Webinar Kompas : Anak Bajang Lahir Kembali

Setelah hampir 40 tahun lamanya, Sindhunata kembali menghadirkan cerita “Anak Bajang” secara berseri di Harian Kompas. Karya tersebut merupakan kelanjutan dari cerita berseri “Anak Bajang Menggiring Angin” di Harian Kompas yang akhirnya dibukukan karena ketertarikan para pembaca. Hingga kini, buku tersebut telah dicetak ulang belasan kali, dan selama empat dekade itu juga, “Anak Bajang” mendapat tempat tersendiri di hati para pembacanya.

Dalam kesempatan ini, Kompas menggelar webinar untuk mendiskusikan kembali tulisan Sindhunata, “Anak Bajang Menggiring Angin” dan membahas pengaruhnya di kalangan para sastrawan.

kompas

Pembicara:
Joko Pinurbo, Sastrawan
Mirna Yulistianti, Editor Gramedia Pustaka Utama
Sutta Dharmasaputra, Pemred Harian Kompas

Moderator:
Aloysius Budi Kurniawan
M. Hilmi Faiq

WhatsApp Image 2021-09-26 at 15.59.09 WhatsApp Image 2021-09-26 at 15.53.16 WhatsApp Image 2021-09-26 at 15.45.17 WhatsApp Image 2021-09-26 at 15.32.12 WhatsApp Image 2021-09-26 at 15.23.34

Novel ini direncanakan ditayangkan berseri khusus untuk pelanggan Kompas.Id dalam 150 series.

Menurut Myrna, novel ini akan sesuai bagi generasi muda karena sesuai dengan kondisi sekarang dan banyak quote yang disukai generasi sekarang.

Jokpin menyampaikan bahwa Anak Bajang adalah sebuah karya sastra karena banyak terdapat metafora dan alegore. Mengapa tidak masuk dalam kategori Sastra adalah karena pembuatnya, menurut Myrna. Sebaiknya tidak usah mengindahkan kategori itu tapi nikmati saja. Ini masuk dalam sastra karena bertahan dalam 4 dekade dan masuk dalam cinta. Secara akademis ini tidak terelakkan sebagai sebuah karya sastra.

Cerbung Anak Bajang di Kompas sudah menyentuh hati pembacanya. Bisa dibaca oleh semua kalangan. Merupakan novel perwayangan fantastik. Internalisasi nilai novel ini turut mempengaruhi pembacanya.

Anak Bajang dan lanjutannya akan semakin dicari, semakin dunia mengalami kedangkalan, maka semakin banyak orang mencari kedalaman, menurut Jokpin. Karya ini akan menemukan pembacanya sendiri, karena ada yang butuh perenungan dan relaksasi. Buku Anak Bajang ini dapat menginspirasi penulis lain untuk menuliskannya dengan caranya sendiri. Contoh Renungan tentang penderitaan. Penderitaan yang dihadapi dengan rasa syukur dan tidak mempedulikan penderitaan itu.

Anak Bajang ini ditulis Romo Sindhu pada saat berusia 29 tahun dan ini berarti sebuah karya sastrawan usia muda. Ini berarti Kompas juga menerima dan memberi ruang pada karya penulis muda.Saat ini penulis baru banyak memunculkan tema kesehatan mental, misal Norman Pasaribu, Rio Johan, Prisca dan banyak nama penulis muda yang bukunya sudah diterbitkan dan menjadi pembicaraan dalam sastra Indonesia, menurut Myrna.

WhatsApp Image 2021-09-26 at 16.47.12

Romo Sindhu, saat menulis karya, karya itu milik pembaca – tidak mengharapkan pamrih. Siklus yang dipilih adalah Ramayana, sekuel mundur, sekarang menggunakan sekuel Sosrobahu. Anak Bajang ini tidak sempurna yang merindukan kesempurnaan dan berusaha mencari nilai-nilai kesempurnaan. Anak Bajang dalam tokoh perwayangan adalah tokoh imaginatif. Semua kebaikan harus selalu dilakukan. Yang biasa dinyanyikan dalam suluk-suluk yang disampaikan Dalang dalam perwayangan.