Cangkir Kopi Ibu

“Nindya…Nind…,” ayah memanggilku dari ruang makan, tempat biasa ayah memulai aktivitasnya setiap pagi. Bangun tidur, menuju meja makan, membaca koran pagi, sarapan, minum obat, lalu mandi dan berjemur.

“Ya ayah,” sahutku segera menghampiri ayah. Aku sedang memanaskan opor ayam dan sambal goreng kentang, sedikit kelebihan dari makan malam silaturahmi keluarga semalam.

“Ini teh ayah kan, tapi kenapa tidak kau buatkan minum untuk ibu? Ibu suka kopi tanpa gula kan?” kata ayah sambil menunjuk cangkir coklat Ibu yang masih tertelungkup.

cangkir

“Ibu? Hm….Ibu kan…,” sahutku sambil mengusap-usap punggung ayah. Ayah yang sudah semakin tampak tua, semakin tak tega aku meninggalkannya kembali ke Ibu Kota. Ayah yang semalam tampak begitu ceria bersenda gurau dengan besan, dengan kerabat, dengan suamiku, para mantu dan adik-adikku, serta cucu-cucunya.

“Iya Nind, Ibu, cepat dibuatkan, sebentar lagi Ibumu keluar kamar lho, wis ayu dandan. Ibu selalu mandi pagi-pagi lebih dulu dari Ayah,” sahut ayah lagi memotong perkataanku yang masih terbata-bata.

“Tapi ayah….., Ibu kan sudah pergi tiga tahun lalu, sudah tiga lebaran ayah,” jawabku perlahan dengan sesak di dada, yang menyeruak, dari lambung, dada, naik, memenuhi rongga hidung dan pelupuk mataku, air, air mulai menetes di ujung-ujung kedua mataku. Sedih. Rindu pada Ibu memenuhi dada.

Kasihan Ayah. Ayah lupa. Ayah juga rindu Ibu pastinya. Ayah termangu terdiam, sambil memainkan cuping cangkir kopi berwarna coklat kesayangan Ibu, dengan tangan tuanya yang kerap mulai tremor.

#fiksimini
#delarasngopi
#cangkirkopiibu

?


Promo Buku : Bus and Love, Kumpulan Fiksi Mini

Selamat siang pembaca setia de Laras, kembali menyapa ya. Kembali promo buku ke-8 yang akan terbit di 2019 ini, masih buku Antologi bersama penulis di Komunitas Perempuan Perempuan Menulis (P2M).

Bagi teman FB yang lain, semoga tidak jengah membaca promo buku dari kami ya, karena ada sebuah kebahagiaan yang tak terkira dari para penulis jika sudah memperoleh kabar bahwa buku sedang dalam proses terbit. Nah tak seru kan kalau berita bahagia ini tidak dibagikan kepada teman-teman FB dan terutama para pembaca setia de Laras.

Nah apa uniknya buku “BUS and LOVE” ini? Buku dengan gambar yang manis ini berisi dua tema yang berpadu dan menuturkan cerita menarik dalam keseharian kita. Siapa yang tidak pernah naik bis? pasti sebagian besar pernah kan? Nah pasti banyak kisah terjadi di sana kan, mulai dari bis mogok, bis berhantu sampai ketemu pacar atau jodoh dalam bis. Iya gak. Sedangkan tentang cinta, uh yang ini sih pasti ga ada habisnya kalau diceritakan, pasti ada aja, mulai dari yang rasanya asem manis sampai pedes pasti ada kalau sudah soal cinta. Semuanya dikemas dalam fiksi mini yang hanya 250 sampai dengan 1.000 kata, yang ringan dan kena di hati. Ga berat-berat. Asik deh pokoknya.

WhatsApp Image 2019-06-29 at 14.04.58

Nah …. aku sendiri menulis apa dalam buku ini? Ada dua cerita yang aku buat. Yang pertama, untuk tema BUS, dalam 250 kata. Aku menulis cerita berjudul Partitur yang Tertinggal. Nah buat yang sudah sempat membaca potongan fiksi mini “Partitur yang Tertinggal” baca cerita lengkapnya di sini. Setting lokasinya mengambil Koln, Jerman, Mai 2019, saat cerita itu dituliskan.

Sedangkan untuk tema LOVE dalam 1.000 kata, aku menuliskan cerita berjudul Cintaku Di Taman Baca, yang ga kalah serunya karena cinta yang tidak biasa, cinta dari suara seorang relawan pembaca cerita. Hm seru kan, bagaimana getar cinta itu bisa terjadi ya?

Dua ceritaku ini berpadu dengan tulisan dari penulis piawai — with Komunitas Perempuan-Perempuan Menulis and Melly Waty tentunya. Mari selamat membaca dan memiliki koleksinya. Silakan tinggalkan pesan dalam kolom komentar, jika ingin memesan buku ini selagi persediaan masih ada 😉


Warna Daun (Tak) Selalu Hijau

Potongan Fiksi Mini “Warna Daun (Tak) Selalu Hijau”

Di sebuah kelas inspirasi di desa di kawasan Timur Indonesia, dipenuhi dengan wajah-wajah lugu bocah yang sangat ingin tahu dengan apa yang dibawa kakak dari Jakarta. Ntah terpukau dengan wajah cantik kakak yang mirip Raisa itu, atau memang menanti hadiah dan kejutan dari ibukota.

“Selamat pagi adik-adik….. kakak bawa kertas dan pinsil warna. Ini untuk apa adik-adik?” tanya kakak kuncir kuda itu dengan ramah.

Ada yang tunjuk tangan, ada yang masih bengong, melongo, maklum mereka berusia sekitar tiga sampai delapan tahun, ada yang masih saling mendorong mencari tempat duduk. Bahkan ada yang masih berkejar-kejaran dalam kelas.

“Ayo siapa yang bisa jawab, kakak beri hadiah, ini untuk apa?” tanya kakak sekali lagi, sambil mengangkat selembar kertas gambar ukuran A3 dan sekotak pinsil warna.

“Aku tahu kakak,” teriak seorang anak perempuan gemuk berkulit hitam berambut ikal. Ia melompat sambil mengacungkan tangannya.

“Iya kamu, ini untuk apa? sebutkan namamu ya,” kata si kakak sambil menghampiri anak tersebut.

“Namaku Grace. Buat menggambar kak, buat menulis juga bisa,” jawab Grace dengan riang.

“Betul, ini hadiah untukmu ya,” kakak inspirator memberikan kertas gambar dan sekotak pinsil warna, yang disambut riuh tepuk tangan seluruh isi kelas.

“Baik, hari ini kita akan menggambar daun ya, adik-adik. Adik-adik tahu warna daun apa?” tanya kakak sambil berjalan kembali ke depan kelas

“Hijau…..,” serempak mereka menjawab .

WhatsApp Image 2019-06-06 at 08.47.25

Kakak cantik tercenung. Terdiam. Kelas juga mendadak hening.

“Adik-adik, daun itu tidak selalu berwarna hijau. Sama seperti kehidupan. Daun itu warna warni. Ada yang hijau, hijau juga bermacam-macam, hijau muda, hijau tua, hijau lumut, kekuningan, agak putih, kemerahan, kecoklatan.

 

Ada juga yang warna hijau dengan pinggir putih. Ada daun hijau dengan bintik kuning atau putih. Ada juga yang berbercak merah.

 

Sama seperti hidup ya , ada senang, sedih, suka dan duka, ada naik, ada turun, ada tawa dan ada juga tangis. Bahkan dalam suka, kita bisa menangis. Dalam duka, kita juga bisa tertawa. Menertawakan diri sendiri.

 

Paham ya adik-adik?”

jelas kakak panjang lebar dengan semangat.

WhatsApp Image 2019-06-06 at 08.47.24 (1)

Anak-anak dalam kelas terdiam. Mungkin tidak mengerti. Mungkin juga bingung.

Seorang tiba-tiba mengacungkan jari tangannya.
“Jadi…. kita mau gambar daun atau gambar “hidup” kak?” tanyanya.

“Mari, kita gambar daun,” jawab kakak cantik tersadar, ini kelas anak-anak, tidak harus ia menggalau di sini.

WhatsApp Image 2019-06-06 at 08.47.24

:

 

#delaras
#fiksimini