mengapa kita tidak seperti lebah madu? yang diam, namun memberikan banyak manfaat kepada manusia dan selalu bekerja sama dengan sesamanya…yang marah, bila diganggu namun berbuah manis…yang sengatnya tajam dan mematikan namun mampu menolong yang sakit….
Terimakasih Komunitas Penulis Guru, Guru-guru PGRI, Collabowriter Publisher dan para narasumber untuk kebersamaan dan saling sharingnya malam hari ini. Semoga dapat saling menginspirasi dan mendatangkan manfaat. Aamiin
Zoominar #14, Sabtu, 16 November 2024, 19.00 – 20.30
Materi pertama mengenai Naskah GTK Inovatif disampaikan oleh Ibu Hj. Anita, S.Ag, M.Pd, yang telah menjadi Pemenang Juara I Lomba Kepala Sekolah Inovatif. Beliau menyampaikan pengalaman dan naskah yang telah disusun dan berhasil memenangkan perlombaan itu.
Selanjutnya aku sebagai Pemateri kedua menyampaikan mengenai Teks Narasi dan Deskripsi, apa yang dimaksud dengan teks narasi dan deskripsi, apa cirinya, bagaimana membuat teks narasi dan deskripsi menjadi menarik, dengan contoh dan latihan
Terakhir, paparan ketiga disampaikan Kak Desiana dari Collabowriter Publisher yang mengajak para peserta untuk dapat berkontribusi dalam penyusunan buku Antologi dengan menggunakan teknik penulisan yang telah disampaikan pada zoominar #14 hari ini.
Acara yang dimoderatori oleh Kak Anita, dilanjutkan dengan tanya jawab dengan peserta, yang sangat berantusias menulis.
Tas Koja yang dibuat warga suku Baduy ini terbuat dari kulit pohon Teureup. Tas ini tersedia dalam berbagai desain dan ukuran. Aku memilih ini, yang terkecil berukuran 20×10 cm, muat untuk 2 telpon genggam, 1 dompet kecil dan 1 buku notes, aku beli dengan harga rp 25 ribu saja.
Benda, terap atau tekalong (Artocarpus elasticus) adalah sejenis pohon buah yang masih satu genus dengan nangka (Artocarpus). Buahnya mirip dengan buah timbul atau kulur, dengan tonjolan-tonjolan serupa duri lunak panjang dan pendek, agak melengket. Nama ilmiahnya adalah Artocarpus elasticus.
Kegunaan
Buah benda yang telah masak dimakan dalam keadaan segar, bijinya dapat dimakan setelah direbus atau digoreng. Adapun kalau buah belum masak, tetap dimakan dengan dimasak terlebih dahulu.[11] Buah muda dari pohon benda atau yang juga disebut dengan teureup ini bisa digulai seperti nangka, dan yang sudah tua bisa dimakan langsung. Namun, buah benda lebih sering dimakan dalam keadaan matang.[12]Getah benda sering digunakan sebagai perekat untuk menjerat burung.[9] Masyarakat Minangkabau di waktu penjajahan Jepang menggunakan serat benda untuk celana, kisah ini diabadikan di dalam pantun Minangkabau ich ni san shi go rok, baju goni sarawa tarok. (Satu dua tiga empat lima enam (bahasa Jepang), baju goni celana serat tarok (benda).
(Wikipedia)
Ternyata banyak ya kegunaan dari pohon yang bisa mencapai tinggi 65 meter ini. mulai dari biji, buah sampai kulit pohonnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat suku Baduy menggunakan Tas Koja ini untuk berladang, bercocok tanam dan menangkap ikan. Tas ini juga tahan terhadap rayap, konon kabarnya tas ini akan membusuk secara alami saat pemakainya sudah tiada.
Proses pembuatannya, kurang lebih sama seperti proses dari bahan yang lain, kulit pohon dijemur, lalu dibuat menjadi serabut untuk benang, yang selanjutnya akan dirajut menjadi tas.
Ini adalah salah satu alternatif buah tangan dari Baduy Luar. Selain itu, ada juga dijual kopi, jahe merah, madu dan yang terutama adalah tenun khas Baduy yang dikerjakan sendiri oleh kaum perempuan di sana. Yuk menjelajah Baduy, untuk mengenali kehidupan mereka dan menikmati karya dan produksi untuk membantu perekonomian masyarakat di sana.
Hari ini pertama kalinya, aku bersama teman-teman mengikuti Open Trip yang diselenggarakan oleh Wisata Kreatif Jakarta (WKJ), untuk menjelajah eksotika Baduy (Luar) selama kurang lebih 12 jam.
Yuk mari disimak keseruannya. Pertama, untuk bisa bergabung dalam trip ini, aku mendaftar melalui link yang tercantum dalam akun WKJ. Tentu sebelum mendaftar, pembayaran sudah dilakukan sesuai dengan nilai yang tertera pada flyer, yaitu Rp 350.000,-. Setelah melakukan pendaftaran, aku diundang masuk dalam WAG Tur Baduy.
Selanjutnya, dalam WAG Tur Baduy, Kak Ira Latief selaku Tour Guide kami, menyampaikan gambaran mengenai situasi dan rencana perjalanan ke Baduy Luar dan hal-hal apa saja yang mesti dipersiapkan.
Harga Tur Rp 350.000,- termasuk biaya sebagai berikut : Tour Leader (Ira lathief/ founder WKJ), transportasi PP dari stat Rangkas – Ciboleger Baduy (dg sewa Angkot Elf), makan siang di rumah orang Baduy, didampingi warga asli Baduy selama trip berlangsung dan Asuransi perjalanan. Harga belum termasuk tiping utk guide lokal orang Baduy (nanti ada saweran di akhir tur , jumlah bebas).
Menurut rencana perjalanan yang dibagikan, perjalanan akan berakhir di Desa Gajebo dan berfoto di Jembatan Gantung, namun karena kendala cuaca, kami hanya sampai di Lumbung dan menikmati air kelapa muda.
Masukan dan saran dari aku, karena tidak semua peserta suka berbelanja (termasuk aku), alangkah baiknya jika sesi belanja dapat ditempatkan di sesi terakhir atau dibatasi waktunya, sehingga tidak banyak waktu terbuang dan tujuan ke Desa Gajebo dapat tercapai, di luar kendala cuaca. Dalam perjalanan hari ini, pukul 16, kami sudah kembali ke Stasiun Rangkas Bitung. Terima kasih atas pendampingan Kak Ira dan Tim, ini hanya masukan agar lebih baik di kemudian hari.
Wisata ke Lombok ini sudah kami rencanakan jauh hari, tepatnya 8 bulan lalu, saat kami sama-sama tergabung menjadi Panitia Natal Paduan Suara Wanita Sola Gratia dalam kegiatan Kunjungan Kasih ke Panti Asuhan. Di sela kegiatan, kami “mendadak” merencanakan untuk berwisata ke Lombok. Tiket dipesan karena ada promo tiket dari Kartu Kredit Bank Mandiri.
Setelah tiket terpesan, mulailah kami menabung sejak bulan Desember 2023 sampai awal Agustus 2024. Mulai memesan tiket hotel yang juga dengan voucher potongan, menyusun ittenary dan memesan kendaraan.
Kamis, 22 Agustus 2024, kami berenam berangkat menuju Lombok, dengan pesawat Garuda GA432, penerbangan menempuh waktu selama 2 jam 30 menit. Berangkat pukul 7.00 WIB dan tiba pukul 10,30 WITA.
Setiba di Lombok, kami langsung menuju hotel Swiss BelCourt, yang terletak di wilayah Praya, Lombok, untuk menurunkan barang bawaan dan melanjutkan perjalanan kami ke Desa Sukarara. Tiba di Desa Sukarara, kami langsung disambut oleh Sani, yang mengarahkan kami untuk memilih pakaian adat suku Sasak yang akan kami gunakan untuk berfoto. Sebelumnya, salah seorang dari kami berbisik bertanya, “kami harus bayar berapa?” Sani menjawab, “Seikhlasnya”. Baik, kami melangkah untuk memilih kain sesuai selera kami dan Sani membantu kami memakai kain, atasan hitam dan mengikatkan angkin diatas kain sarung.
Sukarara adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Desa ini sebagian besar penduduknya bersuku Sasak. Songket Sukarara merupakan kain tenun yang terletak di desa, yang dikenal sebagai desa penenun kain tenun khas Lombok, dengan motif Keker, Subanala dan Nanas, dengan warna-warna yang cantik walau masih menggunakan peralatan tenun tradisional.
Puas berfoto, kami mulai memilih-milih kain tenun dalam berbagai bentuk, misal sarung, stola, ikat kepala atau bahan untuk pakaian. Kami berenam membeli stola atau selendang sesuai selera kami masing-masing. Di Sukarara, kami juga mencoba belajar menenun dari penenun langsung. Harga bervariasi sesuai dengan jenis benang dan tingkat kesulitan pembuatannya. Aku membeli satu buah ikat kepala dan selendang tenun.
Dari Desa Sukarara, kami lanjut makan siang di Rumah Makan Keker. Rumah Makan dengan ornamen dan vibes khas Lombok, dengan interior didominasi bambu, menambah rasa nyaman dan adem, dengan angin semilir dan ditambah pemandangan menghadap ke pegunungan yang hijau dari kejauhan. Di sini, kami memesan Ayam Taliwang khas Keker, tentu dong, ini makanan yang wajib dicoba saat ke Lombok. Selain itu, ada Cumi Tumis Hitam, Beberuk Terong dan Plecing Kangkung. Masakannya juara. Direkomendasikan untuk dicoba. Untuk minumannya, kami memesan Es Kelapa Muda.
Selesai menikmati makan siang, kami lanjut menuju Desa Sade. Desa Sade terletak di Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Desa Sade berada satu dusun dengan Desa Rembitan, desa ini merupakan desa adat suku Sasak, Lombok. Tiba di sana, kami langsung disambut oleh pemandu bernama Wira. Wira memperkenalkan diri dan menyebutkan karena ia sudah menikah dan memiliki anak bernama Edelwise, maka Wira dipanggil orang dengan sebutan Ama Edelwise.
Wira menjelaskan secara singkat mengenai kehidupan adat suku Sasak dan mengajak kami berkeliling ke beberapa bagian dari desa itu. Ia menunjukkan rumah asli suku Sasak dan kehidupan sebagian penduduknya, yang juga sebagian hidup dari menenun. Lagi, kami mencoba berkain dengan kain tenun khas Sasak. Luas desa Sade sekitar 5.5 hektar dengan 150 rumah di sana. Penduduk di desa ini masih satu keturunan karena mereka memperbolehkan pernikahan antar saudara. Di desa ini, rumah yang mereka huni adalah rumah khas Sasak dengan atap rumah yang tinggi dengan anyaman bambu.
Sebelum menuju wilayah Mandalika, kami mampir ke Sasaku Galery. Tujuan awal adalah berganti pakaian tapi ternyata di sana tersedia banyak produk sebagai alternatif untuk oleh-oleh dengan kualitas yang bagus dan harga juga terjangkau, malah harga ikat kepala di toko ini jauh lebih murah dari yang aku beli di tempat sebelumnya. Di sini dijual kaos, souvenir khas Lombok dan juga produk makanan seperti kopi, madu, manisan dan sambal.
Kami lanjut menuju Sirkuit Mandalika dan Bukit Merese. Sayangnya, cuaca kurang bersahabat, langit mendung dan berangin, namun tak mengurangi semangat kami untuk mendaki. Saat berada di depan gerbang Sirkuit Mandalika, kami dibantu beberapa anak untuk mengabadikan keberadaan kami di sana, mereka bahkan membantu untuk membuat video pendek. Selain itu, di depan gerbang itu juga banyak penjaja yang menawarkan souvenir untuk kami bawa pulang, seperti kaos, dompet dan asesoris mutiara. Catatan ya, kita mesti pandai memilih dan menawar harga barang tersebut.
Kami tiba hampir gelap di Bukit Merese, namun tidak mengurangi hasrat kami yang penasaran dan berharap dapat menikmati matahari terbenam sesungguhnya dari balik bukit.
Hari pertama itu, kami tutup dengan santap malam di Rumah Makan Taliwang Nyaman di kota Mataram, tentu dengan menu ayam taliwang dan sambal yang super enak.
Jumat, 23 Agustus 2024, kami awali perjalanan kami ke Sembalun dengan sarapan di hotel, seperti biasa, setengah cangkir kopi hitam akan menemani pagiku. tertulis “kopi Lombok” wah layak dicoba ini dan ternyata tidak mengecewakan. Menu sarapan di hotel cukup bervariasi.
Tujuan kami pertama adalah ke Pusuk Sembalun, yang menempuh waktu sekitar dua jam dari hotel. Perjalanan yang cukup jauh namun terbayarkan dengan suasana dan pemandangan yang begitu indah di Sembalun. Kami puas berfoto di sana. Kami dikenakan tarif berfoto sebesar Rp 5.000,- per orang dan dibantu diabadikan oleh penjaga di sana. Nilai yang cukup sesuai ya. Menurut catatan, Pusuk Sembalun ini terletak antara 900 sampai dengan 1.300 MDPL.
Termasuk berfoto di pintu Taman Nasional Gunung Rinjani, sambil menunggu pengemudi kami sholat Jumat. Menurut informasi yang kami dapatkan, biasanya wisatawan yang akan mendaki Gunung Rinjani diberangkatkan dari pos ini. Dari pos ini juga ada kendaraan minibus yang membawa wisatawan pulang pergi ke Mataram.
Selanjutnya, kami melanjutkan perjalanan kami ke Bukit Selong, yang berada 1.800 MDPL, untuk dapat melihat kawasan pedesaan Desa Bleq dari atas bukit. Dikenakan tarif sebesar Rp 5.000,- per orang, kami menyusuri menuju puncak bukit, yang tertulis “hanya” 350 meter namun dengan kemiringan yang lumayan untuk orang seusiaku.
Dari tempat ini, kami lanjut makan siang di Kedai Sawah, yang terletak di tengah kebon stroberi. Masakan dan makanan yang disajikan enak buat kami tapi sayangnya penyajiannya sangat lama menurut kami. Aku memesan Ikan Kuah Khas Sembalun. Ikan yang digunakan adalah ikan nila, yang digoreng lebih dahulu lalu dimasak bersama bumbu dan kemiri sebagai pengganti santan, sehingga kuahnya terasa ringan. Aku suka, apalagi jika disajikan dengan nasi hangat. Selain itu bakwan sayurnya juga enak, digoreng dadakan dan disajikan hangat-hangat.
Selesai menikmati makan siang dan berganti pakaian, kami melanjutkan perjalanan kami menuju Tanjung Bias (rencana kami, untuk menikmati matahari terbenam dan makan malam), namun rencana ini kami sesuaikan dengan kondisi di tempat, akhirnya kami tutup dengan menikmati Pantai Senggigi, yang menurut aku kurang bersih, ditambah lagi dengan toilet yang tak terjaga dengan baik, walau ada penjaganya.
Dari Pantai Senggigi, kami kembali ke Mataram, menikmati makan malam kami di Sate Rembiga Bu Sinnaseh, yang terletak di Jl. Dr. Wahidin No.11B, Rembiga, Kec. Selaparang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Bar. 83124. Sate Rembiga adalah sate sapi khas daerah Rembiga.
Hari ketiga, Sabtu, 24 Agustus 2024, kami nikmati dengan bangun pagi dan menuju ke Selong Belanak, silakan klik link berikut ya Menyambut Pagi di Selong Belanak. Dari Selong Belanak, kami kembali ke hotel untuk melanjutkan sarapan kami dan bersiap kembali untuk ke bandara.
Terima kasih Tuhan, untuk perjalanan yang kami rencanakan jauh hari ini, untuk semua sukacita yang Kau berikan, untuk penyertaan dan pemeilharaan Mu sehingga kami berenam beserta keluarga kami di rumah dalam keadaan baik dan dapat pulang dengan selamat.
Semoga sukacita kami dapat dirasakan juga oleh para pembaca dan bisa menjadi alternatif liburan di masa yang akan datang. Oh ya selama kami di sana, kami dibantu Pak Dika dan Pak Wawan, yang turut bersama menyusun ittenary. Jika ada yang memerlukan info transportasi di sana, hubungi aku ya, nanti aku beri informasinya. Terima kasih Pak Dika dan Pak Wawan.
“The ocean stirs the heart, inspires the imagination and brings eternal joy to the soul.” – Robert Wyland: Ocean Life Themed 12 Month Undated Planner
Lokasi ini sesungguhnya masuk daftar ittenary kami di hari pertama, dengan tujuan melihat matahari terbenam dan iringan kerbau pulang kandang, namun karena sesuatu dan lain hal terutama karena angin mulai kencang berhembus di sore hari pertama itu, maka kami membatalkan menuju Selong Belanak. Jadilah kami menyambut pagi terakhir di Lombok di sini.
Bersyukur rasa penasaran kami terobati, memaksa diri untuk bangun lebih awal, kami berempat menuju ke Pantai Selong Belanak.
Selong Belanak adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Desa ini sebagian besar penduduknya bersuku Sasak. Di desa ini terkenal dengan keindahan Pantai baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing. (Wikipedia)
Langit biru, pasir putih, angin sepoi berhembus, semburat sinar matahari pagi yang mulai nampak di balik awan mendung di belahan yang lain.
Dengan menggunakan angkutan mobil online, kami menuju Pantai Selong Belanak, jaraknya sekitar 21 kilometer dari hotel tempat kami menginap di Swiss Belcourt Penujak, Praya, Lombok, atau sekitar 30 menit perjalanan. Dalam kendaraan, kami harap-harap cemas, apakah cuaca akan bagus, dapatkah kami menikmati pantai ini karena kami melihat jalan basah habis diguyur hujan dan ada terpaan rintik hujan.
Tujuan kami memang Laut Biru Bar and Restaurant, jadi maps googling kami mengarah ke sana. Kendaraan berhenti di gang masuk menuju pantai dan kami mulai berjalan menyusuri pantai, yang menurutku cukup bersih dan tenang sekali. Ada beberapa pedagang di pinggiran pantai, termasuk Laut Biru BR, namun mereka memang masih belum buka, bahkan payung pantai mereka pun belum berkembang. Kami menikmati pantai sebebas-bebasnya, membuat beberapa foto dan bahkan video berulang-ulang, sembari menunggu Laut Biru BB yang baru akan dibuka pukul 08.00.
Aku lupa tidak sempat menanyakan kapan persisnya Laut Biru BB ini beroperasi, namun dari ulasan yang aku baca, Bar dan Restaurant ini sudah ada sejak tahun 2013. Kami dipersilakan duduk walau waktu masih menunjukkan pukul 08.00 kurang. Karena kami masih ingin menikmati sarapan di hotel dan juga dibatasi waktu untuk segera kembali ke hotel, kami memesan minuman hangat dalam poci, pancake dan roti (hot fresh ginger, toast and preserved and stacked pancake with homemade jam) Lumayan untuk mengisi dan menghangatkan perut kami di pagi itu.
Laut Biru Bar and Restaurant, adalah tempat kuliner paling ujung di pantai Selong Belanak untuk saat ini, didominasi warna putih dengan perabot kayu di bagian depan resto. Suasananya cukup nyaman dan pelayanannya juga baik, semoga bukan karena kami pelanggan pertama pagi itu ya. Pelayannya juga ramah dan sabar menjawab pertanyaan kami.
Sebenarnya kami ingin memesan pizza atau makanan lain, tapi karena masih pagi, yang tersedia hanya menu sarapan pagi saja. Semoga lain kali kami dapat berkunjung lagi kemari dengan waktu yang lebih leluasa, untuk menikmati matahari terbit dan terbenam dengan melihat sekawanan kerbau, berangkat dan pulang kandang.
Selain itu, di area resto ini, ada sebuah galeri kecil yang apik dan aku suka banget, menjual banyak pernak pernik, mulai dari asesoris, pakaian, kain tenun dan juga gerabah cantik. Sesungguhnya aku naksir dengan gerabah yang sebagian berwarna biru ini namun kebayang bagaimana harus membawanya ya.