Ichi Crepes

Pada suatu kesempatan, aku dan Arum, anakku yang nomer dua berjalan-jalan ke Megamall Pluit dan karena waktu sudah sore, Arum mulai lapar, mencari cemilan. Sementara kita berputar-putar, tampaklah gerai Crepes, Crepes apa saja memang jadi kegemarannya. Kamipun mampir dan memesan menu kesukaannya “Choco cheese” dan satu dus minuman susu MILO. Gerai ini lengkap dengan aneka menu Crepes, ada yang pakai es krim, ada yang tidak, ada yang pakai daging (ayam, tuna, atau daging asap). Hm dengan hanya sekitar sepuluh ribu rupiah, lidah kita boleh digoyangkan dengan rasa manis dan gurih dari Ichi Crepes ini…sedaap….

Banyak sekali makanan di seluruh dunia yang menyerupai Crepes dan dengan berbagai nama sebutan. Ada “Crespella” di Italia, “Crepe” di Perancis, “Tortilla” di Mexico, “Canai” di India, dan “Kue Dadar” di Indonesia, serta masih banyak lagi sebutan lainnya. Di Perancis, crepe biasa disebut “pannequet”, yang mungkin menjadi asal dari kata pancake. Pannequet (pancake) yang sangat tipis dan menyerupai lembaran kain tenun inilah yang dikenal sebagai “crepe” hingga saat ini. Crepe yang terbuat dari tepung terigu, susu, telur, gula, mentega ini digunakan sebagai bahan “pembungkus” makanan lainnya. Adalah negeri matahari terbit Jepang yang mempopulerkan crepes sebagai suatu konsep makanan ringan yang sangat disukai seperti yang dikenal saat ini di Indonesia.

Ichiban Crepes, berdiri sejak awal tahun 2004, merupakan konsep produk crepes yang diadopsi dari Jepang dan disesuaikan dengan kondisi pasar Indonesia. Konsep Crepes ini mengusung  perpaduan antara nuansa Jepang & Perancis, A Perfect Balance between The Two Worlds, East & West, dan dipandang sebagai Crepes Jepang pertama dan satu-satunya di Indonesia.

Saat ini, Ichiban Crepes memfokuskan pengembangan gerainya di wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta berlokasi di pusat-pusat perbelanjaan ternama. Dan secara bertahap, Ichiban Crepes mencoba mengembangkan diri di kota–kota besar lainnya di Indonesia. Hingga saat ini, Ichiban Crepes telah memiliki beberapa gerai di Jogjakarta dan Solo.

Ichiban Crepes berupaya membangun suasana elegan dan nyaman di setiap gerainya, melalui design dan model gerai yang menarik, termasuk penggunaan replica crepes yang digunakan sebagai display menu, sebagai suatu keunikan tersendiri. Ichiban Crepes mengupayakan gerai nya sebagai suatu tempat yang menyajikan keceriaan & kegembiraan bagi pengunjungnya (the place where fun wrapped into roll). Gerai Ichiban Crepes merupakan tempat persinggahan yang menarik bagi para remaja, anak sekolah, mahasiswa, serta para professional muda maupun pengunjung mall lainnya dalam mencari kudapan berkualitas dan sehat, variasi menu, serta dengan harga terjangkau.

Dengan pelayanan yang dilandasi sikap professional, staff lapangan Ichiban Crepes berupaya memberikan service yang terbaik dari awal hingga crepes sampai di tangan konsumen untuk dinikmati, baik sebagai sarapan, camilan, maupun makanan utama karena cukup mengenyangkan dan bergizi.

 Produk-produk Ichiban Crepes terbuat dari ramuan terpilih yang didasari oleh resep rahasia yang telah berusia lebih dari 25 tahun dalam pengembangannya. Dipersiapkan secara segar dangan bahan-bahan terbaik dan disajikan langsung di depan konsumen. Dengan motto “Wrap ‘N Roll With Us”, Ichiban Crepes disajikan langsung di depan konsumen dengan berbagai pilihan menu. Mulai dari kategori “Cold Crepes” dan “Hot Crepes” dengan dominasi rasa manis yang lezat disajikan dengan pilihan buah-buahan yang disertai es krim ataupun tanpa es krim, serta “Savory Crepes” yang bernuansa gurih yang memikat dengan topping yang berbahan dasar daging. “Special Crepes” kami disajikan dengan topping khusus seperti Cheese Cake, Tiramisu, Strawberry Pudding, dan sebagainya.


Oleh-oleh Pak De

Minggu lalu, kakakku, yang biasa dipanggil Pak De,  membawa oleh-oleh makanan khas dari Solo, sepulangnya dari bertugas di Yogyakarta. Hmm…dah lama tidak menikmati jajanan ini, rasanya sedikit asam dan manis. Ini hanya makanan iseng-iseng saja, tidak semua orang menyukainya, tapi konon kabarnya dapat membuat wajah menjadi cerah dan mulus. Kalau memang betul, kenapa ga dicoba aja?

bremBrem adalah makanan yang berasal dari sari ketan yang dimasak dan dikeringkan, merupakan hasil dari fermentasi ketan hitam yang diambil sarinya saja yang kemudian diendapkan dalam waktu sekitar sehari semalam. Sensasi makanan ini muncul ketika makanan di masukkan ke dalam mulut akan langsung mencair dan lenyap meninggalkan rasa ‘semriwing’ di lidah. Dari cara penyajian, dikenal beberapa bentuk brem yang dikenal di pasaran.

Bentuk pertama yang lebih dulu dikenal adalah makanan tradisional khas yang berasal dari kota Caruban tepatnya di Desa Bancong Kecamatan Wonoasri dan Desa Kaliabu Kecamatan Mejayan, di sebelah timur Madiun, Jawa Timur. Dikemas berbentuk lempengan putih kekuningan, rata-rata berukuran kurang lebih 15 cm x 5 cm x 0,5 cm. Untuk lebih memaksimalkan pemasarannya, brem kini dikemas dalam bentuk kecil kecil seukuran permen, sehingga mudah untuk dikantongi. Biasanya pada sekitar tahun 80-an, brem dalam bentuk ini dijual asongan oleh para pedagang di sekitar stasiun-stasiun di kereta api di daerah Jawa Timur. Yang terkenal, dan aku kenal bermerk “Suling”, rasanya agak asam.

Bentuk kedua makanan tradisional khas Wonogiri, Jawa Tengah, dikemas berbentuk lempeng-lempeng bulat pipih dengan diameter rata-rata 5 cm dan ketebalan 0,3 cm. Nah kalau yang ini, rasanya asam manis.

Selain itu ada juga Brem Bali yang tersedia dalam bentuk cair (berlakohol) dan padat 9non-alkohol). Hehe kalau yang ini, aku ga pernah coba.


Eat & Eat, Mal Kelapa Gading

Pada hari Minggu, tanggal 17 Mei 2009, aku dapat undangan makan siang dari adikku, Ananda, yang merayakan ulangtahunnya yang ke-38. Kami (aku sekeluarga, Ibu, Anne dan Dinda sekeluarga) diajak makan di Eat & Eat Food Market, Tempat Makan Baru yang Super Seru. Eat & Eat terletak di Mal Kelapa Gading (MKG) Lantai 3, memang bukan sekedar Food Court tapi lebih tepat disebut sebagai Food Market.

Sudah bukan hal yang baru, Kelapa Gading dikenal sebagai kota sejuta makanan. Popularitas kawasan ini sebagai gudang makanan berhasil menembus batas geografis, sehingga tidak mengherankan, jika kawasan ini diburu masyarakat sebagai tujuan wisata kuliner, terbukti dengan tersedianya berbagai jenis sajian kuliner dan jajanan yang berhasil memikat selera wisatawan domestik maupun manca negara. Aku saja semenjak kendaraan memasuki jalan Boulevard Kelapa Gading, sudah tengok kiri kanan melihat beragam makanan di sepanjang jalan itu, ada Kuetiaw Sapi, Warung Babi Tengil, Pempek Palembang 161, dan lain-lain.

Eat & Eat Food Market dengan penampilan khas etnis peranakan sangat kontras keberadaannya berdampingan dengan Food Temptation, area food court di MKG 3 yang tampil dengan suasana modern.  Area seluas 2350 m2 ini yang disebut dengan food market, bukan food court sebagaimana umumnya. Sebutan food market ini, adalah sesuai dengan konsepnya yang menghadirkan konsep pasar tempo dulu, dengan dekorasi dan pernak-pernik yang sangat unik. Sementara itu, sekitar 34 gerai makanan di sini hadir menawarkan beragam makanan khas dari berbagai daerah dan berbagai pilihan masakan khas peranakan. Aneka menu yang disajikan terbilang unik dan lengkap. Dari mulai makanan Indonesia, Cina peranakan Indonesia, Malaysia dan Singapura.

Transaksi Pembelian yang Oenik

Untuk melakukan transaksi pembelian, pengunjung sebelumnya membeli kartu isi ulang yang diisi dengan sejumlah rupiah dengan nominal tertentu. Melalui kartu ini, pengunjung bebas melakukan transaksi di gerai manapun di dalam Eat & Eat Food Market. Bahkan jika selesai bersantap masih ada nilai rupiah yang tersisa di dalam kartu, pengunjung dapat menukarkannya kembali dengan uang.

Ini kartunya…

Interior Designnya Jadoel banget…

Konsep food market yang diusung Eat & Eat ini, memiliki atmosfir nostalgia yang sangat kental. Bahkan di pintu masuk, pengunjung sudah mulai disambut dengan dekorasi lawas yang hommy, lengkap dengan gantungan sangkar burung. Rasanya seperti berada di sebuah sudut kota jaman baheula yang hangat dan bersahaja. Interior di dalam ruangan lebih banyak didominasi oleh material kayu yang dilengkapi dengan tempelan-tempelan potongan pintu kayu yang sudah dimakan usia. Beragam pernak-pernik perlengkapan jaman dahulu, dari mulai ceret antik, kaleng krupuk, termos jadul, foto-foto usang, lukisan dan potongan iklan kuno bisa ditemukan di berbagai sudut dan menjadi eleman dekoratif di setiap gerai makanan.

Salah satu sudut Eat & Eat Food Market ini menampilkan desain tampilan tampak muka rumah tempo dulu , lengkap dengan pintu dan balkon serta pajangan sepeda ontel, yang mengundang rasa penasaran setiap pengunjung untuk mengintip apakah ada penghuni di balik pintu dan balkon tersebut.

Kursi dan meja untuk pengunjung bersantap, jauh dari kesan modern seperti di food court pada umumnya. Beragam meja dan kursi terbuat dari kayu yang dihiasi ukiran-ukiran, membuat pengunjung betah santai berlama-lama ketika menikmati hidangan pilihannya. Penataannya bergaya Peranakan Cina, Belanda dan Betawi tempo dulu, ditambah dengan alunan musik keroncong, yang membuat ingatan kita melayang-layang ke suasana yang lampau…aku sendiri jadi rindu pada Bapak, yang setiap pagi hari selalu menyetel lagu-lagu lawas, sebelum berangkat kerja.

Resize of andongDesain interiornya sih lebih ke model-model warung yang ada di pasar jaman dulu, tiang-tiang kayunya dicat warna coklat tua, lantainya pake lantai kayu dan plester aci dengan sentuhan cina yang lebih dominan. Banyak gambar poster wanita cina dipajang disana, belum pajangan-pajangan lainnya berupa rempah-rempah di dalam, sayuran di dalam karung, tempat makan-minum dan termos jadul, permen dan kue-kue kering jadul. Ada juga dokar atau andong, yang menjadi salah satu obyek foto di tengah-tengah Food Market ini.

Meski Eat & Eat Food Market tampil dengan nuansa tempo dulu, namun dikelola dengan manajemen yang modern dan professional, terbukti dengan sistem pembayaran yang unik, belum pernah kulakukan di tempat lain.

Makan Minum Apa Aja ya?

Menariknya, di sini gerai-gerai makanannya menampilkan nama masakan utama yang menjadi unggulannya, bukan nama/ brand dari gerainya. Sebut saja diantaranya ada gerai nasi guling, gado-gado Aa, warung keroepoek, babat gongso, pepes goreng, krawu,  bebek goreng, raja gurame, tongseng kambing dan masih banyak lagi. “Beragam pilihan makanan ini diolah secara modern dan hygenis, namun tetap mempertahankan keotentikan rasa warisan keluarga leluhur, dan semua itu ditawarkan dengan harga yang terjangkau”, demikian diungkapkan oleh Iwan Tjandra, yang disebut sebagai ‘juragan’ dari Eat & Eat Food Market.

Konsepnya benar-benar seperti berpetualang, bukan dari gerai ke gerai, tapi dari satu daerah ke daerah. Aku mendapat sebuah kartu dari adikku, yang sudah didepositkan sejumlah uang tentunya. Dengan kartu itu, aku berkeliling memesan makanan. Pertama, aku menemani suamiku memesan makanan rumahan khas Penang, Nasi Lemak, yang menurut aku, standar rumahan, berisi seporsi nasi lemak, dua potong ikan selar, perkedel, tumis sayur, dan telur dadar. Sebenarnya, yang seperti ini juga bisa makan di rumah ya…haha malah mungkin lebih enak masakanku. Yang unik, suamiku memesan es campur, yang penampilannya sangat menarik, terdiri dari campuran buah, kolang kaling, potongan agar dan sirup serta susu dan juga es serut diatasnya.

Adik iparku mencoba makan bubur ikan singapore… waduh uenak banget… dan ini seperti makanan khas kalimantan barat lho…buburnya itu adalah nasi disirami kuah ikan dan ikan yang di potong berlapis-lapis kemudian di tarus sayur selada.

Anakku, Arum, memesan Nasi Goreng Kepiting di Gerai Nasi Goreng Singapore dan aku juga memesan Bihun Udang. Mengenai rasa, standard, cukup enak dengan potongan udang yang berukuran sedang, potongan sawi hijau yang tampak segar dan sedap.

Ibu, adikku, Adinda dan anakku, Andita, memesan olahan dari Bebek Goreng, yang kabarnya, enak, empuk dan tidak berbau anyir. Melihat bentuk dan rasanya, bebek ini sudah diungkep lebih dahulu, sehingga empuk dan sedap rasanya. Ibu dan Andita memesan Bebek Goreng Kremes dan adikku memesan Bebek Goreng Cabe Ijo.

Adik bungsuku, Anne memesan makanan, nasi, gurame goreng, tempe yang rasanya asiiin dan semangkuk sayur asem di Gerai Raja Gurame. Gurame cukup renyah, garing dan tidak amis, dipotong dan digoreng berbentuk kipas. Keponakanku, Petroza, memesan makanan nasi Gudeg komplit dengan Sambel goring Kreceknya. Sementara adikku, Ananda, memesan nasi,  soto dan iga bakar,  yang tercium wangi dan tampak yummy.

Selain makanan, beragam minuman pelepas dahaga juga disediakan dan disesuaikan dengan konsep uniknya. Di sini tidak akan ditemukan minuman bersoda yang identik dengan minuman modern. Namun aneka minuman dingin hingga hangatnya secangkir kopi di Warung Kopi Lay, dapat menjadi pilihan yang tak kalah menariknya. Kami memesan teh tarik, minuman khas dari Malaysia. Namun menurut aku, kekentalan teh tarik ini cenderung kurang, mengenai rasa cukup pas manisnya. Jika dirasa belum cukup, pengunjung bisa memuaskan seleranya dengan camilan-camilan lawas, dari mulai kembang gula, bermacam-macam kerupuk kampung, sampai menikimati lezatnya aneka Jenis Durian yang dapat di makan ditempat atau dibawa pulang. Suamiku memesan semangkuk es krim durian, dengan rasa yang pas dan cukup untuk dimakan berdua. Sebagai buah tangan, Eat & Eat juga menyediakan Toko P&D yang khusus menjual produk-produk khas peranakan tempo dulu seperti selai serikaya untuk olesan roti dan kue.

Yang kurang dapat direkomendasikan adalah jusnya, karena jusnya sudah dibuat lebih dahulu sebelumnya, jadi kurang fresh. Walaupun segar dan rasa manisnya pas, tapi kekentalannya kurang, terasa agak banyak tercampur air atau es batu.

Lumayan banyak pilihan makanannya, aku sampai bingung! Banyak menu ala Singapore juga di sini (seperti chicken rice, carrot cake, hokkien mie etc). Ada review dari postingan yang merekomendasikan tentang mie kacang hijau ala Australia. Rasanya ternyata lumayan enak lho..! Bahan baku mienya dari tepung kacang hijau…kata si mbak penjualnya, mie ini lebih sehat ketimbang mie biasa. Okelah, setelah sempat agak bingung milih-milih, akhirnya kupilihlah menu mie ayam kacang hijau ini. Pas kumakan, emang tekstur mienya lebih padat dibanding mie biasa. Overall, dari 1-10, mie ini kuberi nilai 7.5. Pelengkap makan mienya..bisa pilih bakso atau pangsit. Mie disajikan dengan kuah, daun bawang dan tumis daging cincang diatasnya.  Juga ada nasi merah dan ikan tuna balado, yang merupakan kombinasi yang enak dan menyehatkan.

Menu lain yang wajib dicoba, diantaranya Babat gongso dari Semarang, otak-otak, minumannya pesen lemon sereh tea sama susu kedelai, nasi guling bi eha, makanan sehat Sisca Suwitomo, bubur2an, Bakmie Palembang, Sekba, Rames Medan, Yong Tou Fu, dan masih banyak lagi. Harganya reasonable, standard food court Mal lah..untuk seporsi nasi goreng dipatok harga antara Rp 24 ribu, satu paket lengkap Nasi Lemak seharga Rp 15 ribu, aneka jus antara Rp 7 ribu sd Rp 10 ribu dan semangkuk es durian cukup untuk dua orang seharga Rp 15 ribu….pas kaan….

Selamat berwisata kuliner di Food Market Eat & Eat…