Kopi itu pahit ? Ya, semua juga mengetahui bahwa biji kopi atau bubuk kopi itu rasanya pahit.
Dulu, semasa orang tua masih mempunyai kebun di daerah Cipanas, Jawa Barat, kami memiliki beberapa pohon kopi. Aku tidak ketinggalan ikut serta memetik atau memunguti buah kopi yang berwarna hijau kemerahan atau berwarna merah kehitaman jika telah tua dan jatuh di tanah. Beberapa dari hasil panenan, akan dibawa Ibu ke rumah untuk diolah sendiri, selebihnya ? Jangan tanya pada aku, kemana selebihnya, karena Bapak Ibu tidak begitu peduli dengan hasil kebun kami, yang penting penjaga dan keluarganya menjaga dan merawat baik kebun kami. Hasil kebun, ya bonus buat mereka, itu prinsip Bapak Ibu. Baiklah….
Kembali mengenai kopi yang kami bawa pulang. Biasanya akan dijemur beberapa hari di rumah kami di Jakarta, lalu (lagi) aku ikut membantu mengupas kulit buah kopi yang sudah kering itu lepas dari bijinya. Mengupas kulit buah kopi itu bisa membuat jari-jarimu lecet lho, bahkan kadang aku mesti memukulnya dengan uleg an atau batu agar terpecah. Tapi Ibu selalu menginginkan agar biji kopi tidak terpecah tapi tetap bulat sempurna. Aku juga tidak mengerti mengapa Ibu ingin biji kering bersama dengan kulit buahnya, Mengapa biji tidak dikupas selagi kulit buah masih lunak. Salah satu alasan karena akan mempengaruhi rasa kopi, ntah itu benar atau tidak, tapi aku selalu percaya pada yang Ibu katakan, tepatnya aku tidak mau membantah. Setelah itu menampinya agar antara sampah kulit dengan biji terpisah, untuk memastikan biji kopi yang akan disangrai benar-benar bersih.
Selanjutnya Ibu akan menyangrai sendiri biji kopi itu, menyangrai ya, itu artinya meletakkan biji kopi di dalam wajan, di atas kompor dengan api sedang, tanpa minyak. Mungkin ini salah satu penyebab mengapa aku menyukai aroma kopi. Aroma kopi menjadi aroma keseharian kami di rumah. Wangi sekali. Ah aku jadi rindu masa-masa itu karena aku akan duduk di sebelah Ibu, di atas dingklik kayu, di dapur di rumah masa kecilku. Rindu aroma kopi. Rindu dapur Ibu. Rindu rumah masa kecil. Rindu Ibu, tentunya. Aroma kopi mengingatkan aku pada banyak hal. Rasa rindu itu terutamanya.
Oh ya, satu rahasia Ibu saat menyangrai kopi adalah memasukkan potongan daging buah kelapa tua, yang membuat aroma dan rasa kopi semakin kuat. Namun, setelah selesai menyangrai, jangan lupa memisahkan daging kelapa tersebut dari biji kopi sangrai yang akan digiling ya, atau memarut daging kelapa tersebut agar tidak merusak mesin penggiling kopi.
Kembali pada maksud tulisan ini dibuat, sama seperti kenyataan dalam kehidupan ini, kopi yang tersedia di hadapan kita, tak bisa langsung sesuai dengan apa yang kita inginkan atau harapkan mempunyai rasa seperti yang kita inginkan, kopi (default) istilahnya adalah kopi tubruk, kopi yang diseduh air panas saja, tentu pahit. Asli pahit.
Namun, secangkir kopi panas yang ada tersedia di hadapan kita, dapat kita nikmati dengan merekayasanya dengan (sedikit) gula, susu atau creamer. Karena yang pahit itu memang mesti kita terima, kita hadapi dan jalani serta nikmati, tinggal bagaimana kita saja meramunya.
Satu kegemaranku dalam menikmati kopi adalah biarkan kopi itu menjadi dingin dan ampas kopi itu mengendap dengan sempurna (tentunya setelah berbagai rekayasa seperti gula, rempah-rempah atau susu dan creamer kita campurkan sesuai selera), dan buatku yang sudah mengendap dan meresap itu terasa lebih nikmat, persis sama dengan filosofi hidup ini, “biarkan gelombang hidup itu menjadi tenang dan meresap, maka hidup yang sesungguhnya baru bisa kita nikmati” eaaaa…. nyambung tak ? 😉
Yuk mari menikmati secangkir kopi panas di awal tahun baru yang dingin ini (hujan turun sejak semalam, mengguyur BSD dan sekitarnya)
#delaras
#kopiitupahit