Hanbok, Pakaian Tradisional Masyarakat Korea

Beruntung aku dan teman-teman diberi ijin untuk mencoba pakaian tradisional Korea saat mengikuti Training di sana. Kami, peserta training dari KOICA memperoleh akomodasi penginapan, satu gedung dengan tempat pelatihan, yaitu di ICTC atau International Cooperation Training Center. Training Center yang terletak Yumgok-dong, Seocho-ku, Seoul ini terdiri dari 8 lantai dan mempunyai 1 ruangan yang khusus menyimpan pakaian tradisional Korea.

Saat petugas menyerahkan kunci, beliau berpesan untuk masuk tidak lebih dari 2 orang dan agar menjaga barang-barang didalamnya. Tapi kami masuk ber empat 🙂 untuk bisa saling memotret.

Hanbok adalah pakaian tradisional Korea,“Han” adalah sebutan bagi Korea, dan “bok” berarti pakaian. Pakaian wanita masyarakat Korea terdiri dari 3 bagian penting, yaitu Jeogori (atasan, biasanya berwarna putih), Chima (rok, biasanya berwarna cerah) dan Otgoreum (pita). Sedangkan untuk pakaian pria nya, kurang lebih sama dengan wanita, hanya untuk pengganti rok, mereka menggunakan Baji (atau celana).


bersama teman-teman peserta Pelatihan “R and D Development” di Seoul, Oktober 2001

Beberapa jenis Hanbook sesuai dengan tingkat dalam masyarakat Korea juga ada, seperti pakaian yang khusus digunakan untuk tingkat pengawal berbeda dengan tingkat cendekiawan dan kalangan istana.


Sup Ayam Ginseng (Samgyetang)

Berkunjung ke Korea tentu penasaran jika tidak menikmati sesuatu yang berasa ginseng bukan ? Ya karena Korea terkenal sebagai salah satu negara penghasil ginseng terbesar di dunia. Ginseng yang berupa umbi-umbian seperti jahe di negara kita, digunakan banyak orang sebagai rempah untuk memasak dan juga sebagai obat, bahkan salah satu khasiatnya dapat meningkatkan stamina tubuh.

Salah satu kabupaten yang merupakan pusat perkebunan ginseng disana adalah di dataran tinggi Geumsan, yang terletak di bagian paling selatan Propinsi Chungcheong Selatan. Ada beberapa jenis ginseng yang diproduksi yaitu ginseng air (susam), ginseng putih (baeksam), ginseng merah (hongsam) dan taegeuksam.

Selain untuk rempah dalam memasak dan obat, sekarang ginseng dikemas juga sebagai campuran dalam bentuk yang lain seperti permen, kopi, jamu, mie instant, teh celup dan minuman kesehatan lainnya.

Yang patut dicoba saat datang ke Korea adalah Sup Ayam Ginseng (Ginseng Chicken Soup) atau dalam bahasa Korea disebut juga Samgyetang. Sup ini berisi seekor ayam muda utuh, yang isi perutnya sudah dikeluarkan dan diisi dengan nasi ketan. Dimasak dengan api kecil selama 2-3 jam dengan berbagai rempah diantaranya 1 biji buah berangan, 2 biji buah ginkgo, 1 akar ginseng basah, 2 buah kurma Korea, 10g daun bawang, sedikit garam dan lada. Bahan untuk kuah adalah 2 liter air, 10g jahe, 100g lobak, 10 biji bawang putih, 5g Gamcho (akar manis), 5g Hwanggi (akar kuning).

Sup ini disajikan panas dalam hot bowl, satu ekor ayam dalam satu porsi untuk satu orang, harus dihabiskan karena ayam muda nya cukup kecil, tidak lebih 0.5 kg. Sangat pas disajikan pada musim dingin atau saat hujan karena mampu menghangatkan tubuh.

Tapi uniknya di Korea, Samgyetang justru makanan tradisional yang bergizi dan disajikan di musim panas sehingga tubuh yang selalu berkeringat tidak menjadi lemas. Orang Korea biasanya memakan samgyetang pada tiga hari istimewa di musim panas: chobok, jungbok, dan malbok yang merupakan tiga hari terpanas dalam setahun.

Ga kebayang, berapa liter keringat yang akan mengucur dari semangkuk sup ini, jika dinikmati di musim panas.

bersama teman-teman Pelatihan “Research and Design Development” menikmati Sup Ayam Ginseng pada Oktober 2001 di Seoul

Selamat menikmati 🙂


Han-gug-e wa-sseo-yo !!

Tahun 2001, aku beruntung mendapat kesempatan mengikuti kursus selama 10 hari di Korea Selatan, tepatnya dari tanggal 4 Oktober hingga tanggal 14 Oktober 2001.  Kursus yang dibiayai KOICA (Korea International Cooperation Agency) bertema Training on Research and Development, ini boleh dibilang kuperoleh dengan keberuntungan.

Informasi tawaran pelatihan ini kuterima sore hari ketika menunggu waktu pulang, seorang teman yang baru saja pulang dari KOICA Jakarta memberitahu Kepala Biro kami bahwa ada tawaran training yang mesti segera diisi karena waktunya sudah dekat, batas pendaftaran hampir ditutup. Saat itu ada 3 orang di hadapan Kepala Biro, satu orang adalah teman yang membawa berita tadi tapi dia berminat pada training dengan waktu yang lebih lama dan dengan bidang yang berbeda, satu orang lagi saat itu istrinya sedang mengikuti training di Inggris sehingga tidak mungkin meninggalkan dua orang anaknya dan aku, yang sore itu sedang menunggu jemputan suamiku. Puji Tuhan setelah berdiskusi sejenak, Kepala Biro mengijinkan aku berangkat, beliau berkata sambil bertanya, “ya sudah kamu yang berangkat, anak-anakmu bagaimana? Aku menjawab cepat singkat dan jelas, “ada suami dan ibu saya, kan bu”.

Yiipiii….exit permit dari Ibu Kepala Biro yang baik hati sudah ada di tanganku, jawaban cepat singkat dan jelas, yang agak keliatan langsung sambar tanpa bertanya dulu pada suami, membuat hati cukup berdebar juga, karena anakku yang besar baru akan berusia 5 tahun dan adiknya berusia 3 tahun, bagaimana mereka berdua ya? Kalau suami sendiri, aku yakin ia akan mendukung ku seperti selama ini yang terjadi, apalagi ini hanya 10 hari. Aku tetap berdoa dalam perjalanan pulang sore itu sebelum menyampaikannya pada keluarga di rumah.

Puji Tuhan, ibu dan suami setuju dengan rencana keberangkatanku pergi training, si sulung yang juga sudah mulai mengerti dengan pekerjaanku tidak keberatan dengan kepergianku hanya pesannya tapi mama sudah pulang kan waktu aku ulang tahun ? ia berulang tahun ke 5 pada tanggal 14 Oktober 2001, saat aku perjalanan pulang dari Korea ke Indonesia. Tinggal si bungsu yang walau sudah di-sounding mengenai kepergianku, tetap tidak memberikan ijinnya.

Proses pendaftaran berjalan lancar, setelah application form diisi dan ditandatangan, langsung dikirimkan ke KOICA. Selanjutnya setelah jawaban datang, dan ijin turun dari Kepala BPPT, kantor mengurus paspor dan proses selanjutnya melalui kehumasan. Beberapa hari menjelang keberangkatan, ada briefing di kantor KOICA untuk mengambil tiket dan hal-hal perlu diketahui setelah tiba disana.

Tiba harinya, suami dan kedua anakku mengantar aku ke Bandara, karena jam penerbangan malam. Sulung sudah duduk manis mengerti maksud dan arah tujuan ikut ke Bandara, sementara si bungsu mengamuk saat aku turun untuk check in, namun bisa ditenangkan suami setelah kami turun masuk bersama-sama. Puji Tuhan, dengan beribu janji pada belahan jiwaku ini, akhirnya aku terbang menuju Bandara Incheon, Seoul, Korea Selatan.

[han-gug-e wa-sseo-yo] yang artinya saya datang ke Korea…… 🙂