Timlo khas Solo

Di siang hari yang panas itu, setelah berpanas-panas berbelanja di pasar Klewer, aku dan teman-teman diajak untuk makan siang di Rumah Makan Timlo Sastro yang terkenal di Jalan Urip Sumoharjo. Timlo merupakan salah satu makanan khas di Kota Solo. Berbeda dengan makanan sejenis yang dimiliki daerah lain, Timlo Solo tidak mempergunakan soun dan jamur merang.

Untuk menikmati rasa Timlo yang khas Solo, kita harus datang ke Timlo Sastro di daerah Balong Pasar Gede atau di cabangnya di Pasar m’Beling dan Timlo Solo di Jl. Urip Sumoharjo. Tempat ini benar-benar jagonya timlo. Timlo Solo adalah hidangan berkuah bening yang berisi ’sosis’ daging ayam yang dipotong-potong, potongan telur pindang, hati dan ampela ayam.

Timlo Sastro mempunyai cara menghitung pesanan yang unik, pesanan tidak dicatat di atas kertas, melainkan ditulis di atas papan tulis kecil (Sabak) dan baru kemudian harganya dijumlah. Semangkuk Timlo komplit dapat dinikmati hanya dengan mengeluarkan uang Rp 16.000 ,- Jika kita tidak suka ati ampela, kita bisa memilih salah satu dari paduan itu.

Semangkuk Timlo panas, dimakan bersama nasi putih yang ditaburi bawang goreng dan ditemani segelas es jeruk pasti akan membuat kita ingin kembali berulang kali. Malah ada teman yang tambah 1 porsi lagi lho, entah karena lapar atau karena memang sangat menikmati sekali Timlo Solo ini.

(Sumber : www.wisatasolo.net, www.kabaresolo.com, Pribadi)


Indahnya Grojogan Sewu di Kaki Gunung Lawu

Jadwal acara hari ke-2 setelah makan siang dalam Tour De Java adalah ke Grojogan Sewu, Tawamangu. Setelah menikmati makan siang di Timlo Solo Sastro, kami berangkat menuju Tawamangu, tepatnya pada pukul 14.18. Aku dan teman-teman sudah cukup kelelahan, sehabis berburu batik di Pasar Klewer dan Pasar Gede Solo dan membeli oleh-oleh di Mesran, ditambah lagi kenyang dengan maknyusnya Timlo Solo. Hampir sebagian besar penumpang bis White Horse tertidur, padahal pemandangan yang bisa kita nikmati cukup indah dan menyegarkan mata. Pegunungan yang hijau, hamparan padi di sawah yang nampak hijau kekuningan dari kejauhan. Pemandangan yang indah didukung pula dengan jalan yang mulus, yang semakin mengecil menjelang mendekati tempat wisata dan juga berkelok-kelok seperti kota Puncak, Bogor.

Grojogan Sewu, Tawangmangu, adalah tempat wisata yang tidak jauh letaknya dari kota Surakarta, tepatnya terletak di Kelurahan Kalisoro dan Kelurahan Tawangmangu, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, sekitar 40 kilometer tenggara Kota Surakarta. Tawangmangu terletak kabupaten karanganyar atau sekitar 36 KM arah timur Kota Solo. Tawangmangu mudah dijangkau dari Kota Solo. Ada bus umum yang hampir tiap 30 menit siap mengantar anda dari terminal Tirtonadi Solo. Tawamangu memiliki pesona alam pegunungan yang menawan, terletak di di kaki Gunung Lawu. Sudah tentu udara di tempat ini masih segar dan suhu udara dingin terutama di malam hari. Panoramanya indah dengan bukit-bukit dan ladang petani yang memberi warna hijau sejuk. Sebuah tempat yang sesuai untuk kita melepas lelah dan refreshing.

Setiba di tempat wisata Grojogan Sewu, bis langsung memasuki pelataran parkir berbatu yang cukup luas. Udara segar dan sejuk mulai terasa di tubuh, setelah kepenatan yang terjadi sepanjang siang tadi di kota Solo. Kami mulai berjalan menuju Gerbang Wisata Grojogan Sewu. Sepanjang jalan, tampak pedagang-pedagang yang menjual buah-buahan, aneka tanaman, manisan, umbi-umbian dan cinderamata.

Jalan mulai menurun, banyak juga pemilik kuda menawarkan kudanya kepada kami untuk kami bawa memasuki air terjun Grojogan Sewu. Pelancong dapat berkuda selama satu jam dengan membayar Rp 25.000, berkuda menuju kawasan air terjun seharga Rp 40.000, ataupun berkuda menuju Terminal Tawangmangu dengan hanya membayar Rp 15.000.

Tiba di Gerbang Wisata, kami disambut beberapa ekor kera yang ternyata jumlahnya cukup banyak di dalam kawasan wisata. Menurut sebuah sumber, Selain monyet berekor panjang, yang dapat dijumpai juga tupai dan berbagai jenis burung. Sekali waktu, populasi monyet mencapai jumlah yang disangka melebihi daya dukung ekosistem sehingga untuk periode 5-10 tahun sekali di Grojogan Sewu, dipasanglah perangkap monyet.

Monyet yang tertangkap akan dipindahkan ke beberapa lokasi, di antaranya ke Solo dan kawasan hutan lindung Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Saat ini, populasi monyet diperkirakan mencapai 100 ekor. Vegetasi tumbuhan yang dapat dijumpai di antaranya adalah pohon pinus, pohon damar, pohon kaliandra, pohon puspa, dan pohon bendo yang berukuran besar.

Kami membayar tiket masuk di depan loket, selanjutnya perjalananpun mulai kami lakukan. Kami, terutama ibu-ibu yang sudah kelelahan berbelanja, tambah menjadi ngos-ngosan dengan jalan yang menurun menuju ke air terjun. Hanya dengan membayar Rp 4.000 tiap individu, kawasan wisata seluas sekitar 20 hektar dari 65 hektar kawasan konservasi dapat dijelajahi, termasuk di dalamnya kesempatan bermain air maupun berenang di dua kolam renang tanpa dipungut bayaran lagi, terkecuali untuk penyewaan pakaian maupun ban renang.

Berkuda juga dapat dijadikan alternatif hiburan. Uniknya, menurut informasi warga setempat, kuda pun dapat disewa untuk mengantar hingga ke Candi Sukuh dengan membayar Rp 100.000 sekali jalan. Dan, tak terlupa kuda-kuda tersebut dapat pula disewa menuju puncak Gunung Lawu dengan membayar Rp 500.000.

Air terjun spektakuler di Pulau Jawa ini, berketinggian 81 meter. Bahkan, saat kami duduk beberapa puluh meter dari inti grojogan, butir-butir air masih sanggup memercik di wajah kita. Di dataran tinggi kawasan ini, tempat di mana berton-ton air jatuh bebas mengempas bumi, pepohonan masih tumbuh dengan asrinya. Hijaunya lumut ditambah dengan udara yang sejuk di ketinggian 1.100 meter di atas permukaan air, benar-benar menyegarkan jiwa raga serta mengagungkan ciptaan Tuhan. Mungkin buat teman-teman yang pernah berkunjung ke Air Terjun Niagara ataupun tempat yang lain, Grojogan Sewu tidak ada apa-apanya, namun sungguh, buat saya, ini benar-benar mempesona.

Kawasan wisata Grojogan Sewu dilengkapi pula berbagai penginapan bagi pelancong, baik yang kemalaman maupun sengaja bermalam. Tarifnya berkisar Rp 30.000-Rp 500.000 tiap malam. Jangan terlalu memaksakan diri mencari kamar dengan pendingin ruangan, malah air panas-lah yang merupakan kemewahan di sini.

Menurut petugas Taman Wisata Grojogan Sewu, Wanto, rata-rata setiap hari air terjun ini disinggahi sekitar 1.200 pengunjung. Namun, tentu saja jumlah ini fluktuatif dari hari ke hari. Pada akhir pekan, kawasan wisata ini dipadati 3.000-5.000 pengunjung. Selain itu, di bagian utara air terjun utama, mengalirlah pula beberapa riam sehingga layaklah air terjun ini diimbuhi kata sewu-yang berarti seribu.

Satu lagi yang dapat kita nikmati sebelum meninggalkan Grojogan Sewu adalah menikmati sate kelinci dan sate ayam, yang enak dan cukup mengenyangkan. Dengan harga seporsi Rp 8000,- sudah dapat kita nikmati sepuluh tusuk sate kelinci atau ayam dan lontong nasi. Hm sedap…karena kita memerlukan energi ekstra untuk menaiki jalan-jalan berbatu menuju pintu keluar kawasan wisata.

Darimanapun Anda untuk menuju lokasi acara ini sangat mudah. Pastikan Anda menuju ke kota Solo yang bisa dicapai dengan menggunakan jalur Bus, Kereta Api maupun Pesawat Terbang. Dari Solo untuk menuju ke Tawangmangu menggunakan kendaraan umum adalah menggunakan Bus dari Terminal Tirtonadi dengan biaya +/- Rp5.000/org.

Bagi Anda yang menggunakan kendaraan pribadi berikut sedikit petunjuk yang bisa digunakan.

1. Dari arah Barat (Semarang,Jakarta,Bandung, …)

Bila anda dari arah barat maka untuk menuju Tawangmangu haru melewati kota Solo. Dari kota solo ikuti jalur kendaraan ke arah “Palur”, di pertigaan “Palur” pilih arah menuju ke Tawangmangu.

2. Dari arah Timur (Surabaya, Sragen, Madiun, …)

Bila Anda dari arah timur maka Anda tidak perlu harus sampai di Solo. Karena daerah “Palur”, tempat persimpangan untuk menuju ke Tawangmangu letaknya adalah sebelum kota Solo. Jadi setelah sampai di “Palur” langsung saja ambil arah jalan ke Tawangmangu.

Yuk sempatkan mengunjungi salah satu keindahan alam yang kita miliki di bumi tercinta kita, Indonesia…


Lumpia Semarang

Lumpia Semarang adalah makanan semacam rollade berisi rebung, telur, dan daging ayam atau udang. Citarasa lumpia Semarang adalah perpaduan rasa Tionghoa dan Indonesia, karena memang penemunya adalah orangTionghoa Semarang yang menikah dengan orang Indonesia. Makanan ini mulai dijajakan dan dikenal di Semarang pada waktu pesta olahraga GANEFO pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Dulu, waktu aku masih kanak-kanak, aku suka sekali lumpia yang digoreng, tapi sekarang aku lebih suka lumpia basah karena tidak terlalu banyak minyak yang terserap didalamnya. Rasanya? Ya ga kalah dong, sama enaknya, malah sensasi rasa isi lumpia lebih terasa, apalagi ditambah dengan cocolan sausnya yang khas, ditambah cabe rawit dan acar mentimun.

Variasi Lumpia Semarang

Di Semarang dewasa ini ada lima ”aliran” lumpia Semarang dengan cita rasa berbeda. Pertama aliran Gang Lombok (Siem Swie Kiem), kedua aliran Jalan Pemuda (almarhum Siem Swie Hie), dan ketiga aliran Jalan Mataram (almarhumah Siem Hwa Nio). Ketiga aliran ini berasal dari satu keluarga Siem Gwan Sing–Tjoa Po Nio yang merupakan menantu dan putri tunggal pencipta lumpia Semarang, Tjoa Thay Yoe–Wasih.

Aliran keempat adalah sejumlah bekas pegawai lumpia Jalan Pemuda, dan aliran kelima adalah orang-orang dengan latar belakang hobi kuliner yang membuat lumpia dengan resep hasil pembelajaran dari lumpia yang sudah beredar.

Generasi tertua saat ini, yaitu generasi ketiga Siem Swie Kiem (65), tetap setia melayani konsumennya di kios warisan ayahnya (Siem Gwan Sing) di Gang Lombok 11. Keistimewaan lumpia Gang Lombok ini menurut sejumlah penggemarnya yang sempat ditemui di kios tersebut adalah racikan rebungnya tidak berbau, juga campuran telur dan udangnya tidak amis.

Lumpia buatan generasi keempat dapat kita peroleh di kios lumpia Mbak Lien alias Siem Siok Lien (43) di Jalan Pemuda dan Jalan Pandanaran. Mbak Lien meneruskan kios almarhum ayahnya, Siem Swie Hie, yang merupakan abang dari Siem Swie Kiem, di Jalan Pemuda (mulut Gang Grajen) sambil membuka dua cabang di Jalan Pandanaran.

Kekhasan lumpia Mbak Lien ini adalah isinya yang ditambahi racikan daging ayam kampung. Ketika awal mula meneruskan usaha almarhum ayahnya, Mbak Lien membuat tiga macam lumpia, yaitu lumpia isi udang, lumpia isi ayam (untuk yang alergi udang), dan lumpia spesial berisi campuran udang serta ayam. Tetapi, karena merasa kerepotan dan apalagi kebanyakan pembeli suka yang spesial, sekarang Mbak Lien hanya membuat satu macam saja, yaitu lumpia istimewa dengan isi rebung dicampur udang dan ayam.

Adapun generasi keempat lainnya, yaitu anak-anak dari almarhum Siem Hwa Nio (kakak perempuan dari Siem Swie Kiem) meneruskan kios ibunya di Jalan Mataram (Jalan MT Haryono) di samping membuka kios baru di beberapa tempat di Kota Semarang. Di antara anak-anak almarhum Siem Hwa Nio ini ada juga yang membuka cabang di Jakarta. Bahkan ada cucu almarhum Siem Hwa Nio sebagai generasi kelima membuka kios lumpia sendiri di Semarang.

Selain keluarga-keluarga leluhur pencipta lumpia semarang tersebut, sekarang banyak juga orang-orang ”luar” yang membuat lumpia semarang. Mereka umumnya mantan karyawan mereka. Mereka yang mempunyai hobi kuliner juga turut meramaikan bisnis lumpia semarang dengan membuat lumpia sendiri, seperti Lumpia Ekspres, Phoa Kiem Hwa dari Semarang International Family and Garden Restaurant di Jalan Gajah Mada, Semarang.

Harga Lumpia Semarang

Harga lumpia yang dijual para pedagang tersebut berbeda-beda. Kios lumpia Gang Lombok milik Siem Swie Kiem, misalnya, menjual dengan harga Rp 6.000 per biji (goreng/basah). Kios di Jalan Pemuda milik Mbak Lien menjual dengan harga Rp 5.500 per biji. Sedangkan pedagang-pedagang lumpia lain menjual dengan harga sekitar Rp 2.500 per biji. Gerobak di depan Toko Bandeng Juwana di Jalan Pandanaran, menjual dengan harga Rp 4.000,- per biji (updated informasi dari jalan-jalan bulan Juni 2009)

Resep Lumpia Semarang

Bahan:

20 lembar kulit lumpia ukuran 20×20 cm, siap pakai, 1 liter minyak sayur

Isi:

2 sdm minyak sayur, 3 siung bawang putih, cincang halus, 250 g udang kupas, cincang, 1 sdm ebi, rendam air panas, tiriskan, 500 g rebung rebus/kalengan, iris halus, ½ sdt merica bubuk, 1 sdt garam, 2 sdm kecap manis, 1 sdt gula merah sisir, 

Saus:

350 ml air, 2 siung bawang putih, parut, ½ sdt merica bubuk, 75 g gula Jawa, sisir halus, 2 sdm tepung kanji, larutkan dengan sedikit air

BUMBU HALUS:

2 buah cabai rawit, 2 buah cabai merah, 2 siung bawang putih, 1/8 sendok teh garam

Pelengkap: Lokio, Cabai rawit, Acar mentimun

Cara membuat:

Isi: Panaskan minyak, tumis bawang putih hingga harum.

Masukkan udang cincang dan ebi, aduk hingga udang matang.

Tambahkan rebung dan bahan lainnya. Aduk rata dan masak di atas api

kecil hingga kering atau air dalam rebung habis. Angkat.

Penyelesaian:

Isi tiap lembar kulit lumpia dengan 1 sdm adonan Isi. Gulung sedikit lalu lipat sisi kiri dan kanannya sambil gulung dan padatkan. Rekatkan ujungnya dengan sedikit air. Sisihkan. Panaskan minyak banyak di atas api sedang. Goreng lumpia hingga kuning kecokelatan. Angkat dan tiriskan.

Saus: masak semua bahan kecuali tepung kanji hingga mendidih. Tuangi larutan tepung kanji, aduk hingga kental. Angkat dan dinginkan.

Sajikan lumpia bersama Saus dan Pelengkapnya. Untuk 20 buah

(Sumber : Wikipidia, Dapur Bunda dan Pribadi)