Sari Ater

Kali ini Sari Ater kembali menjadi tempat tujuan kami berlibur ke Bandung, kenapa sih suka banget kesini, karena disini kita bisa puas dan bebas berendam air panas kapan saja dan mau berapa lama. Selain itu banyak mainan yang disukai anak-anak seperti naik kuda dan flying fox. Dan sekarang ada juga theatre 4 Dimensinya.

Sore ini setelah sampai dan beres urusan check in di kamar 157, kami mulai putar-putar keliling di kawasan penginapan. Walau mendung, akibat hujan dan sepertinya akan hujan lagi, anak-anak memaksa untuk berkuda. Okelah dengan tarip 1 putaran Rp 15.000,- per anak. Tak lama mereka berkuda, hujan turun rintik-rintik dan menurut anak-anak, pembawa kuda memaksa kuda berjalan lebih kencang untuk menghindari hujan dan kembali ke tempat.

Karena cuaca tidak mendukung, kami kembali ke hotel dan mampir ke Coffee Shop untuk beli black forest dan cheese cake, juga menikmati welcome drink, sesuai pilihan kami, secangkir kopi dan beberapa gelas jus jeruk.

Kami kembali ke kamar untuk bersiap-siap mencari makan malam. Setelah makan malam, kami menuju ke kolam rendam air panas Kimanis. Ternyata banyak yang berendam disana, tua muda, kakek nenek, anak-anak. Kami hanya sanggup berenang setengah jam saja, selanjutnya kembali ke kamar, untuk mandi dan siap-siap tidur…duh nyamannya setelah seharian berjalan, berendam air panas, dan sekarang tiduuur.

Esok pagi, aduuuh rasanya masih pengen tidur, tapi suami dan si bungsu sudah mengajak untuk ke kolam rendam lagi, okelah ayooo…dan betul ternyata sudah penuh juga. Aku dan si kakak hanya berendam sekitar  setengah jam saja karena si kakak merasa sesak.

Foto disini, klik ya

Selanjutnya sarapan, jalan-jalan, naik ATV, nonton film 4 dimensi di teater dengan judul The Adventure of Jet n Jin, beli ketan bakar dan flying fox, terakhir sebelum pulang, naik kuda lagi.


Warung Sate Shinta Setiabudi

Satu tempat makan enak lagi yang kami temui dalam perjalanan libur kali ini adalah Warung Sate Shinta, yang terletak di kiri Jalan Setiabudi (arah bawah) setelah Rumah Mode, kalau dari arah Lembang. Rumah makan ini kami temui dalam perjalanan kami pulang ke Jakarta, hari Minggu 16 Mei 2010. Hujan yang terus mengguyur perjalanan pulang kami, membuat kami malas untuk berhenti, sejak keluar dari Sari Ater, anak-anak tertidur pulas di mobil, aku harus menemani suami yang pegang kemudi. Semula aku menyarankan untuk berhenti di Ayam Brebes Lembang, tapi si tengah tidak mau ayam goreng katanya, jadi kami lanjutkan perjalanan menuju Bandung, padahal jam makan siang sudah lewat beberapa waktu.

Mau makan di Rumah Sosis, suami tidak suka sosis dan posisi Rumah Sosis ada di kanan jalan. Ada juga Risol Risol di kiri jalan, tapi kok ga mantap ya kalau ga makan nasi. Ya sudahlah jalan terus ke bawah.

Tepat pukul 14.40, kami tiba di Warung Sate Shinta, sempat ragu untuk masuk karena disitu tertulis, buka hari Minggu jam 10.00 sampai 03.00. Aku bilang, wah hampir tutup nih, tapi tukang parkir masih suruh kita masuk kok, berarti dia masih terima pesanan dong. Dasar aku yang udah kelaparan atau si sulung yang cepat tanggap, dia jawab, itu jam 3.00 (tiga nol nol, katanya) ma, jam 3 pagi, sampe jam 3 pagi bukanya. Hohoho iya ya..kan tertulis jam 03.00, bukan jam 15.00….yup turun, dengan gerimis hujan (lagi).

Memasuki rumah makan ini, rasanya biasa saja dari tampak depan, eh tapi ternyata, mereka punya saung juga lho, walau hanya tersedia 4 meja atau 4 saung…wah tentu dong kami memilih duduk di saung yang lebih santai. Dengan cepat, aku memesan makanan, yah jangan pesan yang aneh-aneh, perlu cepat, supaya ga masuk angin. Kami memesan sate ayam, sate kambing, sup dan gule kambing, juga seporsi tahu tempe. Minumannya banyak yang menarik, seperti Shinta Moon, Shinta Sun, Shinta Sunset, haha lucu, kapan-kapan boleh dicoba ya, kami pesan yang standar saja, tea manis, lemon tea dan milkshake dengan float buat anak-anak.

Penyajiannya cukup cepat, nasi dalam bakul disajikan panas-panas, sate kambingnya empuk banget dengan potongan lemak gurih di tengah potongan daging, sate ayamnya biasa saja tapi cukup disukai si bungsu yang sulit makan, gule kambingnya mantap, sayang daging dalam sup kambingnya kurang empuk tapi bolehlah. Sate dilengkapi dengan irisan tipis cabe rawit dan bawang merah serta potongan tomat. Satu yang lupa kutanyakan, kecap nya pakai kecap apa ya, kok enak banget? Lain sama yang biasa kami pakai di rumah. Harus kesana lagi nih kayaknya…..:-) kambing gitu lhoh, jangan banyak-banyak ah… Oh ya untuk makan siang kali ini, kami habis tidak sampai dengan harga Rp 150.000,-

Oh ya kabarnya, warung sate ini juga punya cabang di Cipanas, Jawa Barat.


Kampung Daun Culture Gallery & Cafe

Sebelum pergi kali ini, aku sudah sempat browsing di internet, tempat makan mana yang perlu kita coba di sekitar Setiabudi. Nah dari hasil browsing dan disetujui seluruh awak penumpang, akhirnya kami memutuskan untuk menuju ke Jalan Sersan Bajuri Km. 4,7 No. 88, Cihideung, yang letaknya masuk kedalam dari jalan raya Setiabudi.

Letak geografis Kampung Daun di sebuah Lembang yang diapit oleh 2 tebing batu alami dengan sebuah sungai yang mengalir dari gunung Burangrang. Konsep Kampung Culture Gallery Cafe adalah tradisional, yang lebih ke arah perkampungan yang terbentuk saung2 lesehan dengan 75% menyajikan menu2 tradisional Indonesia. Budaya menjadi pandangan didalam operational sebagai dasar tematik Kampung Daun.

Business Hour

Senin – Jum’at dan Sabtu : 11:00 – 23:00

Sabtu & Hari Besar : 11:00 – 24:00

Price

Buffet / Paket / Happy Hour : 80,000 – 200,000 minimal 25 pax

Special Menu

Main Course : Nasi Goreng Kampung Daun, Sop Buntut, Nasi Tutuq oncom, Nasi Kukus, Nasi Liwet Parahyangan, Nasi Bakar Special, Kampung Daun Beef Ribs, Nasi Timbel, Gurame Bakar & Sambal Cobek

Beverage : Bandrek, Bajigur, Skoteng, Wedang Ronde, Dwi Warna Juice, uice Sawi Hijau

Jajanan : Aneka Macam Serabi, Poffertjes, Colenak, Pisang Buntel

Awards : Best Restaurant Versi Jakarta Java Kini Th. 2005 – 2006, Indonesian Interprising Spirit 2003 as Rank XVI Small Scala Company (Majalah SWA), Adhi Karya Pariwisata Jawa Barat Tahun 2002

Disarankan untuk r eservasi lebih dahulu ke PH 1: (022) 278-7915, PH 2: (022) 278-4572, apalagi jika punya special order, misal membawa orang tua atau orang sakit kar ena letak saung-saung yang diatas bukit-bukit berbatu.

Kami sendiri memesan, sate ayam dengan nasi seharga Rp 29.500,-, ayam goreng kampung daun dengan nasi uduk seharga Rp 35.000,-, nasi goreng seafood seharga Rp 32.000,-, soto betawi dan nasi seharga Rp 30.000,-, kangkung balacan seharga Rp 17.500,-, ditemani dengan kelapa muda seharga Rp 20.000,-, vanila milkshake seharga Rp 20.000,-….oh ya pesanan kami diawali dengan Sausages Pizza seharga Rp 30.000,-.


Kalau dilihat menu makanannya tidak terlalu aneh-aneh banget dan dari segi rasa, juga cukup tapi disini kita benar-benar akan membeli sebuah suasana yang lain untuk sebuah tempat makan dan penampilan yang cukup unik dari makanan yang disajikan, seperti nasi goreng yang disajikan diatas buah nenas dan soto betawi yang disajikan diatas wajan lengkap dengan tungku pemanas dari tanah liat. Total yang kami keluarkan untuk semua ini sebesar Rp 260.700,- termasuk tax sebesar 10%.

Selain itu, di Kampung Daun, juga dijual beberapa penganan tradisional seperti gulali, arum manis, kue rangin, kue ape, dan kerak telor. Tersedia juga Souvenir Shop, yang memasang harga cukup mahal dibandingkan dengan harga-harga produk di FO yang banyak bertebaran di Bandung.

Hampir setiap pojok di tempat ini indah untuk dijadikan back ground pemotretan, dari ujung tempat parkir sampai tempat pembayaranpun. Betul-betul unik…kabarnya, tempat ini sangat romantis dikunjungi di malam hari….pantas…di hari minggu, tempat ini tutup pada pukul 24.00….ck ck ck, pasti romantis sekali yaa.

Ini salah satu obyek foto yang menarik untuk diambil, walau takut-takut untuk naik, karena posisinya yang diatas, dan dibawah ada aliran sungai. Dokar juga tampak tua dan rapuh. Tuh ketauan kan siapa yang ga berani naik, tapi tetep mau mejeng? hahaha…

Ada tempat lain, yang juga diminati tidak hanya oleh anak muda tapi juga oleh orang tua, nah tempat ini nih, lucu yaa…

Yuk ke Kampung Daun, jangan patah semangat dengan jauhnya lokasi, tapi nikmatilah kenyamanan dan hidangan di sana….


Rumah Mode

Rumah Mode belum buka ketika kami tiba, jadi kami berfoto-foto ria dulu. Kami malah melihat-lihat dulu ke FO sebelah, Natural, yang sedang direnovasi dan mengumbar sale sampai 70%. Disana aku tidak menemukan apa-apa karena disana banyak produk wanita dalam bentuk kaos dan celana casual saja. Namun suamiku mendapat beberapa potong kaos dan si bungsu mendapat sepotong celana renang.

Pukul 09.00, Rumah Mode mulai dibuka, baru dibuka saja, sudah banyak mobil parkir di pelataran. Kami mulai bergerilya sendiri-sendiri. Si bungsu dengan papanya dan anak-anak cewek dengan aku. Tapi karena kelompok pakaian kami berbeda, tetap saja, anak-anak memanggil aku berkali-kali untuk minta pendapat. Duh, kapan mama selesai memilihnya? Ganggu aja sih bocah-bocah ini…hehehe

Hampir sejam lebih kami berada didalam Rumah Mode, yang dari menit ke menit semakin banyak orang yang datang, tapi akhirnya everybody feels happy, ada yang dapat baju kerja (aku, maksudnya), ada yang dapat cardigan, jaket dan kaos.

Yuk udahan, mulai laper nih…sudah waktunya bayar, kalau engga berhenti, pengeluaran bisa semakin membengkak nih. Kami minum es cendol dan menikmati makanan ringan, seperti risoles dan kue soes yang dijual di gerai dalam pelataran parkir Rumah Mode.

Sebelum meninggalkan area Setiabudi Bawah, kami sempat mampir ke Donna Tello, yang menjual aneka sepatu, tapi tak seorangpun dari kami memperoleh sesuatu yang sesuai dengan pilihan hati dan kantong. Sekarang…waktunya makan siang. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 11.00, kami masih harus check out dulu dari Setiabudi 266.