Dulu dan Sekarang

Dulu, apa ya yang mereka bicarakan? apakah tentang kelomang dan siput yang masuk kedalam pasir karena gelombang air laut? Atau mungkin tentang kedua anjing yang terpaksa dititip karena kami berlibur? Atau mungkin film di televisi yang akan mereka tonton selepas belajar? Atau guru yang terlalu banyak memberi tugas? Atau teman yang kerap ikut makan bekal mereka? Atau mama yang terlalu berisik membangunkan mereka di hari sekolah?

Sekarang, dengan berjalannya waktu yang serba cepat, pembicaraan mereka sudah melebihi apa yang bisa kupikirkan, mungkin pengaruh pesatnya teknologi, wawasan mereka mendunia walau mereka menjalani dunia kerja dari nol, dari level terendah, khususnya untuk kakak yang bekerja dan studi di luar. Mereka menjadi seperti ini bukan tiba2, mereka bertumbuh dan berproses. Mereka sadar, kami, orangtuanya hanya membekali mereka dengan pendidikan dan pengetahuan juga agama. Kami bukan siapa-siapa, sehingga tidak dapat memberi hak istimewa (privileged) apa-apa.

Mereka berjuang dengan doa kami. Mereka bangun pagi, pulang malam, berdesakan dengan kaki satu menggantung di KRL demi masa depan mereka sendiri. Atau kakak mbarep yang harus menjalani 2 dari 3 shift karena ramainya resto dan kurang sdm. Atau kakak tengah yang siap dikomplain pelanggan dengan bahasa yang antah berantah 7/24. Atau si bungsu yang mestinya bebas magang (karena prestasi akademik dan keaktifannya berorganisasi di kampus) tapi tetap memilih magang untuk mengenali dunia kerja. Mereka mesti mampu bertahan dan berjuang dalam setiap aspek di kehidupan nyata. Mereka selalu saling mendukung dan berkomunikasi untuk banyak hal dengan berbagai cara, karena berbeda lokasi.

Kalau disebut generasi mereka generasi “manja”, aku tidak setuju, ada banyak anak muda Indonesia yang berjuang untuk masa depan Indonesia, dengan mulai dari memperbaiki dirinya dan hidup mandiri. Kiranya Tuhan selalu menyertai mereka dan anak Indonesia yang sedang berjuang. Amin


Rekor MURI Menulis 10.000 Fiksi Mini

Saya siap jadi bagian dari sejarah!

Bersama Gol A Gong, Duta Baca Indonesia, dan ribuan penulis dari seluruh Indonesia, mari kita pecahkan Rekor MURI dengan menulis 10.000 Fiksi Mini!

Kamu juga bisa ikut ambil bagian dalam gerakan literasi terbesar ini. Yuk, daftarkan dirimu sekarang melalui narahubung berikut:

Mila: 0895-3846-52297
Indiana: 0896-7732-8203
Itsna: 0898-8240-712
Risma: 0895-0894-3674
Alda: 0856-4061-9661

Jangan sampai ketinggalan.

Jadilah bagian dari sejarah literasi Indonesia!

RekorMURI2025

10000FiksiMini

GerakanLiterasiNasional

MenulisBersamaGolAGong

DutaBacaIndonesia

AyoMenulis

LiterasiIndonesia


Be for Your Heart to be at Peace

Dostoevsky said: “I never needed your love in return. All I ever wished was for your heart to be at peace.”

because real love it doesn’t ask, it simply gives loving you  was never about holding on. It was about feeling alive in your presence, about the way you lit up, the darkest corners of me without even trying, you were a warmth. I never knew I was missing a moment that felt like forever. Even if it passed too soon, you gave me something timeless the kind of joy that  no goodbye can take away, so even if we part know this : I have loved, I have felt, and because of you I will never be the same.

Written by @the.carazon

#poetry#poem#explore#quotes#poet#relationshipgoals#deep#poetic


Festival Sastra Yogyakarta “RAMPAK” 2025

Festival Sastra Yogyakarta, izin repost dari IG @festivalsastrayk dan IG @dinaskebudayaankotajogja

Festival Sastra Yogyakarta selalu memiliki semangat dan bercita-cita menjadi ruang perayaan bersama, tempat bermuaranya apresiasi dan ekspresi sastra, dari pelaku dan penikmat sastra. Setelah “MULIH” (2022), “SILA” (2023), dan “SIYAGA” (2024), FSY 2025 hadir mengusung tema “RAMPAK”.

“Rampak”, memiliki artinya serempak dan bersamaan. Rampak juga berarti setara. Rampak kemudian dimaknai oleh FSY sebagai kerja kolaboratif yang setara, yang memberi ruang secara harmonis untuk beragam perspektif, medium, dan pengalaman bersastra bertemu dan saling menguatkan.

Di Yogyakarta, diseminasi dan apresiasi karya sastra tumbuh subur dalam suasana sosial yang dihidupi oleh berbagai komunitas. Sastra di kota ini bukanlah sebuah lanskap individual atau arena pertarungan ego atau estetika semata, melainkan ladang kolaborasi yang tiada ujungnya. Oleh karena itu, rampak menjadi penting sebagai identitas gerak komunitas dalam bersastra.

Nantikan ragam program festival yang merepresentasikan semangat “RAMPAK” yang akan berlangsung di bulan Agustus ini ya. Mari kita bersama-sama, secara rampak, merayakan sastra ya, Kancasastra!?

#RAMPAK

#FSY

#FestivalSastraYogyakarta


Antologi Pentigraf SMARDHYARI Jilid I

Antologi Pentigraf SMARDHYARI Jilid I, 246 penulis, 530 halaman, bagian dari 2.222 pentigraf, saat ini dalam proses penerbitan di Dandelion Publisher

Ada yang bertanya-tanya apa itu “pentigraf”, nah ini yang dimaksud dengan pentigraf, pentigraf adalah akronim dari “cerita pendek tiga paragraf,” yaitu sebuah bentuk cerita pendek yang terdiri dari tiga paragraf saja.

Pentigraf dikembangkan oleh Dr. Tengsoe Tjahjono, dan ciri khasnya adalah setiap akhir cerita memiliki plot twist yang menarik. Tujuan utama pentigraf adalah menyampaikan cerita secara singkat dan padat, sehingga pembaca dapat menikmati cerita tanpa harus menghabiskan banyak waktu.

Ini buku antologiku yang ke-3 di tahun 2025, ada satu kisahku dalam buku ini, siap dipesan ya. Khususnya bagi pembaca yang ingin belajar menulis kisah dalam bentuk pentigraf. Nikmati keseruan pentigraf yang seru dengan plot twist nya. Salam literasi.


Pertemuan Penyair Nusantara XIII

Flyer ini muncul di beranda bu Ewith Bahar, dengan caption, Penerbitan buku antologi puisi yang bertema “Perdamaian dan Persaudaraan” adalah bagian dari acara Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) ke XIII, yang akan diikuti oleh 8 negara (Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Timor Leste, Filipina, Brunei Darussalam, dan Indonesia). Acara akan berlangsung di Jakarta 11 – 14 September 2025.

dan aku merasa tertantang untuk ikut. Masih ada waktu, segera aku membuat 3 buah puisi pendek tentang Perdamaian dan Persahabatan. Sederhana saja dan tidak rumit. Yang pertama berjudul Lelagon Tanah Jawi, lalu yang kedua berjudul Peluk Damai Pelataran Ibu Pertiwi dan yang terakhir berjudul Ulos Kasih Di Pusuk Buhit. Semoga ada yang lolos kurasi dan dapat menjadi bagian dari Penyair Nusantara, yang meramaikan event yang akan diselenggarakan bulan September 2025 di Jakarta.

Apakah teman-teman sudah ikut serta, masih ada waktu dua hari lagi? Yuk bersama kita mengukir sejarah literasi Nusantara melalui event ini. Salam literasi.


Membuat Komik ala ChatGPT

Kemajuan teknologi, terlepas apakah ini layak dipublikasikan, tapi aku cukup menikmati keseruan ini. Belajar membuat komik melalui ChatGPT, aku peroleh dari berbagi dalam WAG Penulisan 2222 Pentigraf, dengan PJ Kak Lies Hendrawan.

Kak Lies mengajarkan langkah-langkahnya melalui pendetilan prompt dalam ChatGPT itu. Masih dalam rangka mempromosikan event penulisan 2222 Pentigraf untuk menjadi rekor MURI.

Tentu tidak terlepas dari ketidaksempurnaan. Perhatikan dengan baik, walau sudah diulang sampai dengan 4 kali, tetap tidak menjadi lebih baik dan inilah tampilan terbaik, justru yang pertama yang keluar sebagai hasilnya.

Selamat mencoba


Buku Antologi Fiksi : Meniti Waktu, Merangkai Mimpi

Buku Antologi Artikel tentang harapan di masa 5 tahun ke depan, yang ditulis 15 Penulis Kontributor @pondok_antologi adalah buku antologi ku yang ke-2 di tahun 2025 dan merupakan buku antologi PAPI (Pondok Antologi Penulis Indonesia) yang ke-7.

Waktu berjalan tanpa kita sadari, dan tiba-tiba, angka lima tahun ke depan terasa begitu dekat. Ada masa di mana langkah kita tak lagi secepat dulu, dan ambisi tak lagi seramai dahulu. Kita mungkin tak lagi diburu rapat, target, atau jadwal yang padat. Tapi justru di sanalah, hidup memberi kita ruang untuk mengenali diri sendiri lebih dalam. Lima tahun mendatang bukan tentang berhenti berkarya, tetapi tentang berpindah peran – dari yang terus mengejar, menjadi yang lebih menjaga. Lalu, ketika hari itu tiba, sudah siapkah hati kita menyambut babak baru yang lebih tenang namun penuh makna?

delaraspenulis

delaraswriter

delaras