Puisi : Tatapan dan Senyuman Perempuan Itu

sorot mata  tajam menghunjam,
simpan hasrat  misteri berambisi,
mata perempuan bagai  pedang,
sentuh jiwa dengan kilatan tajam.
berkerling seperti bayang malam

bibir merah tipis tersenyum sinis,
suara perlahan berujar dingin,
merah merekah ranum beracun,
sisakan luka di setiap hembusan.
ciptakan gelombang di lautan hati

tatapan mata dan bibir berpadu,
tembus dinding jiwa terdalam
sembunyikan aura  menusuk kalbu
di balik rahasia cantik menawan,
kelabu kegusaran dalam meronta


Poem : Kebaya, Kekuatan Jiwa Wanita Berbudaya

Kebaya tak hanya sekadar kain,
Selimuti tubuh limpah anggun,
Dalam tiap jahitan tersirat kekuatan,
Jiwa wanita berbudaya.

Setiap untai benang tersulam
Kisahkan sejarah, warisan abadi,
Tak sekadar busana, tapi simbol,
Kelembutan, keteguhan, kebijaksanaan

Dalam setiap lipatan dan hiasan renda,
Terhampar cerita perjuangan dan cinta
Raga terbalut sempurna, muliakan jiwa.

Wanita berkebaya, tegak berdiri,
Bermartabat, berani hadapi dunia,
Usung nilai luhur, tradisi tak terganti,
Penjaga budaya, sepanjang masa.

Kebaya, lambang keanggunan nyata,
Hiasi hari penuh pesona,
Ajarkan tentang cinta dan kesetiaan,
Pada akar budaya tak lekang waktu.

Junjung kebaya, lebih dari penutup raga
Manifestasi kekuatan jiwa,
Wanita berbudaya, dalam kelembutannya,
Tersimpan tegar, cerdas, dan cinta berkarisma
Sejatinya berkain juga berjiwa wanita berbudaya

24.07.24 Selamat Hari Kebaya Nasional


“Brave Girl” from Audrey Hepburn

Brave Girl,


“The beauty of a woman is not in the clothes she wears, the figure that she carries, or the way she combs her hair.

The beauty of a woman is seen in her eyes, because that is the doorway to her heart, the place where love resides.

True beauty in a woman is reflected in her soul. It’s the caring that she lovingly gives, the passion that she shows & the beauty of a woman only grows with passing years.”


Audrey Hepburn


Cermin Tak Bertopeng

Cermin itu….
Tak bertopeng, sapa jujur
Ungkap semua, tanpa dusta,
Pantulan setia, apa adanya,
Pantulkan wajah, jiwa dan rasa.

Kulihat bayang diri,
Tanpa tabir, tanpa peri,
Garis lelah, tawa, dan sedih,
Terpampang, terselisih.

Tak bertopeng, tiada pura,
Tunjukkan luka, juga tawa,
Kuak rahasia, dalam sorot mata,
Buka tirai, belah fakta.

Tiada topeng, tiada kepalsuan,
Bicara kejujuran, lihat hati,
Pandang jiwa, sadar makna diri
Nyata, tak palsu, tak  direka,
Sahabat setia, jujur pada diri.

Hai Cermin, tak bertopengkah aku?

Puisi “Cermin Tak Bertopeng” ini kucoba iseng analisis melalui Chat GPT dan berikut hasil analisisnya. Just for fun ya. Hasilnya ada di postingan setelah ini, berjudul Analisis Puisi “Cermin Tak Bertopeng” dari ChatGPT


Kitab Puisi Tiga Bait : Kota, Mimpi dan Kardus Bekas

Ini adalah cover yang terpilih untuk buku antologi Putiba (Puisi Tiga Bait) bersama sastrawan Prof Tengsoe Tjahjono bersama 70 penulis lainnya, tentang Aku, Alam dan Kota.

Ada dua putibaku dalam buku antologi ini, berjudul Rindu Rengkuhan dan Aku dan Kotaku. Puji syukur lolos kurasi bersama 70 penulis lainnya.

Setelah membaca judul cover buku ini, aku jadi terinspirasi untuk menuliskan sebuah puisi lagi, berikut ini

Kotaku dalam Kertas Kardus

Kota dihiasi malam sunyi,

Dalam selembar kardus, rindu tergenggam erat.

Jejak langkah kecil di jalanan sempit,

Cerita hidup terlipat dalam goresan kelam

*

Rona kisah tergambar bersama,

Dalam kardus usang dunia terpahat.

Titik-titik embun kuukir kenangan,

Diatas kardus, hati merajut rindu.

*

Di tengah hiruk-pikuk kota,

Hidupku tertulis dalam berjuta puisi

Gelombang manusia, riuh suara langkah kaki,

Selembar kertas, catatan perjalanan hidup abadi.

*

BeEsDe, 7 Des 2023, de Laras