Batu Sebagai Alternatif Hadiah, Mengapa Tidak ?

Saat aku merencanakan pergi ke Ambon, beberapa teman mengatakan begini, “wah bisa borong batu bacan dari sana,” aku yang sudah lama tidak lagi menaruh perhatian pada batu, hanya bisa mengiyakan saja, sambil mengingat-ingat, “batu bacan” dan ternyata benar, setelah tiba disana batu yang kabarnya sedang naik daun ini memang ramai menjadi pembicaraan orang, baik warga Ambon sendiri ataupun para pendatang, bahkan juga dipamerkan pada beberapa booth atau stand di Pameran Maluku Expo 2015.

Dulu, aku memang pernah menyukai batu-batu untuk cincin, namun sudah hampir sejak menikah, tidak terlalu tertarik untuk mengenakan cincin dengan batu, yang sekarang dikenal dengan nama gemstone. Namun, sejak tiba di Ambon dan orang banyak membicarakannya serta juga ternyata hampir semua orang yang aku temui di Ambon memakai cincin dengan batu-batu yang indah, aku juga jadi tertarik untuk mendengarkan pembicaraan mengenai “perbatuan” ini.

Pulau Bacan adalah sebuah pulau yang terdapat di Maluku, tepatnya di sebelah barat daya Halmahera. Secara administratif pulau Bacan masuk ke dalam Kabupaten Halmahera Selatan dengan ibukota Labuha di Maluku Utara. Namun, terjadi diskusi bahwa konon kabarnya yang disebut batu bacan itu bukan berasal dari Pulau Bacan tapi dari Pulau Kasiruta, di tenggara Pulau Bacan. Sebagai hanya pencinta keindahan, aku ga masalah lah batu itu berasal dari mana, yang penting aku tahu oh batu yang aku punya bernama batu bacan doko dan batu alang atau batu bacan palamea 😀

Hanya ketika bertemu dengan penggemar batu, aku sempat bertanya, mengapa batu bacan ini mahal harganya ternyata karena batu bacan adalah batu yang berproses, batu yang semula kita terima berwarna hitam atau hijau tua, lama-lama berproses menjadi berwarna lebih muda dan konon kabarnya jika disinari dari bagian bawah batu tembus cahaya tersebut maka boleh dikata bahwa batu itu batu yang bagus dan telah mengalami proses yang cukup lama.

Dan ternyata benar, ada begitu banyak jenis batu yang aku bisa temui dan lihat saat di Ambon, dan inilah sebagian yang aku lihat disana, milik pribadi dan milik teman-teman, ada yang beli sendiri, ada yang pemberian dari kerabat disana dan ada juga yang minta, ada yang sudah diikat, baru dipoles ataupun masih bongkahan….hehehe…indah bukan ?

b1????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????b11Kini batu dapat digunakan sebagai alternatif hadiah atau oleh-oleh, tentu saja, mengapa tidak ? Tentunya bagi orang yang suka pada keindahannya bukan, seperti saya 🙂 Selamat berburu….

 


Icip-icip Rujak Buah Di Natsepa

Menyambung postingan yang lalu, bukan hanya pantai Liang yang dimiliki Ambon, tapi ada juga pantai yang spektakuler, yang kabarnya selalu dirindukan anak-anak Ambon yang telah melanglang buana ke luar negeri, pantai apa itu ? tak lain adalah Pantai Natsepa.

Apa yang membuat mereka rindu ? Pantai nya kah ? Itu sudah pasti, tapi ada yang lain, yang bisa dibilang menjadi salah satu ikon pariwisata di Ambon yaitu Rujak Natsepa. Saat saya sedang berada di Ambon, ada teman yang bertanya, “Sudah makan rujak Natsepa ?” beruntung saya bisa menjawab, “Sudah dong” karena memang hari pertama berada di Ambon, kami langsung pergi kesana.

Pantai Natsepa terletak di Desa Suli, Maluku Tengah, kalau dari Kota Ambon, kita akan lebih dahulu menemukan pantai ini daripada Pantai Liang. Di sepanjang jalan menuju obyek wisata Pantai Natsepa sudah banyak deretan warung semi permanen terbuka yang menjual Rujak dan Kelapa Muda. Saya mencicipi rujak dari kedua tempat ini, baik yang didalam maupun di luar. Deretan warung yang didalam sangat warna warni dengan dominasi warna kuning, yang cantik berada di antara tepian pantai berpasir putih.

rujak3Rujak Natsepa berbeda dengan rujak di Jawa, terutama bumbunya, di Natsepa tidak menggunakan air asam (catatan : asam Jawa matang dimasak dengan air) tapi langsung diambil dari air buah lobi-lobi atau belimbing yang digerus bersama cabe rawit. Oma penjual sudah mempunyai gerusan kacang halus dan tinggal menambah dengan gerusan kacang kasar dan gula merah. Proses ini membuat bumbu rujak Natsepa kental dan khas. Namun ada juga yang tidak terbiasa dengan gerusan kacang kasar ini sehingga bisa minta agar kacang digerus lebih halus. Campuran buahnya beraneka ragam dan diiris kasar. Dengan harga Rp 12.000,- (Dua belas ribu rupiah) per porsi, kesegaran buah dengan asam manis pedas dan gurihnya kacang sudah bisa dinikmati dengan semilir sepoi-sepoi angin Pantai Natsepa.

rujak2Bagi yang menyukai kacang seperti saya, bumbu rujak ini memang paling cocok karena sebanyak apapun kita mengambil bumbu, bumbu kental ini tidak akan menetes, hm puas makan kacang atau puas makan rujak buah ? Tentu dua-duanya dong

rujakrj1

Bumbu kacang ini juga bisa dibawa sebagai oleh-oleh lho, seporsinya diberi harga Rp 75.000,- bisa mengobati lidah yang rindu pada rasa bumbu khas Natsepa ini 🙂

Pantai NatsepaKeindahan Pantai Natsepa dan Rujaknya yang mendunia, ada disini. Selamat berkunjung dan Selamat Menikmati Rujak Natsepa dengan bumbu kacang yang menggiurkan 😉


Review Menginap di All Seasons Hotel Denpasar Bali

Dalam perjalanan kami ke Bali kali ini, aku dan suami memilih menginap di All Seasons Hotel yang terletak di Jalan Teuku Umar, Denpasar. Memilih hotel ini sebelumnya karena letaknya berdekatan dengan hotel tempat kelompok Paduan Suara anak-anak kami menginap. Oh ya kami ke Denpasar Bali dalam rangka memberi dukungan pada anak-anak yang mengikuti lomba Paduan Suara Bali International Choir Festival 2014 yang berlangsung dari tanggal 27 Agustus 2014 sampai dengan 1 September 2014. Yang kedua karena Hotel All Seasons adalah anggota dari Accor Hotels yang memberlakukan sistem point untuk anggota Le Club nya jika memesan kamar melalui booking langsung, melalui website resmi Accor atau walk in dengan personal account. Yang ketiga karena lokasinya di pusat kota, maka sudah pasti dekat dengan wisata kuliner di sepanjang Jalan Teuku Umar yang tidak pernah sepi sepanjang hari.

Hotel dengan 153 kamar ini menampilkan desain kontemporer dengan dominan warna hijau orange dan ungu yang ada di setiap bagian hotel

Kamarnya yang cukup luas dengan tempat tidur double yang besar, dilengkapi dengan TV LCD dan fasilitas hotel lain sesuai standar. Selama 4 malam kami berada disana, setiap hari kamar dibersihkan, handuk diganti sehingga kenyamanan terjamin

Sarapan nya juga cukup bervariasi, selain menu prasmanan, setiap pagi juga disediakan menu makanan masakan khas Bali.

Walau tidak tersedia fasilitas kolam renang seperti yang umumnya dicari anak-anak, namun hotel mempunyai tempat fitnes dan secara keseluruhan pengalaman ku dan suami selama menginap disana cukup nyaman dan menyenangkan. Karyawan ramah dan siap membantu dari petugas front office sampai satpam dan room boy.

Selamat berlibur dan menginap di hotel ini 🙂 sangat direkomendasikan bagi anda yang ingin menginap baik untuk keperluan dinas ataupun berwisata karena lokasinya yang sangat strategis di pusat kota.


The Colours of Ubud Market

Ubud Art Market is located in the center of Ubud, not far from Puri Saren. Ubud Market was the center of attention because there are all kinds of art goods there. Art goods are paintings, garments, handicrafts, blankets, bed covers, cloths, tenun ikat, wood carving, stone carving, metal ornaments, leather bags and much more, there. It’s interesting, all in beautiful color diversity.

The market is open from early morning until 18.00. If you want to shop there, you should bargain price offered by the seller. I like to be there but tired of bargaining 🙂 just enjoy it ….