagumi Bangsa Indonesia, dijadikan sosok panutan dengan semangat kebangsaan dan kecintaanya pada rakyat Indonesia, perlu kajian yang mendalam, dan tidak hanya dari satu sumber buku atau bahkan perlu mempelajari banyak hal lebih mendalam, dari buku, teman atau keluarga dari tokoh Soekarno tersebut, sehingga tidak terjadi seperti yang aku baca, terjadi gugatan di pengadilan dan kontroversi mengenai cerita maupun bintang yang memerankan tokoh tersebut.

Film “Soekarno” sendiri menurut aku, mampu menghadirkan kronologis peristiwa sejarah secara berurutan dengan baik dan mudah dimengerti seperti yang aku dan anak-anak pelajari sejak SD. Kekejaman dan kesadisan tentara Jepang memang tidak dapat dipungkiri, sudah menjadi kisah pahit bagi sejarah kehidupan wanita di Indonesia di masa itu, yang tentunya masih membekas dan menimbulkan duka bangsa ini. Kemerdekaan yang diproklamirkan tidak dengan gegabah oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Karisma bung Karno tampak dalam pidatonya dan kemampuannya merebut hati bangsa dan masyarakat Indonesia. Dialog para tokoh sejarah seperti Syahrir, Radjiman dan Cokroaminoto juga Gatot serta tokoh agama dapat kembali menghadirkan “situasi” kegentingan saat itu melalui layar lebar.

Para tokoh nya mampu berperan dengan sangat baik, walau kelebihan dan kekurangan tentu dapat terjadi. Ario Bayu sangat menjiwai perannya sebagai Soekarno, walau wajahnya kurang “njawani” dibanding Soekarno, tapi sosok dan karisma Soekarno dapat hadir melalui dialog dan penjiwaannya yang baik. Demikian pula dengan Maudy Kusnaedi sebagai Inggit Ganarsih serta Lukman Sardi sebagai Hatta.

Terlepas dari pro dan kontra, penonton lah yang wajib menilai tayangan tersebut, satu hal yang pasti janganlah kita melupakan sejarah bangsa Indonesia dan orang-orang yang telah berjuang untuk meraih kemerdekaan yang memerdekakan bangsa. Mengingat sejarah, mengingat orang-orang yang berjuang jiwa raga, lalu apa sesudah ini ? mari isi kemerdekaan yang telah diraih dengan hidup berguna bagi bangsa ini. Lihat bagaimana peperangan telah merengut ribuan nyawa demi berkibarnya Bendera Merah Putih di bumi Indonesia tercinta. Film ini bukan hanya sekedar sebuah tayangan tapi juga merupakan kisah yang inspiratif, yang memberikan banyak sisi kemanusiaan perjalanan bangsa Indonesia.

Selamat menikmati Film “SOEKARNO” dan terus belajar sejarah bangsa ini, Merdeka !!

Catatan : Perlu pendampingan untuk anak-anak usia SD dalam menonton film ini


Sokola Rimba : Suara Anak Suku Pedalaman

Pendidikan adalah hak dari setiap orang khususnya anak-anak yang wajib mendapatkan pendidikan dasar, seperti yang terdapat dalam Pasal 1 Deklarasi Hak Asasi Manusia. Dan karena inilah, Butet Manurung, sosok wanita yang sudah lama aku kagumi membuktikan dedikasinya untuk memberikan pendidikan dasar itu kepada anak-anak Suku Anak Dalam di rimba (hutan) Hutan Dua Belas, Jambi.

Kisah dan perjuangan dalam buku Sokola Rimba yang disusun sang antropolog tersebut, akhirnya diangkat ke layar lebar oleh Riri Riza dan Mira Lesmana melalui Miles Production, berhasil memberikan sebuah tayangan yang menarik dan penuh edukasi kepada anak-anak khususnya, untuk mengerti bagaimana besarnya semangat anak-anak di hutan (rimba) berjuang bertemu sang Ibu Guru, demi sebuah pendidikan.

Disamping masalah pendidikan yang diperjuangkan Butet, Film ini juga memperlihatkan bagaimana alam Indonesia habis digunduli karena kurangnya kontrol di rimba, akan terjadinya penebangan liar, yang semata-mata hanya bertujuan untuk kebutuhan konsumsi atau uang saja.

Flora dan Fauna hancur, masyarakat pendalaman mesti berpindah karena tak ada tempat tinggal buat mereka. Hewan buruan hanya dapat diperoleh setelah tiga hari menunggu, sehingga mereka tidak punya lagi tangkapan untuk dimakan. Keadaan ini memaksa mereka mengungsi ke tempat lain yang masih subur, mempunyai hasil hutan dan buruan.

Perjuangan memberikan pengajaran pada anak-anak rimba juga mengalami kendala adat, yang menghambat kemajuan mereka.

Film berdurasi 90 menit ini berusaha mengemas seluruhnya dengan apik. Pemeran Butet Manurung adalah Prisia Nasution, berusaha menghayati perannya dengan baik, dengan mempelajari bahasa setempat dan berakting dengan maksimal.

Sekali lagi, bila kita mencintai anak Indonesia dan menginginkan anak Indonesia maju tapi tidak bisa terjun langsung ke lapangan seperti Butet, maka kita bisa melakukan apa menjadi porsi kita, misal mengirimkan buku bacaan atau buku pelajaran, atau bisa pula berdonasi. Dan apabila mencintai alam dan lingkungan kita, lakukan lah sesuatu untuk menjaganya, bantulah mengkampanyekan mencegah penebangan hutan liar, pembakaran hutan dan melakukan penanaman hutan kembali bersama-sama denga Pemerintah setempat.

Miris melihat kehancuran hutan yang terjadi dimana-mana, yang mengakibatkan hilangnya juga habitat satwa-satwa langka Indonesia yang semestinya layak untuk dilindungi.

Terimakasih untuk film Sokola Rimba, karya ini layak diacungkan jempol. Sukses terus untuk Butet Manurung dengan Sokola Rimba nya yang sudah tersebar juga selain di Jambi, ada di Flores, Halmahera, Papua dan Sulawesi.

“Aku mengajar di tempat ini, tetapi sesungguhnya akulah yang banyak belajar dari mereka” – Butet Manurung