Masjid Agung Di Kota Seribu Kelenteng

Dalam tiap kunjungan seperti di Singkawang, aku menyempatkan berjalan kaki pagi hari. Apalagi aku hanya menginap semalam di kota Seribu Kelenteng.

Di tengah kota terdapat Masjid di Jalan Merdeka No 21, Tengah, Pasiran, Singkawang. Mesjid berdiri tahun 1885 ini direnovasi karena kebakaran 1927 dan sanggup menampung jamaah sebanyak 1.000 orang.

Sebagai Masjid tertua, masjid ini juga sebagai saksi bisu kerukunan umat beragama di Singkawang yang menjunjung tinggi keragaman agama dan budaya dari tiga akar suku budaya yaitu Tionghoa, Dayak dan Melayu.

Masjid terletak diantara Kantor Walikota dan Taman Gayung Bersambut. Uniknya Masjid terletak dekat Vihara Tri Dharma Bumi Raya Singkawang.

“Foto ini diikutsertakan dalam Lomba Foto Blog The Ordinary Trainer”


Cerita SuPerWoMan

Suara Perempuan Berbagi Wawasan dan Opini tentang Kesehatan, yang disingkat SuPer WomAN adalah kegiatan yang dicanangkan World Vision dengan mitranya Wahana Visi Indonesia, sejak awal Mei 2013. Kegiatan ini aku awali dengan menerima bahan-bahan sosialisasi dari Teresia Prahesti, yang kemudian bahan tersebut aku pilah sesuai dengan tempat, waktu dan cara yang akan aku lakukan. Ada beberapa cara yang aku lakukan untuk membagi wawasan ini, yang pertama melalui media on line, yaitu berbagi dengan teman-teman melalui blog, media sosial Face Book dan juga twitter.

Karena melalui media online kurang cukup respon yang interaktif mungkin teman atau pembaca hanya membaca informasi dan cukup hanya “tahu” saja atau karena mereka mungkin sudah tidak punya anak di usia balita, aku kurang tahu persis. Jadi ketika memasuki bulan Juni 2013, aku mulai dengan orang-orang yang ada di sekitarku, kebetulan aku tinggal di perumahan yang masih banyak balita dengan pengasuh atau orangtua mereka di pagi hari.

Kebetulan Materi yang menjadi minatku dalam kegiatan ini adalah Promosi Pemberian Makanan Bayi dan Anak dan Kesehatan Bayi dan Balita, jadi dengan berbekal pengalaman pribadi memiliki tiga orang anak, sesungguhnya penyampaian informasi ini menjadi lebih mudah.

Di wilayah perkotaan, yang sebagian besar penduduknya sudah cukup berpendidikan dan status sosial kelas menengah keatas, mereka mempunyai cukup akses informasi tentang pemberian makanan dan kesehatan pada balita, sehingga wawasan mereka mengenai hal ini sudah cukup baik. Mereka juga secara rutin memeriksakan kesehatan anak-anaknya dan imunisasi sesuai jadwal.

Namun tidak seluruh perkotaan mempunyai status sosial yang baik, di belakang perumahan tempat aku tinggal, ada perkampungan dimana tinggal kelompok menengah ke bawah, yang kadang juga kurang mendapat informasi tapi kadang memberi penolakan saat diberikan informasi, jadi perlu pendekatan yang baik.

Pemberian ASI pada umumnya diberikan secara ekskusif (sampai usia 6 bulan) oleh kebanyakan ibu di daerah kampung atau berstatus ekonomi menengah kebawah daripada ibu di daerah perkotaan karena ketidakmampuan membelikan susu formula. Namun sayangnya pemberian ASI sampai usia 6 bulan atau lebih ini tidak didukung dengan asupan gizi yang baik bagi sang ibu.

Sedangkan pemberian susu formula pada bayi di perkotaan karena kebanyakan kaum ibu nya kembali bekerja setelah masa cuti.

Pendekatan yang dilakukan dengan cara menghubungi orang yang punya teman banyak di lingkungannya, mendatangi rumah dimana banyak ibu berkumpul dan berdiskusi mengenai bagaimana cara mereka memberi makan dan membuat makan bagi anak balita terutama anak batitanya, simak berikut ini ya

T :Bu, anaknya lagi disuapin apa nih?
J :Biasa mbak, nasi lembek sama pisang
T :dicampur bu? Berapa kali sehari ?
J :Iya dicampur aja, kalau ada susu diencerin sama susu. Biasanya 2 kali sehari
T :Selain itu dikasi apa bu anaknya?
J :Ya ASI aja
T :Sampai umur berapa bu, anaknya diberi makan seperti ini
J :Ya sampai nanti numbuh gigi, kalau sudah keluar giginya ya makan nasi aja sama2 kita
T :Ga dikasi ikan bu atau tahu tempe?
J :Ikan mahal, tahu tempe ya sekali-kali

Lalu biasanya dari awal percakapan, berlanjut menjadi pembicaraan bagaimana mengolah makanan dengan bahan murah (tahu dan tempe) dengan variasi sayuran hijau untuk diberikan kepada anak balita mengenai berbagai rasa dan memperoleh asupan yang baik buat pertumbuhan dan perkembangan anak batita mereka, seperti tim tahu dengan bayam, tim tempe dengan wortel, bubur nasi dengan jagung, tim tomat dan kentang, atau bubur ubi merah. Juga mengolah makanan murah untuk pendamping ASI atau selingan diantara waktu makan anak-anak batita.

Namun diantara kerumunan ibu muda ini, kadang ada sikap-sikap menolak seperti celetukan yang mengatakan bahwa sekarang apa-apa mahal, mereka hanya memberi makanan seadanya saja pada anak-anak, tidak mampu membeli bahan yang lain. Dan aku menganjurkan pada mereka untuk menanam tomat didalam pot karena pot mudah tumbuh dan juga mengusahakan menanam pepaya jika memungkinkan karena pepaya juga kaya akan vitamin dan membantu melancarkan pencernaan pada anak-anak.

Beberapa ibu yang mementingkan kepraktisan juga enggan mengolah makanan bayi dengan cara tradisional, mereka lebih menggunakan bubur siap saji, yang hanya dicampur dengan air panas matang, diaduk sebentar dan siap disajikan untuk bayi mereka, dan sudah tersedia aneka rasa.

Dalam periode SuperWoman ini, aku sempat pulang kampung ke Samosir karena ada acara adat keluarga besar. Disana banyak tamu yang hadir termasuk orang-orang kampung di sekitar tempat acara, dan diantara padatnya acara, sekali-kali sambil menghilangkan lelah, aku menyapa ibu-ibu yang sedang menggendong anak batita dan menanyakan, apakah anaknya sudah makan, karena acara berlangsung dari pagi sampai malam. Dan aku juga menanyakan makanan apa yang dimakan karena yang aku tahu, makanan yang disajikan dalam acara ini, ada sup wortel kentang dan juga rendang daging yang agak pedas aku rasa.

Sepanjang pengamatanku, aku melihat anak bayi, batita apalagi balita di Pulau Samosir ini umumnya mempunyai gizi yang cukup baik karena sejak kecil, sejak mereka lahir dan pulang ke rumah, ada adat keluarga yang disebut Mamoholi, yang berupa acara menyambut kedatangan bayi yang baru lahir. Dalam acara itu, keluarga atau tamu yang datang biasanya membawakan nasi, lauk pauk berupa daging ayam atau ikan dan sayur untuk menambah ASI (daun bangun-bangun), selain itu juga bahan makanan seperti beras dan ayam hidup, agar kesehatan ibu dan bayi terjamin pada awal kelahirannya.

Banyak anak bayi, batita dan balita di kampung ini yang tumbuh sehat karena pola makan yang baik, namun menurut ku juga terlalu banyak makan daging karena setiap kali ada pesta atau acara adat, biasanya kaum ibu membawa anak-anaknya atau membawa pulang kelebihan makanan yang ada. Untuk itu tetap ibu mesti mengatur pola makan anaknya dengan menyeimbangkan sayur dan buah yang masuk kedalam tubuh mereka.

Selain itu, untuk kebersihan mandi, orang di kampung ini sebagian besar memanfaat sumber air yang melimpah dari Danau Toba, kadang digunakan pula untuk mencuci dan mengambil air untuk dimasak. Pesanku pada orang yang sempat aku temui ya untuk menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah disana.

Apa yang aku lakukan menyuarakan kegiatan ini memang belum maksimal karena aku tidak banyak bertemu langsung dengan orang-orang yang tidak punya akses kesehatan dan informasi kesehatan. Orang-orang yang aku temui memang terdiri dari dua kelompok, pertama orang sekitar tempat tinggalku dan kedua, orang yang kutemui selama di kampung, yang sudah cukup mengetahui mengenai kesehatan dan mudah menuju akses kesehatan.

Semoga dalam kegiatan berikutnya, aku dapat melakukan lagi dengan lebih baik.

 photo superwoman.png

Salam SuperWoman

Gambar : Google


Pembinaan Karakter dan Pendidikan Agama bagi Anak sebagai Agen Perubahan

Anak adalah insan yang lahir kedalam dunia ini atas seijin Tuhan dari dua orang manusia yang bernama laki-laki dan perempuan, yang kemudian (semestinya) dapat disebut sebagai ayah dan ibu. Tak seorang anakpun dapat memilih siapa orangtua mereka dan dalam keluarga mana mereka akan ditempatkan, namun Penulis percaya bahwa kehadiran seorang anak adalah bagian dari sebuah rencana besar dari Sang Pencipta. Lalu, apakah seorang anak mampu berperan menjadi agen perubahan ? Tentu bisa. Agen perubahan adalah seseorang yang berperan melakukan sesuatu hal yang dapat merubah hal tersebut dari keadaan sebelumnya. Dan setiap anak mampu melakukannya tergantung dari seberapa besar perubahan akan dibuat dan seberapa besar hal dapat mendukung anak tersebut dalam melakukan perubahan.

Perubahan adalah sesuatu yang bersifat kekal, seperti kita ketahui tidak ada sesuatu di dunia ini yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Namun perubahan itu ada yang bersifat alami dan tidak dapat dihindari dan ada yang bersifat memberikan pilihan. Perubahan yang bersifat alami contohnya adalah proses pertumbuhan manusia dari bayi, anak, remaja, dewasa dan manusia lanjut usia. Sedangkan perubahan yang menawarkan pilihan adalah apakah seseorang mau tetap berada dalam kondisi yang sama seperti apa adanya ataukah sebaliknya mau melakukan atau mengalami perubahan tersebut, misalnya maukah seseorang merubah kebiasaannya membuang sampah di sungai menjadi membuang sampah di tempat pembuangan sampah yang sudah disediakan. Tiap orang diberi pilihan untuk merubah kebiasaannya, mau atau tidak melakukan perubahan itu.

Kadang dan hampir sering dalam perencanaan melakukan sebuah perubahan, muncul sifat alami yang disebut penolakan, yang disebabkan karena ketidaktahuan seseorang akan hasil dari perubahan itu. Untuk itu dalam menjalankan sebuah perubahan perlu adanya konsistensi, kesungguhan dan komitmenyang kuat dalam menjalankannya.

Lalu, mampukah seorang anak berperan sebagai agen perubahan ? Siapakah yang mempersiapkan mereka dan membuat agenda perubahan dalam tiap kegiatannya ? Penulis membagi anak dalam dua kategori yaitu :

  1.  Anak dengan keluarga, dimana orang tua berperan penuh mempersiapkan anak sebagai agen perubahan
  2. Anak tanpa dukungan keluarga, sehingga perlu peran dari pihak Pemerintah atau pihak Sekolah atau pihak Lingkungan Tempat Tinggal dan atau pihak Lembaga Swadaya Masyarakat atau pihak lain diluar orang tua

Dari kelompok yang pertama, mempersiapkan anak sebagai agen perubahan, walaupun tidak bisa dikatakan mudah untuk dilakukan tapi lebih besar kemungkinannya untuk terbentuknya agen perubahan muncul dari tengah-tengah keluarga dibandingkan dengan kelompok yang kedua, karena biasanya orang tua dari anak-anak dalam kelompok pertama mempunyai latar belakang yang lebih baik, baik dari segi pendidikan maupun tingkat sosialnya.

Bagaimana kelompok yang pertama dipersiapkan oleh keluarga khususnya orang tua untuk melakukan sebuah perubahan, diantaranya sebagai berikut :

1. Pembinaan Karakter sejak dini

Karakter adalah watak atau sifat batin seseorang yang mempengaruhi segenap pikiran, sikap dan tingkah laku seseorang yang membedakan satu dengan lainnya. Secara sederhana, dalam pembinaan karakter, setiap anak perlu diberi pengetahuan mengenai apa yang dimaksud dengan moral, misalnya mengenai pentingnya saling menghormati satu sama lain terutama kepada orang yang lebih tua, lalu menjelaskan mengenai perasaan dari perbuatan moral misal apa yang terjadi jika orang tidak saling menghormati satu sama lain, apa yang kamu rasakan jika ada orang yang tidak menghormati dirimu dan yang terakhir adalah melakukan perbuatan moral tersebut yaitu menyapa sesama dengan memberi salam dan senyuman.

Yang perlu diajarkan dalam pengetahuan moral adalah memiliki kesadaran moral, tahu nilai-nilai moral, bisa membuat pertimbangan dan dapat mengambil keputusan terhadap suatu tindakan, seperti dalam contoh diatas.

Agar seorang anak mampu merasakan perasaan moral tersebut, orang tua perlu terus menumbuhkan dan membantu anak agar mampu memiliki hati nurani, percaya diri, dapat merasakan penderitaan orang lain, mencintai kebenaran, mampu mengontrol diri dan rendah hati.

Jika pengetahuan, perasaan dan perbuatan telah diperkenalkan pada anak, maka selanjutnya ketiga hal tersebut dilakukan berulang-ulang agar menjadi kebiasaan yang akhirnya membentuk karakter setiap anak.

2. Pendidikan Agama sejak dini

Dasar dari semua kehidupan ini adalah agama, dalam artian luas, yang maksudnya adalah mengikuti ajaran agama tertentu dan menjalankan apa yang diajarkan dalam agama tersebut. Agama membuat setiap anak memahami bahwa ia hadir kedalam dunia ini atas kehendak Sang Pencipta, maka sepatutnyalah dalam kehidupan keseharian, setiap anak memiliki pedoman atau arahan yang memperkuat keimanannya kepada Tuhan dengan menjalankan tata ibadah dan doa yang diajarkan.

Kedekatan hubungan seorang anak kepada orang tua nya terlebih kepada Tuhan, membuat anak menyadari bahwa hidup ini bukan dapat dijalankan semaunya saja, melainkan ada Tuhan yang mempunyai rencana besar menghadirkan setiap insan di dunia ini. Tuhan juga akan mengawasi setiap perbuatan anak-anak Nya dan bahkan Tuhan juga mampu dan berhak memberi peringatan kepada umat Nya atas setiap pelanggaran yang dilakukan.

Anak-anak dengan orang tua dan keluarga yang terbiasa membaca Kitab Suci sesuai ajaran agama nya masing-masing, menjalankan ibadah bersama dan merayakan Hari Besar Agama nya, akan bertumbuh menjadi anak-anak yang memiliki keimanan dan akal budi yang tinggi, dan orangtua sebagai contoh setiap tindakan dalam hidup sehari-hari bagi anak-anaknya akan mampu mengajarkan bagaimana saling menghormati sesama umat beragama dan hidup penuh kasih sayang kepada siapapun karena anak-anak tahu bahwa dalam agama dimanapun di dunia ini, Sang Pencipta menganggap semua orang adalah sama di hadapan Nya.

Dari dua pembinaan dasar ini, yang berupa pembinaan karakter melalui kebiasaan moral dan berupa pendidikan agama melalui kehidupan beragama anak-anak dalam kategori pertama, jika dilakukan sejak dini maka anak-anak yang sedang mengalami perkembangan fisik dan motorik, juga akan mengalami perkembangan kepribadian, watak, emosional, intelektual, bahasa, budi pekerti, dan moralnya yang bertumbuh dengan pesat. Oleh karena itu jika menghendaki anak-anak dapat berperan sebagai agen perubahan untuk terciptanya sebuah bangsa yang cerdas, dan bennoral baik, kedua pendidikan harus dimulai sejak masa kanak-kanak melalui dukungan orang tua dan keluarga.

 

Lalu, bagaimana dengan anak-anak dari kelompok yang kedua, mereka tidak didukung oleh orang tua yang mapan, baik dari segi pendidikan dan status ekonomi maupun sosialnya. Tanggungjawab siapakah anak-anak ini, apakah mereka tidak dapat menjadi anak-anak yang dapat berperan sebagai agen perubahan ? Tentu bisa, walaupun sulit, namun bukan tidak mungkin bahwa anak-anak dari kelompok ini bisa lebih berhasil dari anak-anak dari kelompok pertama yang bisa disebut sebagai kelompok keluarga mapan. Bagaimana caranya ? Tentu memerlukan dukungan dari pihak di luar keluarga, misalnya pihak Guru dari sekolah, pihak Pemerintah atau Lembaga lain, yang caranya antara lain sebagai berikut :

  1.  Memberi pengetahuan dan pemahaman melalui sosialisasi berkala dalam bentuk pertemuan besar, kelompok kecil ataupun perorangan kepada keluarga-keluarga dari kelompok ini. Paling tidak, jika orang tua dari kelompok ini tidak bersedia berubah pada kehidupan yang lebih baik, mereka punya pengetahuan bahwa kehidupan yang lebih baik itu ada, selebihnya upaya banyak pihak termasuk dari keluarga dalam kelompok yang pertama
  2.  Memberi pendidikan dan pengetahuan moral kepada anak-anak dalam kelompok ini, walau seandainya mereka tidak bersekolah sekalipun secara formal, mereka tahu bagaimana terbiasa hidup bersih, tidak membuang sampah sembarangan, menghormati orangtua ataupun misal berbicara sopan. Malah banyak terjadi, karena kesibukan orang tua mereka mencari nafkah, mereka tidak mau ikut dalam perubahan ini, namun orangtua ini malah mendukung anak-anak mereka menjadi agen perubahan.
  3. Memberi pendidikan agama kepada anak-anak dalam kelompok ini dalam bentuk belajar agama bersama atau melakukan ritual ibadah bersama dalam kelompok lingkungan. Jika pada awalnya orang tua tidak mendukung, namun banyak terjadi, kebaikan budi anak-anak yang sungguh belajar agama dengan baik membawa perubahan yang nyata di tengah-tengah keluarganya.

Baik dari kedua kelompok ini, anak-anak dapat menjadi agen perubahan namun tentu berbeda dalam melakukan pendekatan dan siapa yang melakukan pendekatan. Jika dalam kelompok pertama, anak-anak lebih mudah menjadi agen perubahan karena terbiasa mendapat contoh dan teladan dari orang tua yang mendukung anak-anaknya berpendidikan moral dan agama yang baik, maka dalam kelompok kedua perlu ada pihak lain yang membantu memperkenalkan hal-hal baik ini kepada anak-anak ini melalui sekolah maupun Pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat atau pihak lain yang peduli pada kehidupan anak-anak bangsa ini.

Dalam kehidupan sehari-hari, Penulis banyak bertemu dengan anak-anak dan sangat menyukai berkumpul bersama anak-anak, walaupun Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak selalu selamanya berhasil memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya, Penulis mengamati bahwa setiap anak akan mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tuanya dalam banyak hal, baik disadari ataupun tidak disadari. Dan lebih baik lagi, jika orang tua menyadari hal itu baik untuk diajarkan dan dilakukan oleh anak-anaknya maka ajarkan dan ulanglah itu terus menerus sampai anak menjadikan itu sebagai suatu kebiasaan karena kebiasaan yang baik akan membentuk karakter anak juga menjadi baik, misalnya :

  1.  Dari hal yang sederhana, anak-anak dibiasakan “membuang sampah di tempat sampah”. Tanamkan pada anak, apa dampaknya jika tidak membuang sampah di tempatnya, misal membuang sampah di sungai, apa yang terjadi, tentu banjir karena sampah menumpuk di aliran sungai sehingga air tidak dapat mengalir. Selain banjir tentu air menjadi hitam dan kotor. Lalu, anak dilarang membuang sampah di jalan, atau melemparkan sampah dari dalam mobil atau kendaraan, maka apa yang terjadi, jalanan akan menjadi kotor dan sampah akan beterbangan ditiup angin. Orangtua membiasakan menyiapkan tempat sampah didalam kendaraan atau tunggu membuang sampah setelah kendaraan yang ditumpangi berhenti di suatu tempat. Edukasi dan beri pengertian pada anak terus menerus. Ajak anak untuk datang ke tempat kumuh, pinggir pantai atau sungai dimana sampah menumpuk dan buat gerakan bersama anak dan teman-temannya untuk membersihkan sampah di lingkungan terdekat, yaitu di sekitar rumah atau sekitar sekolah.
  2. Melatih anak untuk peduli kepada orang lain. Ajak anak untuk mensyukuri apa yang dapat dia terima, dia makan dan dia nikmati dalam hidupnya karena banyak anak tidak seberuntung dia, maka bersama-sama dengan anak, mengumpulkan barang layak pakai seperti baju, tas sekolah, buku dan bawa makanan sambil mengunjungi rumah anak-anak pemulung di kampung dekat rumah, mendatangi rumah anak-anak pengamen dan ajaklah anak-anak melihat betapa wajah anak-anak yang kurang beruntung itu bersukacita menerima pemberian kita.

Banyak hal yang bisa diajarkan orang tua dan banyak pihak yang peduli kepada anak-anak, beri mereka pengetahuan tentang moral, ajak mereka mempunyai perasaan terhadap orang lain dan lakukanlah perbuatan nyata bersama-sama, maka akan terciptalah ribuan dan jutaan anak sebagai agen perubahan di dunia ini, yang akan membagikan semua hal baik yang mereka terima kepada orang lain khususnya anak-anak di dunia ini.

 

Anak (Khalil Gibran)

Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.

Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau,
mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.

Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.

Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu.

Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,
namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
ataupun tenggelam ke masa lampau.

Engkaulah busur asal anakmu,
anak panah hidup, melesat pergi.
Sang Pemanah membidik sasaran keabadian,
Dia merentangkanmu dengan kuasaNya,
hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.

Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap.

Demikian Penulis mengakhiri tulisan ini, dengan harapan agar setiap orang menyadari bahwa Pembinaan Karakter dan Pendidikan Agama bagi setiap anak adalah tanggungjawab kita semua. Kehancuran mereka di tengah-tengah masyarakat adalah hasil dari ketidakpedulian kita terhadap kehidupan mereka, namun keberhasilan mereka adalah berkat tangan kasih dari orang-orang yang peduli dan mencintai, bukan hanya pada anak-anak ini tapi juga kepada Bangsa Indonesia.

(Opini disampaikan berkaitan dengan kerjasama Kompasiana dan World Vision dalam rangka Hari Anak 23 Juli 2013, yang bertemakan “Anak sebagai Agen Perubahan dan telah dipublikasikan pada tanggal 14 Juli 2013 di media online Kompasiana disini )